Suku Sentani

suku bangsa di Indonesia

Suku Sentani adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.[1] Terutama di sekitar danau Sentani dan sebagian kotamadya Jayapura. Jumlah populasinya sekitar 30.000 jiwa.[1]

Sentani
Jumlah populasi
30.000[1]
Daerah dengan populasi signifikan
Papua (Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura)
Bahasa
Sentani, Melayu Papua, dan Indonesia
Agama
Kekristenan (terutama Protestan), Islam
Kelompok etnik terkait
Enggros • Moy • Tobati

Distribusi sunting

Permukiman suku Sentani terpusat di tiga wilayah geografis. Pertama, kelompok barat yang terkonsentrasi di Pulau Yonokom. Di pulau ini terdapat beberapa kampung seperti Doyo, Sosiri, Yakonde, dan Dondai. Di daratan sebelah barat pulau ini berdiam suku Moy di kampung-kampung, seperti Sabron Yaru, Dosai, Waibon, dan Maribu. Mereka memiliki dialek sendiri.

Kedua, kelompok timur yang terkonsentrasi di Pulau Asei. Kelompok ini tersebar dalam empat kampung, yaitu Ayapo, Asei Kecil, Waena, dan Yoka. Ketiga, kelompok tengah yang terkonsentrasi di Pulau Ifar. Kampung-kampung mereka adalah Kabetrow, Ifar Besar, Ifar Kecil, dan Yoboi.[1]

Budaya sunting

Perlu diketahui bahwa suku Sentani menggunakan bahasa yang termasuk Rumpun bahasa Trans-Nugini dan bukanlah Austronesia. Akan tetapi beberapa contoh budaya Sentani adalah budaya Austronesia.[2]

Rumah tradisional sunting

Konstruksi rumah Sentani merupakan rumah panggung yang menggunakan kayu sowang (Xanthostemon sp.) yang ditancapkan ke dasar danau, berdinding pelepah sagu, memiliki lantai dari papan batang sagu, dan beratap daun sagu.[2]

Gerabah sunting

Penggunaan gerabah tidak ditemukan di daerah lain di Papua kecuali di pesisir utara Papua, khususnya suku sentani dan Kurudu. Pusat kebudayaan gerabah Sentani terletak di Abar. Gerabah Abar ini dibuat menggunakan pasir dan tanah liat dan bisa berupa tempayan besar yang disebut hele untuk menyimpan tepung sagu atau air, atau berbentuk tempayan kecil yang disebut helai yang digunakan untuk memasak ikan, belut, siput, dan lain lain. Sedangkan kende merupakan piring lonjong untuk tempat hidangan.[2]

Tato sunting

 
Cetakan Tato yang ditemukan saat Ekspedisi Wichmann di utara pulau Papua, 1903, ditekankan ke kulit untuk memberi bekas dan alur tato.

Budaya Tato juga merupakan contoh budaya Austronesia yang dimiliki oleh suku Sentani yang biasanya dipakai di wajah, tangan dan kaki. Tato adalah simbol kekuasaan, kecantikan, dan status sosial dalam masyarakat. Jenis tato akan bervariasi bergantung pada status sosial seperti Ondofolo, pemimpin adat tertinggi; kotekol, kepala suku; yobu/yoholom, masyarakat biasa. Cara pentatoan menggunakam duri sagu atau duri umbi yang menggunakan campuran getah dan arang. Pria akan menggunakan tato pada hidung dan dahi dengan desain simpel, sedangkan wanita menggunakan desain lebih rumit pada dahi, punggung, lengan dan betis.[2]


Referensi sunting

  1. ^ a b c d Zulyani,, Hidayah,. Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia (edisi ke-Edisi kedua). Jakarta. ISBN 9789794619292. OCLC 913647590. 
  2. ^ a b c d Suroto, Hari (2017-07-31). "BUDAYA AUSTRONESIA Dl KAWASAN DANAU SENTANI". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua Barat. 8 (2): 121–128. doi:10.24832/papua.v8i2 . ISSN 2085-9767. Diakses tanggal 2023-02-1.