Sultan Alauddin merupakan raja ke-14 Gowa dan raja pertama yang masuk Islam ketika memerintah. Ia merupakan anak dari raja kedua belas Tunijalloq. Alauddin dilahirkan dengan nama I Mangerangi, gelar bangsawannya I Daeng Manrabbia. Setelah kekuasaan saudaranya Tunipasuluq ditumbangkan, I Mangerangi yang saat itu masih berusia tujuh tahun diangkat menjadi Karaeng Gowa oleh tumabicara butta Makassar Karaeng Matoaya.

Sultan Alauddin
Karaeng Gowa
Berkuasa1593 hingga 15 Juni 1639
PendahuluTunipasulu'
PenerusTumamenang ri Papambatuna
Kelahiran1586
Kematian15 Juni 1639 (53 tahun)
Somba Opu
KeturunanSultan Malikussaid (Tumamenang ri Papambatuna)
Nama lengkap
I Mangerangi Daeng Manrabbia
Nama anumerta
Tumenanga ri Gaukanna
AyahTunijalloq
AgamaAnimisme, kemudian Islam

Datuk ri Bandang, seorang pendakwah Minangkabau yang berasal dari Koto Tangah, mengislamkan I Mangerangi pada tanggal 22 September 1605. Semenjak itu, I Mangerangi memimpin dengan gelar Sultan Alauddin. Pada masa pemerintahannya dan Karaeng Matoaya, Kesultanan Makassar melakukan ekspansi besar-besaran. Pada tanggal 10 Juni 1639, Alauddin jatuh sakit ketika berada di Cikkoang; lima hari kemudian ia meninggal di Somba Opu.

Penerimaan Islam

sunting

Pada tahun 1605, Datuk ri Bandang menyebarkan agama Islam di Kerajaan Gowa. Dato ri Bandang adalah seorang ulama yang berasal dari Minangkabau. I Mangerangi Daeng Manrabbia yang saat itu menjadi Raja Gowa yang ke-14, memeluk Islam pada tanggal 9 Jumadil Awal 1051 Hijriah. Setelah menjadi muslim, I Mangerangi Daeng Manrabbia memperoleh gelar sebagai Sultan Alauddin.

Perluasan wilayah kekuasaan

sunting

Kerajaan Gowa telah memulai penaklukan Kerajaan Bone dengan mengadakan serangan sebanyak lima kali sejak tahun 1562. Sultan Alauddin selaku Sultan Gowa melanjutkan ekspansi militer yang keenam ke daerah Kerajaan Bone. Saat itu, Kerajaan Bone dipimpin oleh La Tenrirua. Alasan yang melandasi tindakannya ini adalah penyebaran Islam. Kerajaan Gowa akhirnya mampu menaklukkan Kerajaan Bone pada serangan ini. Hasil dari ekspansi ini membuat La Tenrirua menjadi muslim. Namun terjadi penolakan oleh rakyat dan Hadat Tujuh Kerajaan Bone. Sehingga, posisi La Tenrirua sebagai raja digantikan oleh La Tenripale (1611-1613).[1]

Pada masa Sultan Alauddin, dibangun dua benteng yang tujuannya untuk memperkuat pertahanan istana raja di Somba Opu. Kedua benteng ini bernama Benteng Ana Gowa dan Benteng Garassi.

Perdagangan

sunting

Sultan Alauddin menerapkan sikap keterbukaan kepada para pedagang asing, sehingga para penguasa lokal dalam wilayah Kesultanan Makassar menerima kedatangan para pedagang dari manapun. Keterbukaan Sultan Alauddin dinyatakannya dengan menyatakan deklarasi tentang kemerdekaan berdagang di wilayah laut Kesultanan Makassar.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Patarai, Muhammad Idris, ed. (2016). Arung Palakka Sang Fenomenal (PDF). Makassar: De La Macca. hlm. 69. ISBN 978-602-263-089 0. 
  2. ^ Tol, R., Dijk, K. v., dan Acciaoli, G., ed. (2009). "Pendahuluan". Kuasa dan Usaha di Masyarakat Sulawesi Selatan [Authority and enterprise among the peoples of South Sulawesi]. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Ininnawa. Makassar dan Jakarta: Penerbit Ininnawa dan KITLV Jakarta. ISBN 978-979-98499-7-7. 

Daftar pustaka

sunting