Sining
SIning adalah salah satu tari khas masyarakat Gayo. Tari ini mulai dipentaskan pada akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Sining dipentaskan untuk mengawali pembuatan rumah baru dan penobatan raja. Tari ini dipentaskan di atas kayu antara dua pondasi yang tinggi, di lapangan, ataupun di tepi danau. Gerakannya menyerupai gerakan burung. Tari ini dimaknai sebagai simbol kekuatan, kedamaian dan keselarasan penghuni rumah dan alam semesta.[1]
Mantra
suntingMantra dalam tari Sining adalah:[1]
Hééé Kayu ari uten rime simӧrip wan arul pematang, (Wahai kayu dari hutan rimba yang hidup di lembah dan ketinggian,)
Bur ijo tingir I sagi ni karang (Gunung biru curam di tepi tebing)
Tabi ko ulung ranting cabang, batang lesuh rues rantang (Maaf kepada daun ranting cabang, batang lurus ruas angina)
Sibergel Jempa, Gesing, Kuli, Keruwing atawe Medang (Yang bernama Jempa, Gesing, Kuli, Keruwing ataupun Medang)
Tuahmu bang si cacak bepilih kati kutebang (Tuahmulah yang layak bepilih hendak kutebang)
Malé kurasuk, kupantik kin reje tiang (Akan kurasuk susun, kutegakkan unutk reje tiang)
Penupang ni supu, sesérénni rering (Penopang atap supu, tempat sandaran dinding)
Sike ko kaso turun, bere bujur, ko bere lintang. (Kaulah kayu turun, balok bujur, kaulah balok lintang.)
Pada awalnya, mantra dalam tari Sining dibacakan oleh seorang yang ahli dalam ilmu gaib dan tokoh masyarakat yang disebut Shaman. Kini, pembacaan mantra langsung dilakukan oleh para penari. Pembacaan mantra dimulai saat penari turun dari papan kayu dan mulai mengibaskan selendangnya menyerupai gerakan burung. Para penari harus menutup mata dan mengangkat tangannya ke arah langit. Ini dilakukan sebagai bentuk meminta izin kepada alam semesta agar terlindungi dari gangguan dan bahaya. Selain itu, ini diyakini dapat memperkuat rumah serta mampu menunjukkan arah kiblat dan bagian rumah yang dapat dihuni.[2]
Gerakan
suntingTari Sining tidak memiliki pola tertentu dalam gerakannya. Beberapa jenis gerakan dapat diulang-ulang pada tiap babak tari. Unsur dasar dalam Sining adalah gerakan kepala, badan, tangan dan kaki. Bagian kepala memiliki 9 unsur sikap dan 8 unsur gerak. Bagian badan memilikii 6 unsur sikap dan 10 unsur gerak. Bagian tangan memiliki 8 unsur sikap dan 8 unsur gerak. Sedangkan bagian kaki memiliki 9 unsur sikap dan 8 unsur gerak.[3]
Pemaknaan
suntingSining digunakan sebagai acara pembuka pembuatan rumah baru. Tiang-tiang pada rumah memiliki tinggi 8 sampai 12 meter dan diyakini saling berhubungan satu sama lain. Tari Sining juga digunakan sebagai acara pembuka sebelum memandikan atau menyambut pemimpin baru. Sining ditarikan bersama dengan pengucapan mantra. Pengucapan mantra diyakini sebagai simbol kekuatan bagi bangunan, keteduhan bagi pemilik dan penghuninya serta sebagai tempat berkumpul keluarga.[4]
Referensi
sunting- ^ a b nasution, miftah (2019-02-27). "Sining, Tarian Dari Dataran Tinggi Gayo Yang Hampir Punah". Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-16.
- ^ Ulfa, M., Ramdiana, dan Nurlaili 2018, hlm. 380–381.
- ^ Chairunnisa, Supadmi, T, dan Nurlaili (Agustus 2017). "Analisis Struktur Tari Sining di Aceh Tengah". Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik. 2 (3): 209.
- ^ Ulfa, Ramdiana, dan Nurlaili 2018, hlm. 378.
Daftar pustaka
sunting- Ulfa, M., Ramdiana, dan Nurlaili (November 2018). "Mantra dan Gerak Tari Sining". Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik. 3 (4): 378–385.