Sukadana, Tukdana, Indramayu

desa di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat


Sukadana adalah sebuah desa di Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Indonesia.

Sukadana
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenIndramayu
KecamatanTukdana
Kode pos
45270
Kode Kemendagri32.12.30.2011 Edit nilai pada Wikidata
Luas61.750 m2
Jumlah penduduk5000 Jiwa
Kepadatan12,35
Peta
PetaKoordinat: 6°32′8″S 108°18′1″E / 6.53556°S 108.30028°E / -6.53556; 108.30028

Sejarah

sunting

Konon kabarnya di suatu blok kampung terdapat sebuah hamparan hutan yang cukup lebat dan jarang dijamah oleh manusia, sekalipun disana-sini sudahh berdiri kampung disekitarnya, sehingga kampung tersebut terkesan seperti hutan lindung layaknya yang berada ditengah-tengah perkampungan dan menurut kabar dari beberapa sumber menerangkan bahwa hutan dimaksud masih angker. Sehingga tahapan perkembangan kampung dimaksud sangat lamban karena tidak asal manusia bisa memasuki tanpa berbekal ilmu yang tinggi pada saat itu, sesuai dengan petumbuhan pneduduk pada kampung disekitarnya maka lahan pertanian mulai diperebutkan oleh warga yang menguninya kemudian melihat kondisi kampung yang sudah digarap oleh penghuninya sehingga tidak jarang sering terjadi kesalahpahaman akibat kekurangan lahan pertanian. Oleh karena itu para sesepuh dari kampung yang berada disekitar hutan dimaksud mulai membuka kawasan hutan lindung sangat angker yang berada di antara pemukiman dan dinamakan blok DERMAGA MALANG.

Sumber lain menerangkan, bahwa di Desa Sukadana berasal dari “SUKA” artinya senang “DANA” artinya materi. Desa Sukadana berarti senang materi sesuai dengan ciri khas kehidupan masyarakat yang ada rajin menggali potensi yang mendapatkan sumber rejeki sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing. Sebelum menjadi desa tempat yang kita huni sekarang merupakan hamparan yang ditumbuhi oleh pepohonan yang cukup lebat dan hanya terdapat satu jalur jalan setapak yang membujur kearah Timur dan Barat., sehingga penduduk yang menghuni temapt dimaksud menamakan blok Dermaga Malang yang dihuni hanya beberapa orang saja dengan mata pencaharian memanfaatkan lahan dengan menanam beberapa jenis tanaman disela-sela pepohonan besar layaknya seperti hutan lindung yang berada ditengah desa dan cocok untuk lahan mengembala ternak.

Pada suatu hari para para penghuni yang ada pada saat itu sedang giat-giatnya membuka lahan untuk bercocok tanam dengan peralatan sederhana, tiba-tiba para petani dihebohkan oleh hilangnya binatang peliahraan. “SULTAN NURAWAN” yang lepas dari tempat peliharaannya. Saking sayangnya kepada binatang peliharaannnya, yaitu seekor menjangan tanpa tanduk atau disebut menjangan Dugul, konon Sultan Nurawan terus mencarinya dari tempat tinggalnya sendiri yaitu diwilayah Sumber Cirebon hingga sampai ke pedukuhan yang masih kelihatan hutan dan hanya terdapat satu jalur jalan setapak yang disebut blik Dermaga Malang.

Ketika Sultan Nurawan sedang mencari tahu tentang kepergian binatang peliharaannya yang hilang itu kemudian memberitahukan kepada penghuni kampng tersebut tentang tujuan kedatangan Sultan dan sempat beristirahat cukup lama sambil melacak dan mengintai keberadaan menjangan Dugul peliharaannya. Selama Sultan Nurawan berada di pedukuhan “Dermaga Malang” dalam rangka mencari binatang peliharaan kesayangannya, Sultan telah banyak bergaul dengan para penghuni pedukuhan dimaksud dan Sultan merasa betah, karena ada kesamaan dengan tempat kediaman Sultan, sebelum sultan meninggalkan tempat, beliau berpesan kepada para penghuni yang pernah ditemuinya, bahwa tempat ini katanya ada kesamaan dengan tempat kediaman sultan pada saati itu adalah kondisi para petaninya ulet bercocok tanam disamping tanaman padi juga palawija sebagai selingan dan waktu tanamnya diatur sedemikian rupa sehigga bisa menghasilkan uang setiap hari-harinya.

Selanjutnya Sultan Nurawan meninggalkan pedukuhan Dermaga Malang melanjutkan perjalanannya mencari menjangan dugul (menjangan tanpa tanduk) pada saat Sultan sedang menginti dan melacak arah perjalanan menjangan peliharaannya itu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh tetapi tidak dapat melihat seorangpun dan ternyata binatang kesayangannya itu telah terbunuh dan telah dicincang-cincang tanpa mengetahui pelakunya. Akhrinya Sultan Nurawan terpaksa menyerah apa yang telah dilihatnya. Ternyata binatang peliharaannya itu tidak setangguh seperti yang dibayangkan. Selanjutnya Sultan Nurawan berpesan kepada penghuni yang pernah ditemuinya, bahwa tempat dimana menjangan dugul itu terbunuh, pada suatu saat nanti areal itu akan dinamakan “Karanggetas” karena menjangan peliharaannya itu diperkirakan masih mampu dan kebal terhadap tajamnya pisau, namun kenyataannya tidak demikian.

Selanjutnya dimana tempat bekas pencincangan menjangan dugul itu tidak terlihat seorangpun hanya terdengar suara gemuruh seperti terdengar suara orang-orang sedang ada pesta. Sehingga Sulta Nurawan mempunyai pendapat bahwa temapt tersebut kelak akan dinamakan “GEMURUH” setelah melihat tragedi yang mengherankan itu, selanjutnya Sultan Nurawan pamitan untuk kembali ke kediamannya di wilayah Sumber Cirebon dan situasi negara pada saat itu masih dalam negara jajahan Belanda. Sehingga para penghuni pedukuhan dimaksud memilih hidupnya ditengah hutan agar tidak bentrok dengan pemahaman kolonial Belanda. Dan pada tahun 1887 penghuni pedukuhan sepakat untuk memilih pemimpin dalam hal ini disebut Kuwu, pada saat itu yang terpilih adalah Bapak. H. Tawiyah Idris, mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya untuk melindungi warganya berkeinginan untuk mensejahterakan berdasarkan kesepakatan para sesepuh yang ada pada saat itu bahwa blok Dermaga Malang namanya diubah menjadi Desa Sukadana, dengan alasan ingin mengubah derajat warga, maka berdasarkan urun rembug dengan para seseuh warga dimaksud yang dipimpin oleh bapak kuwu, bahwa dusun tersebut dinamakan Desa Sukadana, hal ini diputuskan mengambil sejarah dari seekor menjangan Dugul yang awalnya dipelihara oleh Sultan dari Desa Sukadan, Sumber Cirebon atau sekitar “Talun Cirebon Girang” dan berakhir ajalnya didaerah dusun dermaga Malang tepatnya diblok Gemuruh, menjadi tumbal untuk kejayaan Desa Sukadana dimasa mendatang.