Silat buah tujuh
artikel ini tidak memiliki pranala ke artikel lain. |
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Silat Buah Tujuh adalah suatu aliran beladiri yang cukup dikenal di kawasan Indragiri Hilir, dan daerah-daerah sepanjang pesisir Sungai Indragiri. Dikawasan ini, Buah Tujuh berkembang bersama beladiri silat lain diantaranya Silat Kuntau, Silat Sinding dan Silat Pangean. Beladiri ini, sebagaimana aliran beladiri lainnya yang merupakan warisan leluhur, diajarkan secara turun temurun dari orang tua kepada anak turunannya. Buah Tujuh tidak diajarkan di tengah tanah lapang sebagaimana beladiri masa kini, akan tetapi diajarkan di dalam ruangan tertutup, biasanya di dalam rumah atau gelanggang tertutup yang tidak dapat dengan mudah diketahui oleh orang lain.
Buah Tujuh merupakan suatu jenis beladiri silat yang bersifat Offensive, sedikit bertahan dan menyerang secara penuh. Serangan yang dilakukan dalam Buah tujuh, menyasar kepada 7 titik lemah lawan, dan diserang secara sistematis untuk memastikan lawan lumpuh dalam satu kali serangan yang efektif. 7 titik kelemahan lawan, juga tersusun secara sistematis, dimana titik lemah yang tidak menyebabkan kematian, dianalogikan sebagai Buah kesatu. Sedangkan titik lemah yang paling mematikan, dianalogikan sebagai Buah ketujuh. Silat Buah Tujuh ini adalah beladiri yang bersifat sangat jantan, dimana lawan dihadapi dalam jarak dekat, yang sering kali menggunakan senjata tajam khas silat yang berkembang di sumatera seperti pisau, lading, keris, kerambit, badik, parang atau Tombak.
Buah Tujuh tidak memiliki pola gerakan yang bersifat seni tinggi seperti yang dapat di tampilkan didepan khalayak umum misalnya sebagai persembahan atau pagelaran, yang sering kali disebut sebagai 'Bunga'. Buah Tujuh merupakan Jenis beladiri yang memiliki pola adaptasi tinggi, dimana gerakan lawan yang sedang menyerang, tidak ditangkis atau ditahan, justru menyongsong serangan dengan satu atau dua serangan yang menyasar langsung ke titik yang mematikan. Karena hal tersebut, beladiri Silat Buah Tujuh sulit agak sulit berkembang karena benar-benar mengandalkan naluri dan insting menyerang, sedikit bertahan pada saat menghadapi lawan tanpa menunjukkan gerakan indah yang memanipulasi lawan.
Salah satu praktisi yang pernah dikenal mengajarkan beladiri Silat Buah Tujuh ini adalah Haji Ajak (alm), yang berasal dari Sapat, Kuala Indragiri, Provinsi Riau. Diapun mengajarkan beladiri ini kepada anak-anaknya. Akan tetapi, saat ini gaung Silat Buah Tujuh ini nyaris tak terdengar lagi. Hal ini mungkin karena kekurangtarikan generasi muda terhadap kekayaan khasanah budaya bangsa Indonesia, utamanya terhadap seni Beladiri warisan leluhur yang lebih sering dicap sebagai mainan kampung.