Standar ganda

penerapan prinsip yang tidak konsisten

Standar ganda adalah ukuran moral dengan membuat penilaian terhadap subjek yang berbeda, dinilai secara tidak sama dalam suatu kejadian atau objek serupa yang terkesan tidak adil dan proporsional.

Muslim Palestina merupakan korban standar ganda dalam konflik yang sering terjadi yang melibatkannya dengan Pendudukan Israel.

Fatalnya, Kaidah moral ini umumnya di Indonesia digunakan oleh sebagian masyarakat untuk mengadili perilaku sebagian masyarakat lain yang berbeda prinsip atau keyakinan atau aturan-aturan agama. Walaupun penilaian moral tersebut cenderung kepada keberpihakan atas kelompok, agama, dan ras.

Justifikasi atas standar ganda hanya bisa dirasakan secara moral, namun tidak bisa dijadikan sebagai justifikasi hukum.

Standar ganda diperkenalkan sejak tahun 1872 terhadap fakta struktur moral yang sering diterapkan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan bermasyarakat.[1][2]

Fenomena standar ganda sunting

Hubungan seksual sunting

Misalnya, seorang laki-laki yang mempunyai banyak pasangan dalam melakukan hubungan seks dianggap hebat, sementara seorang perempuan yang melakukan hal yang sama akan dianggap murahan. Contoh lainnya, perempuan sering dituntut tetap perawan pada hari pernikahannya, sementara laki-laki biasanya tidak dituntut seperti itu. Kalaupun laki-laki itu sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum hari pernikahannya, hal itu dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

Referensi sunting

  1. ^ "Unjust Judgments on Subjects of Morality". The Ecclesiastical Observer. London: Arthur Hall and Co. XXV: 167–170. April 1, 1872. 
  2. ^ Josephine E. Butler (Nov 27, 1886). "The Double Standard of Morality". Friends' Intelligencer and Journal. Philadelphia: Friends' Intelligencer Association. XLIII (48): 757–758.