Situs Gua Gajah
Situs Gua Gajah adalah situs peninggalan Kerajaan Majapahit. Situs ini ditemukan pada tahun 1922, pada waktu L.C Heyting, ia adalah seorang pegawai muda dari Singaraja. Heyting bercerita bahwa ia melihat ada monster bertelinga lebar seperti gajah. Kemudian tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1925 Nieuwenkamp mengunjungi situs tersebut untuk membuktikan apa yang diceritakan oleh Heyting.
Situs Gua Gajah | |
---|---|
Lua error in Modul:Location_map at line 437: Tidak ada nilai yang diberikan untuk garis bujur. | |
Informasi umum | |
Gaya arsitektur | arca |
Negara | Indonesia |
Mulai dibangun | sekitar Kejaraan Majapahit |
Data teknis | |
Sistem struktur | arca-arca pancuran dan kepala gajah seperti raksasi |
Ukuran | tinggi 105 cm |
Situs Gua Gajah dulunya merupakan tempat suci yang terletak di pinggir jalan antara Pliatan dan Bedulu melalui anak sungai Panatu. Kemungkinan Gua Gajah tersebut yang disebut dalam Kakawin Nǎgarakitǎgama (14;30) dalam karangannya Mpu Prapanca pada zaman Majapahit. Lwa Gajah atau Gua Gajah ini terletak di Badahulu (sekarang Bedulu), yang mana merupakan tempat kedudukan seorang tokoh Agama Buddha.[1]
Sejarah Situs Gua Gajah
suntingNama Gua Gajah mungkin berawal dari nama Lwa Gajah dalam Nǎgarakitǎgama yang memiliki arti "Gajar Air", atau mungkin melihat kepala kǎla yang berada di atas pintu masuk gua. Bila diperhatikan dengan seksama, penghias pintu gua tersebut sangat mirip dengan kepala raksasi. Kenapa? Karena terlihat menggunakan anting-anting, raksasi ini bentuknya sangat menyeramkan. mata melotor ke arah kanan, tetapi tidak ada belalainya.
Gua ini menghadap ke selatan, dipahat pada tebing padas yang menjorok keluar. Pahatannya sangat halus dan bagus. Selain itu terdapat relief binatang (Babi dan Kura-kura), raksasa, makhluk-makhluk yang melata yang menghiasi dinding padas yang menjorok tersebut.
Ada lorong berbentuk T dan di dinding lorong tersebut terdapat 15 ceruk/relung. Pintu gua ini memiliki tinggi dua meter dan lebar satu meter. Di dinding muka gua terdapat ceruk/relung yang kosong. Sedangkan di ujung sebelah barar akhir lorong T tersebut ada arca Ganesa bertangan empat, tingginya 105 cm. dan di sebelah timurnya terdapat sebuah lapik dengan tiga buah lingga di atasnya, tingginya 46,5 cm, dan dikelilingi oleh delapan lingga kecil-kecil.
Penelitian Situs Gua Gajah
suntingBanyaknya arca-arca yang terdapat di sana dijadikan bahan penelitian. Kemudian pada tahun 1950 mulai ada perhatian mengenai arca-arca yang banyak ditemukan di sekitaran Gua Gajah ini. Yang awalnya belum dapat dijelaskan tentang beberapa arca pancuran yang banyak ditemukan di sana dan belum diketahui dari mana asalnya, pada akhirnya pada tahun 1954 Krijgsman memimpin rombongan dari Dinas Purbakala melakukan ekskawasi di depan gua. Kemudian ditemukan lagi sepasang kolam (patirthǎn) yang terkait dengan arca pancuran tersebut. dan dari sekian hasil penelitian tersebut, arca-arca punya ciri-ciri arca Buddha yang mempunyai gaya Jawa Tengah. (Noormafmz).[1]
Situs Gua Gajah merupakan salah satu peninggalan sejarah yang bisa dijaga keasliannya, supaya bisa menjadi situs bersejarah yang menjadi bagian situs sejarah Indonesia.
Referensi
sunting- ^ a b Sedyawati, Edi, 1938-. Candi Indonesia. Latief, Feri,, Indonesia. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, (edisi ke-Cetakan pertama). [Jakarta]. ISBN 978-602-17669-3-4. OCLC 886882212.