Batalyon Intai Amfibi

Satuan operasi marinir pada TNI Angkatan Laut
(Dialihkan dari Taifib)

Batalyon Intai Amfibi atau disingkat YonTaifib adalah satuan elit dalam Korps Marinir yang memiliki spesialisasi dalam operasi Pengintaian Amfibi (Amphibious reconnaissance) dan Pengintaian Khussus (Special reconnaissance), di TNI Angkatan Darat Yontaifib setara dengan Kopassus Group 3 Sandi Yudha. Dahulunya satuan ini dikenal dengan nama KIPAM (Komando Intai Para Amfibi).[1] Untuk menjadi anggota YonTaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik, kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun. Salah satu program latihan bagi siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat, sejauh 3 km. Dari satuan ini kemudian direkrut lagi prajurit terbaik untuk masuk kedalam Detasemen Jala Mengkara, pasukan elitnya TNI Angkatan Laut.

Batalyon Intai Amfibi
Lambang Yontaifib Marinir
Dibentuk13 Maret 1961
NegaraIndonesia
CabangTNI Angkatan Laut
Tipe unitPasukan Khusus, Korps Marinir
PeranPengintaian Amfibi dan Pengintaian Khussus (SR)
Bagian dariTiap Pasukan Marinir
JulukanIAM, Taifib, Ipam
MotoMaya Netra Yamadipati
MaskotPenyelam Tri Media
Ulang tahun13 Maret
Situs webwww.marinir.mil.id

Sejarah

sunting
 
Lambang Lama Intaifib

Sejak berdirinya KKO AL setiap penugasan dirasakan perlunya data-data intelejen, serta pasukan khusus yang terlatih dan mampu melaksanakan kegiatan khusus yang tidak dapat dikerjakan oleh satuan biasa dalam rangka keberhasilan tugas. Menjawab kebutuhan tersebut, pada tanggal 13 Maret 1961[2] berdasarkan Surat Keputusan (SK) Komandan KKO AL No.47/KP/KKO/1961 tanggal 13 Maret 1961, tentang pembentukan KIPAM. Pada tanggal 13 Maret 1961, KIPAM berdiri di bawah Yon Markas Posko Armatim - I, para perintis berdirinya KIPAM adalah Bapak Kresno Sumardi, Bapak Untung Suratman, Bapak Moelranto Wiryohuboyo, dan Bapak Ali Abdullah. Pada tanggal 25 Juli 1970 KIPAM berubah menjadi Yon lntai Para Amfibi. Tanggal 17 November 1971 Yon lntai Para Amfibi berubah menjadi Satuan Intai Amfibi, pada akhirnya berubah menjadi Batalyon lntai Amfibi atau disingkat Yon Taifib Mar di bawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir. Seiring dengan perkembangan Korps Marinir dengan peresmian Pasmar I SK Kasal No. Skep/08/111/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Yon Taifib Marinir tidak lagi di bawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir (Menbanpurmar), akan tetapi langsung berada di bawah Pasmar. Melihat lingkup penugasan serta kemampuannya, akhirnya Taifib secara resmi disahkan menjadi Pasukan Khusus TNI AL. Hal ini sesuai dengan SK Kasal No. Skep/1857/XI/2003 tanggal 18 November 2003 tentang Pemberian Status Pasukan Khusus kepada Intai Amfibi Korps Marinir.[3]

Tugas pokok

sunting

YonTaifib mempunyai tugas pokok membina dan menyediakan kekuatan serta membina kemampuan unsur-unsur amfibi maupun pengintaian darat serta tugas-tugas operasi khusus dalam rangka pelaksanaan operasi pendaratan amfibi, operasi oleh satuan tugas TNI AL atau tugas-tugas operasi lainnya.

Semboyan

sunting

Maya Netra Yamadipati berasal dari bahasa Sanskerta merupakan semboyan Batalyon Taifib Korps Marinir yang bermakna:

  1. Mayanetra: Tidak Kelihatan
  2. Yamadhipati Malaikat Pencabut Nyawa

Makna keseluruhan, Prajurit Taifib selalu memiliki kemampuan bergerak dengan cepat, rahasia dan mematikan dalam setiap pertempuran.

Ciri Prajurit

sunting
  1. Didapatkan melalui seleksi yang ketat, berasal dari prajurit Marinir pilihan yang mempunyai kemampuan fisik prima, serta mempunyai tingkat psikologi standar Pasukan Khusus sesuai tuntutan.
  2. Rasio pasukan Taifib selalu jauh lebih kecil dari pasukan biasa/reguler, karena dalam tugas-tugas khusus dituntut kecepatan, kerahasiaan yang tinggi, keakuratan, keuletan, disiplin lapangan serta keberhasilan tugas.
  3. Dididik dengan ketat dan keras melalui beberapa tahap, dimana setiap tahapan yang dibuat untuk mengukur tingkat kesiapan siswa dan melanjutkan proses penggemblengan untuk menjadi calon prajurit Taifib
  4. Dilatih secara khusus mengikuti program yang ketat dengan tingkat risiko yang tinggi. Hal tersebut tergambar dalam program berupa pembinaan yang keras, pembinaan mental dengan tingkat stressing yang tinggi, pembinaan berbagai keterampilan khusus yang dikondisikan seperti dalam tugas sebenarnya. Latihan-latihan tersebut meliputi kemampuan dalam aspek yang harus dilaksanakan, yaitu di laut, darat dan udara.
  5. Mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara berdiri sendiri, dari induk pasukan dalam artian mampu melaksanakan survival secara tim maupun perorangan, mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan mampu mengatasi tekanan mental di daerah penugasan, kemampuan infiltrasi dan eksfiltrasi ke atau dari daerah musuh melalui media, antara lain free fall dengan sistem HALO dan HAHO, STABO/SPIE, berenang, menyelam, serta salah satu kemampuan bawah air atau combat swimmer melalui peluncur torpedo kapal selam.

Sistem penerimaan prajurit

sunting

Prajurit Intai Amfibi Korps Marinir TNI AL diambil dari prajurit pilihan Korps Marinir melalui seleksi ketat dan keras.[4] Sebab di tangan personel Taifib-lah sebuah kesuksesan operasi Amfibi yang dilakoni, Korps Baret Ungu dan seluruh elemen TNI dipertaruhkan. Perekrutan Prajurit Taifib Seleksi Prajurit Taifib atas dasar suka rela dari prajurit Korps Marinir (semua bagian tempur: Infanteri, Artileri, Kavaleri, Bantuan Tempur dan Pertahanan Pangkalan) yang sudah mempunyai Basic Tempur yaitu Pendidikan Dasar Kemiliteran, Pendidikan Keprajuritan Marinir, Pendidikan Taktik Operasi Darat, Pendidikan Komando Marinir (Dikko), Pendidikan Menembak Kualifikasi, Pendidikan Operasi Amfibi termasuk Raid Amfibi, Para Dasar (Paradas), Penyelaman, dan Free Fall. Seleksi Calon Siswa Taifib sangat ketat dan keras meliputi Seleksi Kesehatan dengan Stakes I, Samapta Baik, Berenang, Push Up, Sit Up, Pull Up dalam waktu tertentu dan lulus tes Psikologi Pasukan Khusus standar TNI. Calon Siswa Diktaifib maksimal berusia 26 tahun baik Perwira, Bintara dan Tamtama TNI-AL.[4]

Pendidikan prajurit

sunting
 
Monumen Mayanetra Yamadhipati Batalyon Intai Amfibi di Pantai Lampon

Metode pelatihan calon prajurit Taifib dibagi dalam beberapa tahap yang mencakup Medan Darat, Laut, Udara dan Bawah Air. Dalam setiap tahap calon akan terseleksi secara alamiah karena materi yang dihadapkan semakin hari semakin berat dan menuntut para siswa benar-benar menguasai ilmu yang diberikan pada tahap sebelumnya. Pasalnya tahap-tahap dalam pendidikan sebenarnya adalah satu rangkaian operasi yang benar-benar dilakukan prajurit Intai Amfibi dalam melaksanakan tugas dalam pertempuran atau operasi lain nantinya. Pendidikan Taifib dilaksanakan selama 10 bulan bertempat (Base Camp) di Pusdik Marinir kemudian dilanjutkan Puslatpur Marinir Karang Tekok Situbondo. Di Jawa Timur, Marinir tercatat mempuyai 8 Puslatpur (Pusat Latihan Pertempuran) di Grati, Pasuruan, Karang Tekok, Situbondo, Purboyo di Bantur, Malang, Asem Bagus, Situbondo, Banongan, Situbondo, Jampang Tengah, Sukabumi, Baluran, Banyuwangi, Selogiri, Banyuwangi.

 
Pantai Trianggulasi di Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu daerah latihan Batalyon Intai Amfibi

Mungkin semuanya juga dipakai untuk base camp oleh Marinir untuk melatih para calon prajurit Taifib ini. Karena disesuaikan dengan materi pendidikan yang diajarkan, Taifib juga mengikut sertakan pelatih dari setiap Batalyon Taifib, Perwira Batalyon Taifib termasuk Komandan Batalyon, dan Prajurit Senior Taifib untuk melatih para siswa Dik Brevet Taifibmar ini.

Atribut

sunting

Personel Taifib berhak atas Brevet Intai Amfibi (Brevet Komando Hutan dan Brevet Para Dasar tidak digunakan lagi), Brevet Pandu Para, Brevet Free Fall, Mobile Udara, Menembak Tepat (Sniper) yang baru (jika naik kelas di kelas Senapan Pistol), Brevet Selam Tempur, Brevet Renang Selat dan Brevet lain yang berhak digunakan personel Taifib yang diperoleh dari paket Pendidikan Taifib. Korps Marinir.

Baret prajurit

sunting

Pemakaian Baret Prajurit Intai Amfibi Korps Marinir TNI AL tetap berwana Ungu, yang membedakan prajurit Marinir biasa dengan Taifib hanya di Baret Prajurit Intai Amfibi ada Brevet “Tri Media” di samping Pataka Korps Marinir.

Seragam prajurit

sunting

Dulu saat masih bernama KKO AL (Korps Komando Angkatan Laut) setidaknya Taifib mempunyai 3 jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan) sbb:

  1. PDL ”Khas” KKO AL
  2. PDL “Khas” Marinir
  3. PDL “Umum” (Malvinas – TNI).

Latihan prajurit

sunting

Medan latihan tahap laut dengan materi drown profing (renang dengan posisi tangan dan kaki terikat), kemudian materi chast & recovery (loncar dan naik perahu karet),[5] aspek laut meliputi selam kedalaman, selam tempur, infiltrasi bawah air, demolisi bawah air, sabotase bawah air, selam SAR, renang jarak sedang sampai dengan jarak jauh dan pengintaian hidrografi menggunakan daerah latihan pantai Pasir Putih, pantai Gatel dan pantai Banongan, adapun untuk materi menembus gelombang menggunakan daerah latihan pantai selatan yang tinggi gelombangnya mencapai rata-rata sampai dengan sepuluh meter yaitu pantai Lampon, pantai Rajeg Wesi dan sekitarnya. Kemampuan berenang di laut dengan jarak jauh yang merupakan persyaratan siswa Taifib adalah menyeberangi teluk Poncomoyo sejauh ± 12 km/7 mil. Disini para siswa Taifib dihadapkan pada kondisi laut yang mempunyai arus kuat dan gelombang yang tinggi serta jarak yang jauh dengan batas waktu yang ditentukan.

Berita yang terkait Intai Amfibi Marinir

sunting
  1. Mayor Jenderal (Mar) (Purn.) Winanto, (lahir di Solo, Jawa Tengah, 6 Maret 1935 – meninggal di, Jakarta Pusat, 2 September 2012 pada umur 77 tahun) adalah Salah satu Perwira Tinggi Korps Marinir TNI AL yang berasal dari satuan khussus yaitu Intai Amfibi Korps Marinir. peran penting yang pernah dilakukan dalam pengabdiannya sebagai prajurit Korps Marinir adalah menjadi Komandan Tim dalam memimpin pengangkatan jenazah para Pahlawan Revolusi dari sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya Jakarta Timur, yang dibunuh oleh kekejaman pemberontakan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia G30S/PKI. Winanto, memimpin langsung pengangkatan para jenazah kekejaman G30S/PKI pada sumur tua di kawasan Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur. Ia yang ketika itu adalah seorang Perwira Kompi Intai Para Amfibi atau (Kipam KKO) kini Batalyon Intai Amfibi Korps Marinir berpangkat Kapten KKO, bersama delapan anak buahnya dengan menggunakan peralatan selam, berhasil masuk ke sumur tua untuk mengangkat para jenazah yang telah dalam kondisi membusuk antara lain jenazah Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Siswondo Parman, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Harjono, Brigjen TNI Sutojo Siswomihardjo, Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan, dan Lettu Czi Pierre Tendean Sebenarnya jenazah sudah ditemukan sejak tanggal 3 Oktober 1965, atas bantuan Polisi Soekitman dan masyarakat sekitar. Peleton I RPKAD yang dipimpin Letnan Sintong Panjaitan segera melakukan penggalian. Tapi mereka tak mampu mengangkat jenazah karena bau yang menyengat. Mayor Jenderal TNI Soeharto pun memerintahkan penggalian dihentikan pada malam hari. Penggalian akan kembali dilanjutkan keesokan harinya. Dalam buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando yang ditulis wartawan senior Hendro Subroto, dilukiskan peristiwa seputar pengangkatan jenazah. Kala itu Sintong berdiskusi dengan Kopral Anang, anggota RPKAD yang dilatih oleh Komando Pasukan Katak TNI AL. Kopral Anang mengatakan peralatan selam milik RPKAD ada di Cilacap, Jawa Tengah hanya KKO yang punya peralatan selam di Jakarta.[2] Singkat cerita, KKO meminjamkan peralatan selam tersebut. Tanggal 4 Oktober, 47 tahun lalu, Tim KKO dipimpin oleh Komandan KIPAM KKO-AL Kapten KKO Winanto melakukan evakuasi jenazah Pahlawan Revolusi. Satu persatu pasukan KKO turun ke dalam lubang yang sempit itu. Pada pukul 12.05 WIB, anggota RPKAD Kopral Anang turun lebih dulu ke Lubang Buaya. Dia mengenakan masker dan tabung oksigen. Anang mengikatkan tali pada salah satu jenazah. Setelah ditarik, yang pertama adalah jenazah Lettu Czi Pierre Tendean, ajudan Jenderal TNI AH Nasution. Pukul 12.15 WIB Serma KKO Suparimin turun, dia memasang tali pada salah satu jenazah, tetapi rupanya jenazah itu tertindih jenazah lain sehingga tak bisa ditarik. Lalu giliran Praka KKO Subekti yang turun pukul 12.30 WIB. Dua jenazah berhasil ditarik, Mayjen S Parman dan Mayjen Soeprapto. Pukul 12.55 WIB, Kopral KKO Hartono memasang tali untuk mengangkat jenazah Mayjen MT Haryono dan Brigjen Sutoyo. Pukul 13.30 Serma KKO Suparimin turun untuk kedua kalinya. Dia berhasil mengangkat jenazah Letjen Ahmad Yani. Dengan demikian, sudah en am jenazah pahlawan revolusi yang ditemukan.Sebagai langkah terakhir, harus ada seorang lagi yang turun ke sumur untuk mengecek apakah sumur sudah benar-benar kosong. Tapi semua penyelam KKO dan RPKAD sudah tak ada lagi yang mampu masuk lagi. Mereka semua kelelahan. Bahkan ada yang keracunan bau busuk hingga terus muntah-muntah. Maka Kapten KKO Winanto sebagai komandan terpanggil melakukan pekerjaan terakhir itu. Dia turun dengan membawa alat penerangan. Ternyata benar, di dalam sumur masih ada satu jenazah lagi. Jenazah Brigjen DI Pandjaitan. Dengan demikian lengkaplah sudah jenazah enam jenderal dan satu perwira pertama TNI AD yang hilang diculik G30S/PKI.[3
  2. Suud Rusli, mantan anggota Marinir yang kabur dari sel Lantamal II Jakarta merupakan salah seorang penyandang brevet Trimedia Taifib. Suud Rusli melarikan diri dan kemudian tertangkap pada tanggal 31 Mei 2005 di Malang. Pelarian Suud ini untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya dia ditangkap dan berhasil meloloskan diri dari Tahanan Polisi Militer (POM) Pangkalan Utama TNI AL (Lamtamal) II Gunung Sahari. Saat ditangkap di Malang, dia sempat dihadiahi tembakan oleh petugas yang memburunya, karena berusaha meloloskan diri. Pemburu menembak Suud. Dua peluru bersarang di kaki sebelah kanan dan satu peluru lainnya di kaki kiri. Polisi Militer TNI AL tidak ingin Suud kecolongan lagi. Dalam posisi kaki terluka terkena tembakan, tangan dan kakinya diborgol dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Militer Cimanggis. Namun, lagi-lagi, Suud berhasil melarikan diri. Suud berhasil melepaskan ikatan rantai kedua kakinya, lantas menggergaji jeruji besi di kamar tahanannya. Selanjutnya, melompat pagar rumah tahanan tersebut untuk melarikan diri. Karena itu, untuk meringkus pembunuh bos PT Asaba tersebut, jajaran pimpinan TNI Angkatan Laut mengerahkan hampir satu peleton tim gabungan.(MDH)[1] Diarsipkan 2013-08-02 di Wayback Machine.

Komandan

sunting

Komandan KIPAM



Likuidasi Satuan Menjadi 2 Batalyon dan bernama Yontaifib 2



Likuidasi Nama Satuan Menjadi Yontaifib 1


Komandan KIPAM



Likuidasi Satuan Menjadi 2 Batalyon dan bernama Yontaifib 1



Likuidasi Nama Satuan Menjadi Yontaifib 2


Komandan Yontaifib-3


Sesepuh Intai Amfibi Marinir

sunting

Purnawirawan Intai Amfibi Marinir

sunting

Perwira Tinggi Intai Amfibi Marinir

sunting

Anggota Taifib yang masuk dalam berita

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting