Sunan Bonang

penyebar agama Islam di Indonesia

Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465 di Rembang dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Beliau adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila.

As-Sayid As-Syarif

Raden Sayid Maulana Makhdum Ibrahim

( Sunan Bonang )

(Bong Tak An)
Imam Masjid Demak Ke - 1
Masa jabatan
1490 – 1506/12 (?)
Sebelum
Pendahulu
Jabatan Baru
Informasi pribadi
Lahir
Maulana Makhdum Ibrahim

1465 (1465)
Meninggal1525
AgamaIslam
Anakd Maulana Makhdum Husein / Sayid Husein (Makhdum Sampang)
Orang tua
DenominasiSunni
Dikenal sebagaiWali Songo
Pemimpin Muslim
PendahuluMaulana Hasanuddin
PenerusRaden Husamuddin (Sunan Lamongan)

Pendidikan sunting

Dalam hal pendidikan, Sunan Bonang belajar pengetahuan dan ilmu agama dari ayahandanya sendiri, yaitu Sunan Ampel. Ia belajar bersama santri-santri Sunan Ampel yang lain seperti Sunan Giri, Raden Patah dan Raden Kusen.

Selain dari Sunan Ampel, Sunan Bonang juga menuntut ilmu kepada Syaikh Maulana Ishak, yaitu sewaktu bersama-sama Raden Paku Sunan Giri ke Malaka dalam perjalanan haji ke tanah suci.

Sunan Bonang dikenal sebagai seorang penyebar Islam yang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan ilmu silat dengan kesaktian dan kedigdayaan menakjubkan.

Bahkan, masyarakat mengenal Sunan Bonang sebagai seseorang yang sangat pandai mencari sumber air di tempat-tempat yang sulit air.

Babad Daha-Kediri menggambarkan bagaimana Sunan Bonang dengan pengetahuannya yang luar biasa bisa mengubah aliran Sungai Brantas, sehingga menjadikan daerah yang enggan menerima dakwah Islam di sepanjang aliran sungai menjadi kekurangan air, bahkan sebagian yang lain mengalami banjir.

Sepanjang perdebatan dengan tokoh Buto Locaya yang selalu mengecam tindakan dakwah Sunan Bonang, terlihat sekali bahwa tokoh Buto Locaya itu tidak kuasa menghadapi kesaktian yang dimiliki Sunan Bonang.

Demikian juga dengan tokoh Nyai Pluncing, yang kiranya seorang bhairawi penerus ajaran ilmu hitam Calon Arang, yang dapat dikalahkan oleh Sunan Bonang.[1]

Karya Sastra sunting

Sunan Bonang banyak mengubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga mengubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.

Ada pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti Schrieke disebut Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh G.W.J. Drewes, seorang pakar Belanda lainnya, dianggap bukan karya Sunan Bonang, melainkan dianggapkan sebagai karyanya.

Dia juga menulis sebuah kitab yang berisikan tentang Ilmu Tasawwuf berjudul Tanbihul Ghofilin. Kitab setebal 234 halaman ini sudah sangat populer dikalangan para santri.

Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.

Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa

Keilmuan sunting

Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian dia kombinasi dengan kesimbangan pernapasan[butuh rujukan] yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ا ل م ) yang artinya hanya Allah SWT yang tahu.

Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Dia ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya'. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-Qur'an.

Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia.

Dalam budaya populer sunting

Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim. Beliau putra dari Sunan Ampel, yang berarti beliau adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Berikut Nasab lengkapnya menurut Kitab Tarikh Aulia dari KH Bisri Mustofa [2][3] dan Kitab Syamsu Dzahirah[4]:

  1. Rasulullah SAW.
  2. Fatimah Az-Zahra
  3. Husain bin Ali
  4. Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad al-Baqir
  6. Ja’far ash-Shadiq
  7. Ali Al Uraidhi
  8. Muhammad an-Naqib
  9. Isa ar-Rumi
  10. Ahmad al-Muhajir
  11. Sayyid Muhammad
  12. Sayyid Alwi
  13. Ali Khali’ Qasam
  14. Muhammad Shahib Mirbath
  15. Muhammad al-Faqih Muqaddam
  16. Abdul Malik bin Alwi
  17. Sayyid Abdullah Azmatkhan
  18. Husein Jalaluddin Al Bukhori
  19. Ahmad Al Kabir
  20. Jalaluddin Husein
  21. Mahmud Nasiruddin Mahmudinil Kubro
  22. Jamaluddin Akbar (Jumadil Kubro)
  23. Ibrahim Asmoroqondi (Samarkand & Tuban)
  24. Raden Ali Rahmatullah Sunan Ampel
  25. Sunan Bonang Makhdum Ibrahim

Kutipan sunting

  1. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 229.
  2. ^ https://jurnalnu.com/index.php/as/article/download/267/128
  3. ^ https://www.scribd.com/document/412157659/Silsilah-Wali-Songo-Berdasar-Kitab-Tarikh-Al-Auliya-Karya-KH-Mustofa-Bisri
  4. ^ https://www.laduni.id/kitab/post/read/692/kitab-syamsu-dzahirah