Sutan Raja Darianus Lungguk Sitorus (disingkat sebagai Sutan Raja D.L. Sitorus; 12 Maret 1938 – 3 Agustus 2017) adalah pengusaha perkebunan asal Toba, Sumatera Utara yang dikenal dengan julukan 'Raja Sawit' dan 'Tuan Takur'. Meski sudah meninggalkan dunia, nama DL Sitorus masih dikenal di dunia persawitan.[1][2]. D.L. Sitorus lahir di Parsambilan, Silaen, Kabupaten Toba. Ia meninggal dunia saat hendak terbang dengan pesawat Garuda Indonesia GA 188 rute Jakarta-Medan pada umur 78 tahun.

Dr. Sutan Raja Darianus Lungguk Sitorus semasa hidupnya
Tanda tangan D.L. Sitorus pada prasasti peresmian Tugu Raja Niapul Tampubolon

Awal karier

sunting

DL Sitorus dikenal publik karena memiliki perkebunan sawit yang sangat luas dan juga yayasan pendidikan. Dia dan perusahaan PT Tor Ganda punya konsesi lahan mencapai puluhan ribu hektare. Lahan yang cukup luas tersebar di daratan Sumatera bagian Timur sampai ke Sumatera bagian Utara.

Bahkan, tanah yang diklaim milik PT Tor Ganda mencakup hutan lindung Register 40 Padang Lawas, Sumatera Utara sehingga pernah membawanya berurusan dengan hukum. Saat itu, dia dituduh mengonversi hutan Negara menjadi perkebunan sawit. Hal ini pula yang membuatnya divonis penjara selama 8 tahun.

Selain memiliki kebun dan tanah yang luas, DL Sitorus juga memiliki rumah sakit dan klinik pelayanan kesehatan seperti Klinik Pengobatan 24 Jam yang tersebar di wilayah Jabodetabek. DL juga memiliki yayasan pendidikan. Ia menjabat sebagai Ketua Yayasan Abdi Karya (YADIKA) yang berdiri sejak 1976. YADIKA secara bertahap telah menyelenggarakan semua strata pendidikan tingkat TK, SD, SMP, SMU, SMEA, STM, LPK, dan BLK.[3]

Tahun 1989, pria bernama lengkap DR Sutan Raja DL Sitorus ini mengembangkan bisnis pendidikan dengan mendirikan Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) di Jakarta. Sang raja sawit ini juga dikabarkan memiliki gedung-gedung besar untuk menyelenggarakan resepsi pernikahan Suku Batak yang tersebar di Jakarta dan Bekasi.

Kesuksesan DL Sitorus dalam bisnis kelapa sawit, pendidikan, dan pelayanan kesehatan berhasil membawanya ke pentas politik nasional. Pada 20 Januari 2006, DL Sitorus mendeklarasikan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), dimana dia menjadi tokoh utama pendiri partai tersebut. Meski memiliki harta melimpah dan jabatan hebat, pria perokok ini terlihat sederhana dalam penampilannya sehari-hari.

DL Sitorus menikah dengan Boru Siagian dan memiliki lima anak, dua perempuan dan tiga laki-laki. DL Sitorus pintar mengambil hati masyarakat Sumatera Utara dengan banyak memberikan sumbangan ke guru-guru honorer, membangun sekolah-sekolah, dan aksi sosial lainnya di Sumut. Ketika DL Sitorus pulang ke kampung halamannya di Toba, masyarakat menyambutnya dengan suka cita bak pahlawan yang kembali pulang ke kampung halaman setelah dari medan perang. DL pun sering dipanggil warga sebagai Tuan Takur.

Hal ini terjadi saat DL Sitorus terjerat kasus hukum Hutan Lindung Register 40 Padang Lawas. Begitu menghormatinya masyarakat Tobasa terhadap DL Sitorus, mereka sampai mengabadikan nama DL Sitorus menjadi nama jalan sepanjang 12 kilometer di Kabupaten Toba. Pada 3 Agustus 2017 lalu, DL Sitorus tutup usia ketika dalam perjalanan menuju kampung halamannya. Ia meninggal di dalam pesawat saat sedang boarding di Bandara Soekarno-Hatta dan diduga karena serangan jantung.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ Putera, Andri Donnal (2017-08-03). Damanik, Caroline, ed. "Pengusaha DL Sitorus Meninggal Dunia di Pesawat". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-06-04. 
  2. ^ Leandha, Mei (2017-08-04). Susanti, Reni, ed. ""DL Sitorus Pengusaha yang Tak Punya Utang dan Sayang Kali Mamaknya"". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-06-04. 
  3. ^ Rahayu, Ning. "Ini Kisah Sukses DL Sitorus si Raja Sawit". Warta Ekonomi. Diakses tanggal 2021-06-04. 
  4. ^ developer, mediaindonesia com (2017-08-03). "Pengusaha DL Sitorus Meninggal Dunia di Pesawat". Media Indonesia. Diakses tanggal 2021-06-04. 

Pranala luar

sunting