Studi perbandingan Kekaisaran Romawi dan Han
Studi perbandingan Kekaisaran Romawi dan Han merupakan sejumlah riset sejarah perbandingan yang melibatkan studi terhadap sejarah Kekaisaran Romawi dan Dinasti Han. Pada puncaknya, kedua kekaisaran ini menguasai setengah populasi dunia[1] dan meninggalkan warisan politik, sosial, dan budaya yang bertahan lama hingga saat ini; studi perbandingan sebagian besar berfokus pada skala serupa pada puncaknya dan pada sinkronisme dalam naik dan turunnya.
Kebanyakan studi fokus terhadap satu atau yang lain namun perbandingan kedua negara tersebut telah menarik minat pada abad ke-21. Studi mengkaji konsep etnis, identitas, dan pandangan orang asing. Para ahli juga mengeksplorasi relevansi struktur dan karakteristik kuno dengan hilangnya kepemimpinan dunia oleh Tiongkok dalam apa yang disebut sebagai “Divergensi Besar” Modern Awal.
Latar belakang
suntingOswald Spengler dalam mahakaryanya The Decline of the West (1922) menekankan bahwa perkembangan Tiongkok selama Zaman Negara-Negara Berperang "dalam banyak persamaan" sama dengan perkembangan dunia Mediterania kontemporer (301-50 SM), sedangkan perperangan di Tiongkok pada 368-320 SM memiliki hasil politik yang sama dengan Perang Punik II. Ia menanggap Dinasti Qin sebagai negara "Romawi" ala Tiongkok karena Qin dengan serupa mendirikan kekaisaran dunia di belahan dunianya. Kaisar pertama Tiongkok, Qin Shi Huang menamai dirinya "Shi", secara harafiah sama dengan gelar "Augustus". Ia mulai membangun Tembok Besar Tiongkok dimana Spengler samakan dengan tindakan Augustus membangun sistem pertahanan di Rhein untuk melawan suku barbar (Xiongnu/Jermanik).[2]
Pola politik
suntingSalah satu alasan paling menarik bagi para sejarawan untuk mulai membandingkan Han Tiongkok dan Kekaisaran Romawi adalah naiknya hegemoni politik mereka secara bersamaan di Mediterania dan Asia Timur:[3][4]
- Kedua negara tersebut berdiri sebagai negara berperang di Zaman Poros
- Dinasti Qin menguasai dunianya pada 221 SM, sementara Romawi Kuno menguasai seluruh wilayah Laut Tengah pada 189 SM
- Dinasti Han dan Kekaisaran Romawi berdiri lama sampai Dinasti Han runtuh pada 221, disusul oleh runtuhnya Kekaisaran Romawi pada 395
- Pada abad ke-6, Tiongkok dan Roma mencoba merebut kembali wilayahnya namun dalam pola ini, kedua kekaisaran mulai mengambil jalur yang berbeda - Dinasti Sui berhasil menyatukan Tiongkok kembali sementara Kekaisaran Romawi Timur dibawah Kaisar Yustinianus I gagal
Era Sui-Justinian menandai titik balik ketika kedua peradaban tersebut bergerak ke arah yang berlawanan—Tiongkok tetap bersatu sementara Mediterania tidak pernah mengulangi kesatuan kunonya. Adshead menyebut hal ini sebagai "titik balik besar" bagi "ekspansi di Eropa modern" dan "ledakan di Tiongkok pra-modern".[5] Bagi Scheidel, "perbedaan yang paling mencolok berkaitan dengan kehidupan mereka di akhirat: tidak adanya kerajaan universal di Eropa pasca-Romawi dan rangkaian rekonstruksi di Asia Timur," dan menyesalkan bahwa penyebab perbedaan ini masih diabaikan dalam penelitian.[6]
Lama sejak karya Spengler dan Toynbee, analisis komparatif antara Roma kuno dan Tiongkok serta implikasinya terhadap dunia modern tidak dikembangkan lebih lanjut sampai keruntuhan Uni Soviet pada akhir abad ke-20 yang menyebabkan Amerika Serikat berdiri sebagai negara adidaya tunggal. Peristiwa ini menumbuhkan minat untuk kembali mengkaji topik ini. Saat Perang Melawan Teror, jumlah publikasi mengenai topik ini semakin meningkat[7], diiringi dengan perdebatan mengenai kedua kekaisaran tersebut. Sinologis Yuri Pines menciptakan istilah "imperiologi komparatif".[8] Kekaisaran Romawi kerap disebut sebagai sebuah model terhadap imperialisme Amerika.[9] Dengan Tiongkok kembali berkancah dalam perpolitikan dunia, sejarah akan kembali mencatat hal yang sama seperti kedua kekaisaran pada masa lalu.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Scheidel, Walter, The Stanford Ancient Chinese and Mediterranean Empires Comparative History Project (ACME), Stanford University, diakses tanggal 2009-12-27
- ^ Spengler, Oswald (1922). The Decline of the West: Perspectives on World-History, (tr. Atkinson, Charles Francis, London: George Allen & Unwin LTD), vol II, p 38, 40-42, 416-417, https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.264078/mode/2up?view=theater
- ^ Jenner, William John Francis (March 1990). "Review: China in World History". The China Quarterly. 121 (121): 151. doi:10.1017/S0305741000013722. JSTOR 654084.
- ^ Farmer, Edward (August 1989). "Review: China in World History". The Journal of Asian Studies. 48 (3): 583–584. doi:10.2307/2058649 . JSTOR 2058649.
- ^ Adshead 2000, p 55.
- ^ Scheidel, Walter (2015). State Power in Ancient China and Rome (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-020224-8.
- ^ Vasunia, Phiroze (2011). "Review: The comparative study of empires," Journal of Roman Studies, vol 101: p 235.
- ^ Pines, Yuri & Biran, Michal & Rüpke, Jörg (2011) The Limits of Universal Rule: Eurasian Empires Compared, (New York: Cambridge University Press), p 2-3, https://books.google.com/books?id=eyoNEAAAQBAJ
- ^ Mutschler & Mittag 2008, hlm. xiii.