Spandrel (biologi)

Dalam biologi evolusioner, spandrel adalah sifat fenotipik yang merupakan produk sampingan dari evolusi karakteristik lain, bukan produk langsung dari seleksi adaptif. Stephen Jay Gould dan Richard Lewontin menggunakan istilah tersebut dalam biologi dalam makalah 1979 mereka "The Spandrels of San Marco and the Panglossian Paradigm: A Critique of the Adaptationist Program".[1] Adaptasionisme adalah pandang yang melihat sebagian besar sifat dari suatu organisme sebagai produk adaptif dari seleksi alam. Gould dan Lewontin berusaha meredam apa yang mereka lihat sebagai bias adaptasionis dengan mempromosikan pandangan evolusi yang lebih strukturalis.

Stephen Jay Gould dan Richard Lewontin menggunakan istilah arsitektur spandrel (celah segitiga di sudut sebuah lengkungan) untuk mendeskripsikan produk sampingan evolusi. Basilika Santo Markus, Venesia

Istilah "spandrel" berasal dari arsitektur, yang mengacu pada ruang berbentuk segitiga antara bagian atas sebuah lengkungan dan langit-langit. Ruang-ruang ini tidak benar-benar dimanfaatkan sampai beberapa waktu, ketika seniman menyadari bahwa mereka dapat membuat desain dan mengecat di area kecil ini, meningkatkan desain bangunan secara keseluruhan.

Contoh sprandel

sunting

Dagu manusia

sunting
 

Dagu manusia telah diusulkan sebagai contoh spandrel, karena manusia modern ( Homo sapien ) adalah satu-satunya spesies dengan dagu, fitur anatomi tanpa fungsi yang diketahui.[2] Namun, juga telah disarankan bahwa dagu adalah hasil seleksi, berdasarkan analisis laju evolusi dagu dalam catatan fosil.[3]

Bahasa

sunting

Ada perselisihan di antara para ahli tentang apakah bahasa itu spandrel.

Ahli bahasa Noam Chomsky dan Gould sendiri berpendapat bahwa bahasa manusia mungkin berasal dari sebuah spandrel.[4][5] Chomsky menulis bahwa kemampuan berbahasa, dan sifat dari discrete infinity atau rekursi yang memainkan peran sentral dalam teorinya tata bahasa universal, mungkin telah berevolusi sebagai spandrel.[4] Dalam pandangan ini, Chomsky awalnya menunjuk bahasa sebagai hasil dari meningkatnya ukuran otak dan kompleksitas yang meningkat, walaupun dia tidak memberikan jawaban pasti tentang faktor-faktor apa yang mungkin telah menyebabkan otak mencapai ukuran dan kompleksitas yang menyebabkan discrete infinity. Steven Pinker dan Ray Jackendoff mengatakan kasus Chomsky tidak meyakinkan.[6] Pinker berpendapat bahwa kemampuan berbahasa bukanlah spandrel, melainkan hasil dari seleksi alam.[7]

Referensi

sunting
  1. ^ (Gould and Lewontin 1979)
  2. ^ Yong, E. 2016. We’re the Only Animals With Chins, and No One Knows Why.
  3. ^ Pampush, J. D. 2015. Selection played a role in the evolution of the human chin. Journal of Human Evolution 82:127–136.
  4. ^ a b Chomsky, N., Knowledge of Language: Its Nature, Origin and Use. Praeger, New York. (1986).
  5. ^ Gould, S. J. 1997. Evolution: The Pleasures of Pluralism. New York Review of Books.
  6. ^ Pinker and Jackendoff, 2005
  7. ^ Pinker and Bloom, 1990