Shi Jianqiao (Hanzi sederhana: ; Hanzi tradisional: ; Pinyin: Shī Jiànqiào; Wade–Giles: Shih Chien-chʻiao, lahir 1905[1] atau 1906[2] – meninggal 27 Agustus 1979) adalah anak perempuan dari perwira militer Tiongkok, Shi Congbin, yang mati dibunuh dan kemudian kematiannya dibalas oleh putrinya Shi Jianqiao dengan membunuh mantan panglima perang Sun Chuanfang.[2][3] Pembunuhan balas dendam dan proses hukum yang diikuti oleh Shi Jianqiao mendapatkan publikasi secara luas pada saat itu dan mengundang perdebatan publik tentang konsep berbakti kepada orang tua dan perihal aturan hukum.[2][4]

Shi Jianqiao
LahirShi Gulan
1905[1] atau 1906[2]
Desa Shazigang, Kota Tongcheng, Provinsi Anhui, Kekaisaran Qing
Meninggal27 Agustus 1979 (umur 73–74)
KebangsaanTiongkok
Dikenal atasmembunuh panglima perang Sun Chuanfang

Nama sunting

Shi Jianqiao terlahir dengan nama asli Shi Gulan, (Hanzi sederhana: ; Hanzi tradisional: ; Pinyin: Shīlán; Wade–Giles: Shih Ku-lan; harfiah: 'Anggrek Lembah').[2] Ia mengadopsi nama Shi Jianqiao pada saat merencanakan pembunuhan terhadap Sun Chuanfang untuk membalas pembunuhan ayahnya.[2] Karakter dari nama barunya berarti "pedang" dan "untuk mengangkat" mengacu pada peran yang direncanakan olehnya sebagai pembunuh yang membalas dendam.[2]

Latar belakang sunting

Shi Jianqiao lahir di Kota Tongcheng, Provinsi Anhui, di desa kecil bernama Shazigang.[2] Ketika kakeknya menjadi seorang petani dan penjual tahu, ayah dan salah satu pamannya bangkit untuk menjadi tentara yang berprestasi, dan menyebabkan peningkatan status sosial keluarga mereka.[2] Ia dibesarkan di Jinan, Provinsi Shandong dan mengikuti tradisi mengikat kaki ketika masih muda.[1] Pada tahun 1925, ayahnya dipromosikan menjadi direktur urusan militer di Provinsi Shandong dan menjabat sebagai komandan brigade di bawah panglima perang lokal Zhang Zongchang.[2] Zhang Zongchang dan Shi Congbin menjadi sekutu dekat dibawah faksi militer klik Fengtian, salah satu dari dua faksi utama panglima perang yang bersaing pada saat itu.

Pada bulan Oktober 1925, selama perang kedua antara klik panglima perang Zhili dan Fengtian, ayahnya, Shi Congbin, memimpin brigade tentara bayaran dalam upaya untuk menguasai kota Guzhen, Shandong.[2] Namun, ia dan pasukannya dikepung oleh sebuah pasukan dari kelompok Zhili yang dipimpin oleh Sun Chuanfang, mereka melancarkan serangan balasan mengejutkan terhadap pasukan Fengtian tersebut.[2] Keesokan harinya, Sun memenggal kepala Shi dan kepalanya yang terpenggal ditampilkan di depan umum di stasiun kereta api Bengbu, Anhui.[2] Kurang dari dua tahun kemudian, pada awal tahun 1927, Sun Chuanfang digulingkan lewat Ekspedisi Utara,[2] sebuah kampanye militer yang dilakukan oleh Kuomintang bertujuan untuk mengakhiri kekuasaan para panglima perang lokal. Sun Chuanfang pensiun dari karier militernya dan mendirikan masyarakat Buddha Tianjin Qingxiu (Hanzi: ; Pinyin: Tiānjīn jiào shìlín) bersama dengan mantan rekan panglima perangnya Jin Yunpeng.[2]

Balas dendam sunting

 
Pamflet yang disebarkan Shi Jianqiao didalamnya terdapat sidik jarinya

Sekitar 10 tahun setelah kematian ayahnya, Shi Jianqiao melacak keberadaan Sun Chuanfang di Tianjin.[2] Tidak lama setelah jam 3 sore tanggal 13 November 1935, ia mendekati Sun Chuanfang dari belakang ketika Sun sedang memimpin sebuah sesi ibadah bersama masyarakat Buddha di Jalan Nanma.[2] Ia kemudian membunuh mantan panglima perang yang sedang berlutut itu dengan menembaknya sebanyak tiga kali dengan pistol Browning miliknya.[2] Setelah pembunuhan itu, ia tetap berada di tempat kejadian perkara untuk menjelaskan perbuatannya dan menyebarkan pamflet stensil kepada para saksi.[2] Kasusnya menarik perhatian publik dan media yang begitu besar.[2][5] Setelah proses hukum yang panjang dengan pengajuan dua kali banding hingga ke tingkat Mahkamah Agung di Nanjing[2] dan mengadu sentimen publik terhadap aturan hukum,[4][6] ia akhirnya diberi pengampunan negara oleh pemerintah Nasionalis[2] pada 14 Oktober 1936. Pembunuhan terhadap Sun Chuanfang secara etis dibenarkan sebagai tindakan berbakti kepada orang tua[3][7] dan berubah menjadi simbol politik dari pembalasan yang sah terhadap penjajah Jepang.[5][7]

Kehidupan setelahnya dan kematian sunting

Pada tahun 1949, Shi Jianqiao terpilih sebagai wakil ketua Federasi Perempuan Suzhou.[1] Pada tahun 1957, ia diangkat menjadi anggota Komite Kota Beijing pada Konferensi Permusyawaratan Politik Rakyat Tiongkok.[1]

Shi Jianqiao meninggal dunia pada tahun 1979, tak lama setelah menjalankan operasi kanker usus besar.[1] Abu jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Tianling Barat (Hanzi: 西; Pinyin: Xi Tiānlíng Gōng) yang terletak di Kota Suzhou.[1]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g Fang, Qian (2010). "民国第一女刺客施剑翘" [The Republic of China's first female assassin, Shi Jianqiao] (dalam bahasa Tiongkok). CPC Zongyang County Propaganda Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-31. Diakses tanggal 2018-11-11. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Eugenia Lean (2007). Public passions: The Case of Shi Jianqiao, Mass Culture and Collective Sentiment in Republican China. University of California Press. hlm. 290. ISBN 0520247183. 
  3. ^ a b Haiyan Lee (2007). Revolution of the Heart: A Genealogy of Love in China, 1900-1950. Stanford University Press. hlm. 364. ISBN 0804754179. 
  4. ^ a b Ocko, Jonathan K.; Gilmartin, David (Februari 2009), "State, sovereignty, and the people: A comparison of the "Rule of Law" in China and India", The Journal of Asian Studies, 68 (1): 55–133, doi:10.1017/s0021911809000084 
  5. ^ a b Shu, Sheng-Chi (2009). Transregional Networking in the Chinese Journalistic Diaspora: Hu Wenhu/Sin Chew Jit Poh and Guomindang China, 1929–1937 (Tesis Master Thesis). National University of Singapore. 
  6. ^ Asen, Daniel (2009), "Approaching Law and Exhausting its (Social) Principles: Jurisprudence as Social Science in Early 20th Century China", Spontaneous Generations: A Journal for the History and Philosophy of Science, 2 (1): 213–237, doi:10.4245/sponge.v2i1.3511 
  7. ^ a b He, Qiliang (2010), "Scandal and the New Woman: Identities and Media Culture in 1920s China" (PDF), Studies on Asia, IV, 1 (1): 1–28, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-09-12