Tahun Jepang atau dikenal sebagai zaman kaisar (皇紀, Kōki) adalah cara penghitungan tahun di Jepang berdasarkan tahun Kaisar Jimmu naik tahta pada tahun 660 SM. Istilah resminya adalah Zaman Kaisar Jimmu Naik Tahta (神武天皇即位紀元, Jimmu tennō sokui kigen), tetapi lebih sering disebut kalender kaisar (kō-reki), kalender Jimmu (Jimmu-reki), zaman Jimmu (Jimmu-kigen), atau tahun Sumera (tahun kaisar).

Tahun 1 kalender Jimmu lebih awal 660 tahun daripada kalender Gregorian, sehingga tahun Jepang berdasarkan kalender Jimmu dihitung dengan menambahkan angka tahun kalender Gregorian (tahun Masehi) dengan 660. Tahun 2000 kalender Gregorian sama dengan tahun 2660 kalender Jimmu.

Di Indonesia, tahun Jepang pernah digunakan pada masa pendudukan Jepang. Naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertanggal hari 17 bulan 8 tahun '05 (singkatan untuk tahun Jepang 2605), atau sama dengan 17 Agustus 1945 tahun Masehi.

Dasar hukum

sunting

Penulisan tahun berdasarkan tahun Kaisar Jimmu naik tahta ditetapkan pada zaman Meiji berdasarkan Pengumuman Daijō-kan (Daijō-kan Fukoku) No. 342 tanggal 15 Desember 1872. Pelaksanaan dimulai 1 Januari 1873 bersamaan dengan dihapusnya penggunaan kalender Tempo dan mulai digunakannya kalender Gregorian di Jepang.

Sejarah

sunting

Nama zaman dan tahun Jepang berdasarkan kalender Jimmu banyak digunakan dari zaman Meiji hingga Perang Dunia II berakhir pada tahun 1945. Walaupun sekarang sudah tidak umum dijumpai di Jepang, bukan berarti kalender Jimmu sudah dihapus secara resmi. Hingga sekarang, penulisan tahun berdasarkan kalender Jimmu dan kalender Gregorian berikut nama zaman masih diizinkan secara resmi oleh undang-undang.

Tahun kabisat misalnya, bukan ditentukan berdasarkan kalender Jimmu dan bukan kalender Gregorian sesuai Perintah Kekaisaran No.90, Meiji tahun 31, bulan 5 hari 10. Selain itu, kalender Jimmu masih digunakan di kalangan pecinta kesusastraan dan sejarah Jepang, serta kuil Shinto.

Pesta peringatan

sunting

Pada tahun 1938, pemerintah Jepang zaman Showa merencanakan perayaan 2600 tahun berdirinya kekaisaran Jepang yang disebut Zaman Kaisar 2600 Tahun (Kigen 2600-nen). Perayaan dikait-kaitkan dengan agama Shinto untuk menanamkan ideologi persatuan bangsa, dan meyakinkan rakyat dengan slogan "Jepang negeri para dewa" (Shinkoku Nippon). Persiapan perayaan dilakukan antara lain dengan memperbaiki kuil Kashihara-jingū dan makam kaisar di berbagai tempat. Sekitar 1,2 juta murid sekolah yang melakukan studi wisata ke Kashihara-jingū ikut menyumbangkan tenaga bagi persiapan perayaan.

Peringatan 2600 tahun berdirinya Kekaisaran Jepang ingin dijadikan pemerintah Jepang zaman Showa sebagai peristiwa internasional. Pada waktu itu, Jepang mencalonkan diri sebagai tuan rumah Olimpiade Tokyo 1940 dan memiliki rencana untuk melangsungkan Expo 1940 (Kigen 2600-nen Kinen Nippon Banpaku Hakurankai). Kedua peristiwa besar tersebut batal akibat perang berkepanjangan yang dimulai tahun 1937 antara Tiongkok dan Jepang. Salah satu proyek besar peninggalan proyek Expo dan Olimpiade tahun 1940 adalah Jembatan Kachidoki di Tokyo. Jembatan tersebut dulunya dibangun sebagai jembatan yang bisa diangkat ke atas bila ada kapal yang ingin lewat di bawahnya.

Pada waktu itu, pemerintah Jepang itu bermaksud menghibur rakyat yang semakin melarat akibat perang dengan mengadakan berbagai perayaan. Kunjungan pertama ke kuil (hatsumode) pada tahun baru 1940 disiarkan radio secara langsung dari kuil Kashihara-jingū, Nara. Di berbagai daerah juga dilangsungkan berbagai pameran, pawai, dan pertandingan olahraga. Selain itu, perayaan Kigensetsu dirayakan di lebih dari 110 ribu kuil di Jepang. Pada 10 November 1940, Upacara Zaman Kaisar 2600 Tahun (Kigen 2600-nen Shikiten) secara besar-besaran diadakan di tanah lapang depan istana kaisar di Tokyo. Setelah perayaan selesai, pemerintah semakin mempersulit kehidupan rakyat, dan barang kebutuhan sehari-hari semakin sulit didapat.

Pranala luar

sunting