Seppuku
Seppuku (切腹 , arti harfiah: "potong perut") adalah suatu bentuk ritual bunuh diri yang dilakukan oleh samurai di Jepang dengan cara merobek perut dan mengeluarkan usus untuk memulihkan nama baik setelah kegagalan saat melaksanakan tugas dan/atau kesalahan untuk kepentingan rakyat. Seppuku dulu hanya dilakukan oleh samurai.[1] Istilah seppuku ditulis dengan dua buah aksara kanji, yaitu: 切 (kiru) dan 腹 (hara). Aksara kanji untuk kiru dapat juga dibaca sebagai setsu (ucapan Tionghoa) yang berarti potong, sementara aksara kanji untuk hara dapat juga dibaca sebagai fuku (ucapan Tionghoa) yang juga berarti perut.
Seppuku adalah bagian dari kode kehormatan bushido, dan dilakukan secara sukarela oleh samurai yang menginginkan mati terhormat daripada tertangkap musuh (dan disiksa), atau sebagai bentuk hukuman mati untuk samurai yang telah melakukan pelanggaran serius, atau dilakukan berdasarkan perbuatan lain yang memalukan. Ritual memotong perut pada seppuku dilakukan di hadapan para saksi mata, samurai menusukkan sebuah pedang pendek, biasanya sebuah tantō ke arah perut, dan menggunakan pedang pendek tersebut untuk melakukan gerakan mengiris perut dari arah kiri ke kanan.[2]
Etimologi
suntingDi luar Jepang, seppuku lebih dikenal dengan sebutan harakiri (腹切り, arti harfiah: "potong perut"),[3] Harakiri ditulis dengan aksara kanji yang sama seperti halnya seppuku, tetapi urutan aksaranya dibalik dan ditambah sebuah okurigana.
Istilah harakiri mulai dikenal luas di dunia Barat sejak orang bangsa Eropa yang tinggal di Jepang menjadi saksi mata peristiwa seppuku yang menyertai Restorasi Meiji tahun 1868.[4] Menurut Sumiko Ōhashi dalam Malraux no Shi no Ishiki to Nihon-teki na Mono (Kesadaran Kematian menurut Malraux dan Hal-Hal Kejepangan) orang Eropa yang menyaksikan samurai yang melakukan seppuku tampaknya menjadi sangat terkejut. Kata harakiri lalu dimuat dalam kamus ensiklopedia Larousse tahun 1873.[4]
Dalam bahasa Jepang, seppuku adalah cara baca aksara kanji menurut cara Tionghoa (on'yomi) yang biasanya dipakai dalam bahasa tulisan, sementara harakiri, adalah cara baca asli Jepang (kun'yomi) dan lebih banyak dipakai dalam percakapan. Menurut Christopher Ross,
"Kata hara-kiri sering dijelaskan sebagai sebuah vulgarisme (ungkapan kasar), tetapi sebetulnya ini adalah salah pengertian. Hara-kiri adalah cara membaca aksara kanji menurut cara Jepang (kun-yomi); oleh karena sudah menjadi tradisi untuk mengutamakan cara baca Tionghoa dalam pengumuman-pengumuman resmi, hanya istilah seppuku-lah yang dipakai dalam pengumuman resmi. Jadi, hara-kiri adalah istilah yang dipakai dalam percakapan, dan seppuku adalah istilah tertulis untuk tindakan yang sama."[5]
Oibara (kun'yomi: 追腹 atau 追い腹) atau tsuifuku 追腹 menurut cara baca on'yomi adalah praktik melakukan seppuku oleh samurai setelah kematian tuan mereka.
Dalam bahasa Jepang, istilah jigai (自害 ) berarti bunuh diri. Namun istilah untuk bunuh diri dalam konteks modern adalah jisatsu (自殺 ). Pada literatur Barat, seperti majalah seni bela diri, istilah jigai dipakai untuk istri-istri samurai yang melakukan bunuh diri.[6] Istilah jigai diperkenalkan ke dalam bahasa Inggris oleh Lafcadio Hearn dalam bukunya yang berjudul Japan: An Attempt at Interpretation,[7][8] Joshua S. Mostow mencatat bahwa Hearn salah mengerti, disangkanya jigai adalah hanya dipakai untuk seppuku yang dilakukan oleh wanita.[9]
Ikhtisar
suntingTindakan seppuku pertama kali dicatat dalam literatur setelah Minamoto no Yorimasa melakukan seppuku dalam Pertempuran Uji pada tahun 1180.[10] Seppuku akhirnya menjadi bagian penting dari kode kehormatan samurai yang disebut bushido. Seppuku dulunya dilakukan oleh samurai untuk menghindar dari tangkapan musuh, serta untuk mengurangi rasa malu, dan menghindari dari kemungkinan penyiksaan. Samurai juga dapat melakukan seppuku berdasarkan perintah tuan tanah feodal yang disebut daimyo. Samurai yang telah membuat malu kadang-kadang diizinkan tuan mereka untuk melakukan seppuku sebagai alternatif dari hukuman mati. Bentuk seppuku yang paling umum dilakukan laki-laki adalah merobek perut, dan setelah samurai tersebut selesai merobek perutnya, ia menengadahkan kepala sebagai isyarat agar kepalanya segera dipancung oleh seorang rekan yang berada di belakangnya, dan bertugas sebagai pendamping samurai dalam ritual seppuku. Oleh karena maksud utama dari seppuku adalah pemulihan kehormatan seorang samurai, mereka yang bukan termasuk kelas samurai tidak pernah diperintahkan atau diharapkan untuk melaksanakan seppuku. Samurai juga umumnya melakukan tindakan seppuku hanya kalau diizinkan oleh tuannya.
Kadang-kadang seorang daimyo memerintahkan musuh yang telah kalah untuk melaksanakan seppuku sebagai dasar sebuah perjanjian damai. Kemampuan militer dari klan musuh yang melakukan seppuku akan berkurang sehingga perlawanan militer berakhir secara efektif. Toyotomi Hideyoshi memerintahkan musuhnya untuk melakukan bunuh diri dalam beberapa peristiwa. Salah satu peristiwa yang paling dramatis adalah ketika klan Hōjō dikalahkannya dalam Pertempuran Odawara tahun 1590. Hideyoshi memaksa daimyo Hōjō Ujimasa yang sudah pensiun untuk melakukan seppuku dan pengasingan putra Ujimasa yang bernama Hōjō Ujinao. Kekuasaan klan Hōjō yang dikenal sebagai keluarga daimyo paling berpengaruh di Jepang Timur, secara praktis berakhir setelah Ujimasa melakukan seppuku.
Referensi
sunting- ^ "What Is Seppuku? By Kallie Szczepanski". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-10. Diakses tanggal 10 November 2013.
- ^ "The Deadly Ritual of Seppuku". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-12. Diakses tanggal 2010-03-28.
- ^ "The Free Dictionary". Diakses tanggal 10 November 2013.
- ^ a b Ōnuki, Akihito. "Seppuku o Megutte: André Malraux to Mishima Yukio 切腹をめぐって—アンドレ・マルローと三島由起夫". Bungei Kenkyū文芸研究. Meiji University (2005-03-26). Diakses tanggal 2013-11-25.
- ^ Ross, Christopher. Mishima's Sword, p.68.
- ^ Hosey, Timothy (1980). "Black Belt": 47. Parameter
|chapter=
akan diabaikan (bantuan) - ^ Hearn, Lafcadio (2005) [First published 1923]. Japan: An Attempt at Interpretation. hlm. 318.
- ^ Tsukishima, Kenzo (1984). ラフカディオ・ハーンの日本観: その正しい理解への試み. hlm. 48.
- ^ Mostow, Joshua S. (2006). "Iron Butterfly Cio-Cio-San and Japanese Imperialism". Dalam Wisenthal, J. L. A Vision of the Orient: Texts, Intertexts, and Contexts of Madame Butterfly. hlm. 190.
- ^ Turnbull, Stephan R. (1977). The Samurai: A Military History. New York: MacMillan Publishing Co. hlm. 47. ISBN 0-304-35948-3.