Syarh

halaman disambiguasi Wikimedia

Syarh, Syarah, atau Syarhu adalah istilah dalam literatur Islam, digunakan secara umum sebagai bagian dari judul buku. Secara harafiah artinya "penjelasan", umumnya nama ini digunakan dalam buku-buku komentar, penjelasan dan penjabaran dari kitab asal non-Alquran, yaitu kitab-kitab Hadis atau kitab karangan ulama. Sedangkan kitab Syarh untuk Al-Qur'an disebut Kitab Tafsir.

Buku Syarah Hisnul Muslim (belakang) dengan buku saku aslinya Hisnul Muslim (depan)

Kitab Syarh atau Syarah memiliki kadar otentisitas tertentu yang patut diapresiasi sebagai karya pemikiran. Melalui tradisi penulisan syarah, penulisan kitab terus berkembang pesat. Sebab itu, jumlah kitab syarah mendominasi dan mengungguli karya bentuk lain.[1]

Kitab Syarah banyak karena dalam satu kitab matan, dapat disyarahkan ke beberapa kitab, seperti yang terjadi pada matan Attaqrib. Dari segi bobot isi, kitab syarah pada dasarnya membahas lebih luas kepada pembaca, sekaligus menandai kenaikan tingkat dalam proses pembelajaran.

Kalangan pesantren menerima dan menhormati kiitab syarah sebagai buah pikir dan ijtihad, sebagai tradisi keilmuan yang menghargai karya ulama terdahulu, ditulis untuk mengulas dan mensyarahkan matan atau mukhtasar.

Penulis kitab itu akan mengulas setiap istilah dan kenyataan yang sukar atau kabur pemahamannya. Syarah juga ditulis terhadap pandangan dan ijtihad ulama lain terhadap sesuatu masalah yang bahas. Penulis kitab ini juga biasanya tidak menarjih suatu pendapat atau pandangan ulama yang menulis kitab tersebut.

Pengulas (pensyarah) akan mengulas atau mensyarahkan matan (mukhtasar) yang dihasilkan sendiri atau pun orang lain. Malah terdapat juga Syarh yang mengulas kitab syarh yang lain, seperti kitab Syarh Fathul Qadir Ibnu al-Humam yang mengulas kitab al-Hidayat karya al-Marghinaaniyy. Kitab al-Hidayah pula adalah sebuah kitab syarh yang mengulas kitab Bidayat al-Mubtadi’ karangan al-Marghinaaniy sendiri.

Kitab jenis ini umumnya mempunyai jumlah halaman yang banyak. Hal ini karena kebanyakan dari para fuqaha yang menulis dengan metode jenis ini akan menyelipkan berbagai pembahasan hukum-hukum furu’ dalam fiqih untuk dijadikan contoh pada sesuatu permasalahan yang ingin dibahas (disyarah).

Pengulas kitab jenis ini juga biasanya mempunyai hubungan dengan penulis kitab asal yang diulasnya, misalnya sebagai anak murid dari pengarang kitab asal atau pengikut mazhabnya. Itu sebabnya jarang terdapat pengulas (pensyarah) yang menyanggah atau menolak pandangan penulis kitab asal yang disyarah (diulas)

Contoh penggunaan

sunting

Kitab Fathul Bari Syarh Shahihul Bukhari, Karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, artinya kitab ini bernama Fathul Bari yang merupakan Kitab Komentar, penjelasan dan penjabaran dari kitab asal Shahih Bukhari.

Kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, karya Imam Nawawi, artinya kitab ini bernama Al-Minhaj yang merupakan Kitab Komentar, penjelasan dan penjabaran dari kitab asal Shahih Muslim.

Kitab Syarah Hisnul Muslim, karya Majdi Ahmad, artinya kitab ini merupakan Kitab Komentar, penjelasan dan penjabaran dari kitab asal Hisnul Muslim.

Kitab Syarh Bada’ie al-Sana’ie oleh Abu Bakr Ibn Mas’ud Ibn Ahmad al-Kasaniyy adalah ulasan kepada kitab Tuhfah al-Fuqaha yang dikarang al-Samarqandiyy

Kitab Mughni al-Muhtaj oleh Muhammad Ibn Ahmad al-Syarbiniyy al-Khatib yang mensyarahkan kitab Minhaj al-Tholibin yang diikarang Imam an-Nawawi.

Kitab Al-Syarh al-Kabir karangan Muhammad Ibn Abdillah al-Kharashiyy, ulasan dari Kitab Mukhtasar Khalil yang dikarang Khalil Ibn Ishaq.

Kitab Kasyaf al-Qina karangan Mansur Ibn Yusuf Ibn Idris al-Buhutiyy adalah syarah dari Kitab al-Iqna’ Musa Ibn Ahmad al-Maqdasiyy.

Rujukan

sunting
  1. ^ Wajdi, Muhammad Farid (2021-05-07). "Apa itu Kitab Syarh, Matan dan Hasyiah?". Majalah Santri. Diakses tanggal 2024-12-12. 


Lihat pula

sunting