Muhammad Saleh Al-Minankabawi

ulama Nusantara

Syeikh Muhammad Saleh Al-Minankabawi (meninggal di Kuala Lumpur, Malaysia, 12 Maret 1933) adalah seorang ulama Minangkabau terkemuka. Ia pernah dipercaya sebagai Syeikh al-Islam atau Mufti Kerajaan Perak, Semenanjung Malaya yang ke-3. Diperkirakan ia menjabat mufti sejak 1 Januari 1925 hingga ia wafat pada tahun 1933.[1]

Muhammad Saleh Al-Minankabawi
Berkas:Muhammad Saleh Al-Minankabawi.jpg
Lahir1848 (1848)
Hindia Belanda
Meninggal12 Maret 1933(1933-03-12) (umur 84–85)
Kuala Lumpur, Malaya Britania
KebangsaanMalaya Britania
Pekerjaan- Mufti Kerajaan Perak
- Hakim Kesultanan Riau-Lingga
Dikenal atasUlama Minangkabau terkemuka
Orang tuaSyeikh Muhammad Thaiyib (atau Syeikh Abdullah)

Mengenai ulama yang berasal dari Minangkabau ini, masih terdapat beberapa hal yang masih simpang siur. Terdapat dua nama mengenai orang tuanya, yaitu Abdullah dan Muhammad Thaiyib. Ayahnya yang bernama Abdullah digunakan pada tiga buah karyanya yang telah ditemukan. Nama Muhammad Thaiyib pula digunakan sewaktu ia menjadi Syeikh al-Islam Perak Darul Redzuan.

Syeikh Muhammad Saleh dilahirkan di Kampung Tungkar, Luak Tanah Datar, Sumatera Barat. Salah satu muridnya bernama Muhammad Saleh Mandahiling, penulis buku biografinya yang menyebut bahawa Syeikh Muhammad Saleh lahir kira-kira pada tahun 1266 Hijriyah. Terdapat keraguan pada tahun anggapan tersebut, karena beberapa fakta bertentangan dengan jalan sejarah yang ada hubungan dengannya. Syeikh Muhammad Saleh meninggal dunia pada 17 Dzulkaidah 1351 Hijriyah /12 Maret 1933 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam buku muridnya itu diceritakan bahwa Syeikh Muhammad Saleh bersahabat dengan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau (lahir 1276 Hijriyah), Syeikh Mukhtar Jawa/Bogor (lahir 1278 Hijriyah) dan Syeikh Nawawi Bantan (1230 Hijriyah). Berdasarkan perbandingan tahun kelahiran ulama-ulama yang tersebut dengan kelahiran Syeikh Muhammad Saleh (1266 Hijriyah) itu, terdapat kesimpulan bahwa Syeikh Muhammad Saleh bukan sahabat Syeikh Nawawi Bantan tetapi ia adalah muridnya.

Kelahirannya yang diasumsikan tahun 1266 Hijriyah itu masih perlu dikaji ulang, sekurang-kurangnya agak berdekatan dengan tahun kelahiran Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau (1276 Hijriyah) dan Syeikh Mukhtar Jawa/Bogor (1278 Hijriyah) itu.

Pendidikan sunting

Syeikh Muhammad Saleh berangkat ke Mekkah sejak berumur 6 tahun mendapat pendidikan dari orang tuanya, Syeikh Muhammad Thaiyib (atau Syeikh Abdullah), seorang Syeikh haji di Mekah. Ia sempat belajar kepada ulama-ulama besar Mekah yang terkenal, yaitu:

  • Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan
  • Syeikh Abu Bakar Syatha
  • Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki
  • Syeikh Abdul Hamid asy-Syarwani
  • Saiyid Umar Ba Junaid
  • Saiyid Muhammad Said Babshail, dan
  • Saiyid Abdullah Zawawi.

Dalam buku biografinya tidak disebut seorang pun gurunya yang berasal dari dunia Melayu secara jelas, tetapi memperhatikan jalan ceritanya, Syeikh Muhammad Saleh juga belajar kepada ulama-ulama dunia Melayu yang terkenal di Mekkah pada zaman itu. Diceritakan dalam buku itu bahwa sewaktu Syeikh Muhammad Saleh akan memperdalam ilmu falak bersama beberapa orang kawannya. Kawan-kawannya hanya belajar empat kali saja kerana guru tersebut terlalu keras. Nama guru falak yang diceritakan dalam buku itu tidak dinyatakan. Syeikh Muhammad Saleh sempat menyelesaikan pelajarannya dari guru yang keras itu.

Demi lebih memahami ilmu tersebut, ia belajar pula kepada seorang pemuda yang berusia 16 tahun, juga tidak disebut namanya.Daripada cerita di atas penulis berpendapat kemungkinan yang dimaksudkan guru falak yang terlalu keras itu ialah Syeikh Ahmad al-Fathani. Sedangkan pemuda ahli falak yang berusia 16 tahun itu, ialah Syeikh Muhammad Nur al-Fathani.

Pengembaraan dan Aktivitas sunting

Setelah belajar selama 17 tahun di Mekkah, Syeikh Muhammad Saleh pulang ke Minangkabau. Selama kira-kira empat tahun di Minangkabau, digunakan untuk mengembara ke segenap pelosok wilayah itu, dan pada waktu-waktu tertentu membantu gurunya, Syeikh Muhammad Jamil mengajar. Pengembaraan di Minangkabau dimanfaatkannya pula berdakwah dan mengajar melalui pembacaan kitab, melalui kitab berbahasa Arab maupun bahasa Melayu.

Sewaktu berada di Minangkabau selama empat tahun itu, Syeikh Muhammad Saleh berkesempatan pula belajar ilmu persilatan dan beberapa jenis ilmu hikmat untuk pertahanan diri yang diperlukan pada zaman itu. Diceritakan bahawa dalam ilmu persilatan, ia telah mencapai tingkat seorang pendekar. Dalam ilmu pengobatan, ia berkemampuan pula mengobati berjenis-jenis penyakit.

Syeikh Muhammad Saleh berangkat lagi ke Mekkah karena ia merasa ilmunya masih kurang dalam bidang-bidang tertentu, seperti ilmu falakiyah, ilmu manthiq, ilmu tafsir dan lain-lain. Setelah beberapa tahun belajar dan mengajar di Mekkah, sahabat dan muridnya, Engku Kudin, putra Raja Deli-Serdang mengajak ia menyebarkan Islam di kerajaan di Sumatra Timur itu.

Selesai menunaikan haji tahun 1309 Hijriyah /1892 Masehi, Syeikh Muhammad Saleh bersama jemaah haji menaiki kapal dari Jeddah ke Pulau Pinang. Selanjutnya Syeikh Muhammad Saleh mengembara di seluruh Semenanjung Tanah Melayu, mulai Pulau Pinang, Perak, Selangor, Pahang, Terengganu dan Johor. Kemana saja ia pergi, ia terus mendapat sambutan bukan hanya rakyat jelata tetapi juga para sultan setiap kerajaan tersebut.

Dari pergaulan dengan sultan-sultan Melayu, Syeikh Muhammad Saleh berkesimpulan bahwa Sultan Abdur Rahman Mu'azzam Syah, Sultan Riau-Lingga adalah sultan yang paling garang. Ia mementingkan keindahan pakaian dan perhiasan serta menyukai kelazatan makanan dan minuman. Sultan Abu Bakar, Sultan Johor, adalah sultan yang cerdik, mengasihi rakyat dan mengutamakan kepentingan kerajaannya. Sultan Zainal Abidin III, Sultan Terengganu, adalah sultan yang sangat dalam pengetahuan Islamnya dan sangat bertakwa kepada Allah.

Hakim di Kerajaan Riau-Lingga sunting

Sebelum Syeikh Muhammad Saleh menjadi Syeikh al-Islam Perak, ia pernah memegang jabatan Hakim di kerajaan Riau-Lingga. Pelantikan ia sebagai Hakim Riau-Lingga adalah atas kehendak Yam Tuan Muda Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi. Sebab Syeikh Muhammad Saleh diminta oleh Yam Tuan Muda Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi menjadi Hakim Riau-Lingga adalah untuk menjaga kewibawaan putera baginda, Sultan Abdur Rahman Mu'azzam Syah, Sultan Riau-Lingga ketika itu.

Yam Tuan Muda Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi dalam beberapa tahun merasa gelisah kerana beberapa perkara di mahkamah banyak yang tidak dapat diselesaikan. Ada yang tertunda sekurang-kurangnya tiga tahun. Syeikh Muhammad Saleh dapat menyelesaikannya, ia adalah seorang ulama yang bijaksana, amanah. Semuanya dapat ia selesaikan.

Syeikh Muhammad Saleh terpaksa berpindah dari Riau, Pulau Penyengat ke Pulau Lingga untuk menjalankan tugasnya sebagai Hakim. Sewaktu Syeikh Muhammad Saleh memegang jabatan Hakim Riau-Lingga itulah salah seorang Kerabat Diraja Kerajaan Perak bernama Engku Raja Mahmud atau digelar dengan Imam Paduka Tuan Perak mengenalinya. Engku Raja Mahmud mengagumi kebijaksanaan Syeikh Muhammad Saleh dalam menyelesaikan pelbagai isu, lagipula ulama yang berasal dari Minangkabau itu dapat menggabungkan pengetahuan yang bercorak duniawi dan ukhrawi. Dengan bermacam-macam cara Engku Raja Mahmud membujuk ulama itu supaya bekerja di negerinya di Perak Darul Redzuan.

Menjadi Syeikh al Islam sunting

Engku Raja Mahmud akhirnya berhasil mengajak Syeikh Muhammad Saleh berpindah ke Perak setelah dua tahun ia bertugas sebagai Hakim di Riau-Lingga. Manakala Engku Raja Mahmud kembali ke Perak, ia dilantik menjadi Kadi Besar Kerajaan Perak. Syeikh Muhammad Saleh mulai mengajar pelbagai kitab-kitab Islam terutama kitab-kitab Melayu/Jawi di Kuala Kangsar pada tahun 1318 Hijriyah /1900 Masehi.

Sejak awal kedatangannya di Kuala Kangsar, ia telah mendapat restu Sultan Idris, Sultan Perak Darul Redzuan ketika itu. Selain mengajar kitab untuk pengajian orang tua-tua, Syeikh Muhammad Saleh juga berhasil mendirikan Madrasah Ihsaniyah yang menurut sistem pendidikan persekolahan di Teluk Anson. Cita-cita Sultan Perak untuk melantik seorang Syeikh al-Islam bermula tahun 1922 Masehi, namun secara rasminya Syeikh Muhammad Saleh al-Minankabawi memegang jabatan itu pada 6 Jumadil akhir 1343 Hijriyah / 1 Januari 1925 Masehi.

Karya-Karya sunting

  • Mawa'izhul Badi'ah, diselesaikan pada 24 Muharam 1335 Hijrah. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 1344 Hijrah. Kandungannya merupakan nasihat dan akhlak yang diringkaskan dari Mawa'izhul Badi'ah karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri.
  • Kasyful Asrar, diselesaikan pada hari Selasa, 27 Safar 1344 Hijriyah. Cetakan yang pertama hingga cetakan yang ke 29 oleh Maktabah wa Mathba'ah Al-Ahmadiah, Singapura. Kandungannya membicarakan tentang tasawuf haqiqat atau tasawuf falsafi. Karya ini pernah ditahqiq oleh Syeikh Haji Muhammad Wali al-Khalidi dengan judul Tanwirul Anwar fi Izhhari Khalal ma fi Kasyfil Asrar, diterbitkan oleh Al-Maktabatut Taufiqiyah, Jalan Perdagangan No. 4 Atas, Banda Aceh. Kasyful Asrar juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Menyingkap Rahasia Agama dan Tasawuf, diterbitkan oleh Yayasan Dakwah Islam, Surabaya.
  • Jalan Kematian, diselesaikan 14 Jumadil akhir 1344 Hijriyah. Dicetak pada bagian akhir Kasyfur Asrar oleh Maktabah wa Mathba'ah Al-Ahmadiah, Singapura.
  • Nashihatul Mubtadi, tanpa tanggal. Cetakan yang pertama oleh Maktabah wa Mathba'ah Al-Ahmadiah, 1346 Hijriyrah/1927 Masehi. Kandungannya merupakan berbagai nasihat ke arah keteguhan pegangan dalam beragama Islam dan iman.

Murid-Murid sunting

Murid ia sangat banyak di seluruh Semenanjung, di antaranya termasuk Sultan Iskandar Syah, Sultan Perak, dan Zakaria bin Muhammad Amin. Yang pernah menulis riwayat hidup ia ialah murid yang lama berhubungan dengannya, ia adalah Muhammad Saleh Mandahiling, Tapanuli. Buku tersebut diberi judul Izalatul Hairan fi Qshshah Syaikhil Islam Darir Ridhwan, judul dalam bahasa Melayu adalah Menghilangkan Kehairanan Pada Menyatakan Cerita Syeikhul Islam Perak Darul Redzuan.

Referensi sunting

Pranala luar sunting