Seni kriya (wayang kulit)
Seni kriya dalam wayang kulit adalah seni pembuatan bentuk dan karakter tokoh wayang kulit.[1] Seni kriya menjadi penting dalam wayang karena watak dan karakter tokoh wayang ditentukan oleh ciri detail bentuk dan wajahnya.[1][2] Dalam perkembangannya bentuk dan pewatakan tokoh wayang mengalami perubahan sesuai jamannya.[2] Seperti halnya dalam pertunjukan wayang, seni kriya juga mengandung filsafat dan gambaran jiwa.[2][1] Kesenian bagi masyarakat Jawa merupakan representasi simbolis dari keadaan batin manusia.[3] Seni kriya menjadi salah satu media representasi ini.[3] Wayang penuh dengan makna dan simbol yang membuat seni kriya menjadi penting untuk diperhatikan.[4] Seni kriya memperhatikan setiap bagian seorang tokoh wayang mulai dari wajah, perlengkapan, pakaian, dan bagian-bagian tubuh wayang itu.[5]
Bentuk-bentuk seni kriya
suntingSeni kriya memiliki tiga macam bentuk yaitu: [1]
Wayang seni
suntingWayang seni adalah wayang yang dibuat pertama-tama demi nilai seni. Wayang seni membutuhkan seni kriya yang rumit karena menuntut hasil karya yang bernilai seni tinggi. Baik tatahan atau pahatan maupun pewarnaannya memerlukan ketelitian. Setiap millimeter kulit yang digarap diberi pewarnaan yang rumit dan halus.
Wayang pedalangan
suntingWayang pedalangan adalah wayang yang dibuat demi kepentingan pentas pertunjukan wayang.[1] Seni kriya untuk wayang pedalangan tidak serumit untuk wayang seni.[1] Yang paling penting adalah batas-batas busana masih dapat dinikmati keindahannya jika dilihat dari jarak lima meter.[1] Ukuran kehalusan seni kriya untuk membuat wayang pedalangan didasarkan pada kebutuhan pementasan.[1]
Wayang pasaran
suntingWayang pasaran merupakan wayang yang dijual di pasar maupun pinggir jalan.[1] Wayang pasaran dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pencinta wayang secara umum.[1] Seni kriya untuk wayang pasaran tidak memerlukan ketelitian seperti untuk membuat wayang seni atau pedalangan.[1] Bentuk dan polanya yang penting memenuhi kriteria standar seorang tokoh wayang.[1]
Seni kriya untuk wayang pedalangan dan pasaran dapat didapatkan di toko-toko ataupun galeri seni.[1] Namun, untuk wayang seni biasanya hanya tersedia di pengrajin wayang seni dan perlu waktu untuk memesannya.[1]
Bahan dan perlengkapan
suntingBahan
suntingBahan pokok untuk membuat wayang adalah kulit kerbau.[1] Kulit sapi dapat digunakan sebagai bahan baku namun tidak sebaik kulit kerbau, karena kulit sapi lebih lentur.[1] Proses dimulai dengan pembersihan dan pengeringan kulit kerbau.[1] Hasil dari proses ini adalah lembaran-lembarahan kulit.[1] Kulit kerbau yang masih muda akan lebih baik mutunya daripada kulit kebau yang sudah tua.[1] Kulit kerbau muda akan lebih mudah ditatah.[1] Kulit kerbau yang punya penyakit kurap lebih baik mutunya karena memiliki kadar lemak yang rendah.[1] Perajin-perajin kulit mentah banyak dijumpai di daerah pengrajin wayang.[1]
Perlengkapan
sunting- Tatah
Tatah atau pahat yang digunakan untuk menatah wayang kulit adalah tatah-tatah kecil yang berjumlah 20-25 buah.[1] Ada dua macam tatah yang digunakan yaitu tatah kuku dan tatah lantas.[1] Tatah kuku berbentuk seperti kuku, sementara tatah lantas berbentuk datar.[1]
- Ganden
Ganden adalah semacam palu besar yang terbuat dari kayu keras.[1] Ganden digunakan untuk memukul tatah agar dapat menembus kulit.[1]
- Malam atau lilin
Malam atau lilin dioleskan sesekali pada tatah agar tatah menjadi licin dan lebih mudah digunakan untuk menatah.[1]
- Jangka
Jangka digunakan untuk membuat pola berbentuk bulat.[1] Misalnya untuk membuat pola gelung supit urang.[1]
- Penggaris
Penggaris dipakai untuk membuat pola berbentuk lurus, seperti tangan wayang.[1]
- Batu asahan dan Air
Batu asahan digunakan untuk mengasah tatah apabila tatah terasa mulai tumpul.[1] Air digunakan ketika mengasah tatah.[1]
- Penindih
Penindih biasanya berupa sepotong besi atau benda berat lainnya.[1] Funsinya adalah membuat wayang tidak bergeser pada waktu ditatah.[1]
- Pandukan
Pandukan merupakan sepotong kayu besar yang digunakan sebagai landasan ketika menatah wayang.[1]
- Paku corekan
Paku corekan digunakan untuk membuat pola pada wayang.[1] Caranya adalah dengan menggoreskannya pada wayang.[1]
Rujukan
sunting- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al S. Haryanto (1991). Seni Kriya Wayang Kulit. Jakarta: Grafiti. hlm. 33-270. ISBN 979-444-159-7.
- ^ a b c Sri Mulyono (1978). Wayang. Jakarta: Gunung Agung.
- ^ a b Soetarno, dkk (2007). Estetika Pedalangan. Surakarta: ISI Surakarta. hlm. 13. ISBN 979-8217-59-4.
- ^ Amir Mertosedono (1986). Sejarah Wayang. Semarang: Dahara Prize.
- ^ Junaidi (2011). Wayang. Magelang: Arindo Nusa Media. hlm. xxvii-xxxix. ISBN 978-979-18269-8-3.