Seruan Allah dalam Al-Qur'an

Seruan Allah dalam Al-Qur'an ditujukan kepada para nabi dan orang-orang yang beriman. Penerimaan atas seruan Allah dalam Al-Qur'an diwujudkan melalui pendengaran dan pelaksanaannya. Penolakan atas seruan Allah dalam Al-Qur'an menjadikan seseorang dapat tergolong kafir. Ajaran Islam melarang Muslim untuk tidak menaati seruan Allah dalam Al-Qur'an karena menjadikannya orang munafik.  

Target seruan sunting

Seruan kepada para nabi dan kaumnya sunting

Seruan Allah di dalam Al-Qur'an kepada manusia terbagi menjadi dua macam, yaitu seruan dengan menggunakan nama dan seruan dengan menggunakan kemuliaan atau kehormatan.  Allah selalu menyeru kepada para nabi dan rasul-Nya dengan nama mereka, kecuali kepada Nabi Muhammad. Seruan dengan nama nabi antara lain kepada Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa. Sementara seruang kepada Nabi Muhammad dalam seruan kehormatan atau kemuliaan, antara lain hai Nabi, hai Rasul, dan hai orang yang berselimut.[1]

Para umat sebelum umat Nabi Muhammad juga diseru oleh Allah di dalam Al-Qur'an dengan panggilan nama. Misalnya hai Bani Israil. Sementara bagi umat Nabi Muhammad, seruan Allah selalu diawali dengan hai orang-orang yang beriman.[1]

Seruan kepada orang-orang yang beriman sunting

Allah secara khusus menyeru kepada orang-orang yang beriman di dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an.[2] Seruan Allah kepada orang-orang yang beriman selalu diawali dengan kalimat "hai orang-orang yang beriman".[3] Dalam Surah Al-Anfal ayat ke 24, Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya untuk mematuhi seruan-Nya serta mematuhi seruan rasul-Nya.[4] Ayat ini kemudian menjelaskan bahwa seruan Allah dan rasul-Nya selalu bersifat menyeru kepada sesuatu yang memberikan kehidupan bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya.[5]  

Seruan Allah kepada orang-orang yang beriman selalu disertai dengan salah satu dari enam macam kegembiraan. Kegembiraan pertama ialah memperoleh kecintaan dari Allah. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Ma'idah ayat ke-54. Kegembiraan kedua ialah memperoleh pertolongan dari Allah. Hal ini ditegaskan dalam Surah Ar-Rum ayat ke-47. Kegembiraan ketiga ialah memperoleh kejayaan dan kemuliaan dari Allah. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Munafiqun ayat ke-8. Kegembiraan keempat ialah menerima rahmat Allah.  Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat ke-43. Kegembiraan kelima ialah memperoleh karunia yang besar dari Allah. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat ke-47. Kegembiraan keenam ialah memperoleh syafaat dari Allah pada hari kiamat. Hal ini ditegaskan dalam Surah Yunus ayat ke-2.[6]

Topik seruan sunting

Seruan kepada ampunan sunting

Seruan kepada ampunan disebutkan di dalam Al-Qur'an pada Surah Ibrahim ayat ke-10. Tujuan pemberian seruan kepada ampunan adalah memperjelas nikmat dan karunia Allah. Karena pada dasarnya, seruan kepada suatu kaum diawali untuk memperoleh keimanan lalu kemudian menerima ampunan. Pengawalan ampunan dibandingkan keimanan pada ayat ini mengisyaratkan kepada suatu kaum untuk segera beriman.[7]

Pelaksanaan sunting

Suatu seruan Allah hanya akan dapat dilaksanakan ketika seseorang mendengar seruan tersebut. Surah Al-An'am ayat ke-36 memberikan pernyataan bahwa seruan Allah hanya akan dipatuhi oleh orang-orang yang mendengarnya. Mendengar seruan Allah merupakan langkah awal untuk dapat memahami seruan tersebut. Setelah dapat memahami makna dari seruan Allah maka seseorang yang beriman akan dapat mematuhi seruan tersebut.[8]

Penolakan sunting

Individu manusia yang menolak setiap seruan Allah kepadanya dapat digolongkan sebagai orang kafir. Karena dirinya menyalahi tujuan dari pencipaannya yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah. Penolakan kepada setiap seruan Allah menjadikan individu bersifat pembangkang, tidak tahu berterima kasih dan tidak tahu hakikat dirinya diciptakan oleh Allah.[9]

Larangan sunting

Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk tetap taat kepada Allah dan rasul-Nya berkaitan dengan setiap seruan Allah yang didengarnya.[10] Allah melarang orang-orang beriman bersikap seperti sikap orang munafik. Pengingkaran terjadi di dalam hati orang-orang munafik. Mereka tidak mendengar seruan Allah, tetapi malah mengatakan bahwa mereka mendengarnya.[11]

Hikmah sunting

Kehidupan yang bermanfaat sunting

Segala seruan Allah di dalam Al-Qur'an selalu memberikan kehidupan yang bermanfaat banyak bagi manusia. Dua ayat dalam Al-Qur'an yang menegaskan hal ini ialah Surah Yunus ayat ke-57 dan Surah Al-Anfal ayat ke-24. Segala seruan Allah yang dpatuhi oleh manusia melalui fisik dan jiwa membuat kehidupan manusia berbeda dengan hewan ternak.[12] Surah Yasin ayat ke-21 menyatakan bahwa manusia yang menyampaikan seruan Allah adalah yang memperoleh petunjuk dari Allah.[13]

Mematuhi seruan Allah membuat manusia memiliki kehidupan dengan hati yang tidak sepenuhnya dikendalikan oleh syahwat semata. Kepatuhan terhadap seruan Allah juga memberikan akal kehidupan yang terbebas dari keraguan dan kebodohan. Seruan Allah juga membuat manusia terbebas dari penyembahan berhala. Manusia juga menjadi memiliki harga diri yang mulia dengan mematuhi seruan Allah.[14]

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ a b Buhairi 2012, hlm. 3.
  2. ^ Yani, Ahmad (2013). 170 Materi Dakwah Pilihan (PDF). Jakarta: Al-Qalam. hlm. 19. ISBN 978-602-250-209-8. 
  3. ^ al-Qarni, Aidh (Februari 2015). Kembali ke Islam. Gema Insani. hlm. 31. ISBN 978-602-250-257-9. 
  4. ^ Rauf, Feisal Abdul (November 2007). Seruan Azan dari Puing WTC: Dakwah Islam di Jantung Amerika Pasca 9/11 [What's Right with Islam: A New Vision for Muslims and the West]. Diterjemahkan oleh Mardina, D., dan Atmoko, M. R. Bandung: Penerbit Mizan. hlm. 78. ISBN 979-433-482-0. 
  5. ^ Ghazali, M. Y. A., dkk. (Mei 2019). Ensiklopedia Al-Qur'an dan Hadis Per Tema: Bagian 3 Jalan Menuju Keselamatan. PT Elex Media Komputindo. hlm. 57. ISBN 978-602-04-9550-7. 
  6. ^ Buhairi 2012, hlm. 3-4.
  7. ^ Quthb, Sayyid (1992). Tafsir fi Zhilalil Qur'an: Di Bawah Naungan Al-Qur'an Jilid 13 [Fi Zhilalil Qur'an]. Diterjemahkan oleh Yasin, A., dkk. Jakarta: Gema Insani. hlm. 127. ISBN 979-561-640-4. 
  8. ^ Abdurrahim, Ramdhani (Oktober 2016). 20 Jalan Keberuntungan dan Penyebab Kerugian dalam Pandangan Alquran. Jakarta: Amzah. hlm. 84. ISBN 978-602-0875-12-5. 
  9. ^ Hehamahua, Abdullah (2016). Dasopang, S. E., Mulawarman, A. D., dan Azwar, ed. Membedah Keberagaman Umat Islam Indonesia: Menuju Masyarakat Madani. Jakarta Selatan: Yayasan Rumah Peneleh. hlm. 1240. ISBN 978-602-53214-0-5. 
  10. ^ Metode dan Panduan Memahami Al-Qur'an Secara Mendalam: Meraih Akhlak Mulia. Yans Publisher. November 2019. hlm. 516. 
  11. ^ Ibrahim, Muslimin (Maret 2021). Panggilan Allah SWT dalam Al Qur'an untuk Orang Beriman. Sidoarjo: Zifatama Jawara. hlm. 43. ISBN 978-623-7748-69-4. 
  12. ^ Ad-Dumaiji, Abdullah bin Umar (2006). At-Tawakkal Alallah Ta'ala: Hakikat, Sudut Pandang Aqidah, Urgensi, Buah, Macam-Macam, Sebab-Sebab yang Terkait, dan Fenomena Lemahnya Tawakkal [At-Tawakkul 'ala Allah wa Alaqatuhu bi Al-Asbab]. Diterjemahkan oleh Asmuni. Jakarta: Darul Falah. hlm. 20. ISBN 979-3036-36-2. 
  13. ^ Yusuf, M. Yunan (2019). Tafsir Al-Qur'an Juz XXII: Juz "Wa Man Yaqnut Al-Izza" (Kemuliaan). Tangerang: Penerbit Lentera Hati. hlm. 495. ISBN 978-602-7720-96-1. 
  14. ^ el-Shazley, K., dkk. (Juni 2012). Cesodoria, S., Perdana, M., dan Fikar, D., ed. Hidup Bahagia hingga Akhirat: Cinta, Komunikasi, Emosi, Spiritual dan Keluarga. Diterjemahkan oleh Mas'ulah, N., dkk. Jakarta Timur: Akbarmedia. hlm. 236. ISBN 978-979-9533-47-0. 

Daftar pustaka sunting