Taman Nasional Gunung Merbabu

taman nasional di Indonesia

Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) merupakan taman nasional yang mencakup kawasan hutan di Gunung Merbabu. Secara administratif, taman nasional ini termasuk ke dalam wilayah 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Taman Nasional Gunung Merbabu terletak antara 110º26’22” Bujur Timur dan 7º27’13” Lintang Selatan.

Taman Nasional Gunung Merbabu
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Gunung Merbabu
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Gunung Merbabu
TN Gunung Merbabu
Lokasi di Jawa
LetakJawa Tengah, Indonesia
Kota terdekatKota Boyolali
Kota Magelang
Kota Salatiga
Koordinat7°30′0″S 110°24′0″E / 7.50000°S 110.40000°E / -7.50000; 110.40000
Luas5.725 Ha
Didirikan2004
Pihak pengelolaBalai TN Gunung Merbabu

Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung dan taman wisata alam pada kelompok hutan Merbabu seluas 5.725 hektare. Kawasan ini dinilai penting sebagai sumber mata air bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Selain itu, kawasan hutan Merbabu juga merupakan habitat flora dan fauna yang dilindungi dan dilestarikan. Sistem pengelolaan taman nasional yang diterapkan diharapkan mampu untuk melestarikan dan mengembangkan kawasan konservasi ini sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[1]

Sejarah kawasan

sunting

Sejarah kawasan TNGMb dimulai dengan penetapan kawasan hutan pada masa Pemerintahan Belanda dilingkup Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Semarang. Kawasan hutan yang berada di Kabupaten Magelang semula ditetapkan sebagai kawasan hutan tutupan oleh Pemerintah Belanda melalui proces verbaal grensregeling tanggal 27 Agustus 1908. Sebagian kawasan hutan komplek Gunung Merbabu yang berada di Kabupaten Magelang berdasarkan gouverneur besluit nomor 41 tahun 1900 ditetapkan sebagai hutan lindung. Adapun kawasan hutan yang berada di Kabupaten Semarang termasuk didalamnya enclave Lelo dan enclave Tekelan ditetapkan sebagai hutan lindung melalui proces verbal van grensregeling tanggal 19 Mei 1915. Untuk kawasan hutan kompleks Gunung Merbabu yang berada di wilayah Kabupaten Boyolali ditetapkan sebagai Hutan Larangan Gunung Merbabu melalui proces verbaal grensproject pada tanggal 22 November 1930.

Pada tahun 1959-1963 kawasan hutan dibawah pengelolaan Dinas Kehutanan Tk.II yaitu oleh Kepala Daerah Magelang dan Kepala Daerah Surakarta. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1963 pengelolaan hutan diserahkan kepada perusahaan kehutanan negara, sehingga mulai tahun 1963-1974 dikelola oleh Perusahaan Negara Perhutani. Selanjutnya perubahan kebijakan pengelolaan hutan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 76/Kpts/Um/2/1974 bahwa pengelolaan hutan berubah menjadi Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Magelang dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta.

Selanjutnya pada tahun 1975-1985, penanaman diarahkan pada klas perusahaan Pinus (Pinus merkusii) termasuk di KPH Magelang dan KPH Surakarta dengan pertimbangan Pinus merkusii untuk fungsi perlindungan dan mendukung produksi hasil hutan. Mulai periode tersebut masyarakat terlibat dalam penanaman dengan sistem tumpangsari dan cemplongan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1972 atau Keputusan Menteri Pertanian Nomor 76/KPTS/UM/2/1974 maka pengelolaan kawasan diserahkan kepada Perum Perhutani yaitu KPH Surakarta dan KPH Magelang (RPKH KPH Magelang, 1987; RPKH KPH Surakarta, 2007). Selain klas perusahaan Pinus (Pinus merkusii), sebagian hutan lindung seluas 6,5 hektar yang berada di Kabupaten Magelang melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 580/Kpts/Um/9/1974 ditetapkan sebagai objek wisata alam, karena memiliki keindahan panorama alam berupa air terjun.

Berdasarkan sejarah penataan kawasan hutan KPH Magelang sesuai Keputusan Direksi Nomor 1157/Kpts/Dir/1988 tanggal 28 Desember 1988 nama KPH Magelang dirubah menjadi KPH Kedu Utara. Kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 merubah pengelolaan kawasan hutan KPH Kedu Utara dan KPH Surakarta menjadi kawasan konservasi tidak termasuk wilayah kerja perusahaan. Hal ini ditindak lanjuti Departemen Kehutanan melalui Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) pada tahun 2001 mengusulkan kepada Gubernur Jawa Tengah melalui surat Nomor 904/DJ-V/KK/2001 bahwa kawasan hutan di kompleks Gunung Merbabu yaitu kawasan hutan lindung dan Taman Wisata Alam Tuk Songo diusulkan menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu.

Pada tahun 2002, usulan penunjukkan kawasan disampaikan oleh Direktorat Jenderal PHPA kepada Menteri Kehutanan. Usulan tersebut diimplementasikan menjadi penunjukkan kawasan Gunung Merbabu melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merbabu seluas ± 5.725 hektar menjadi Taman Nasional Gunung Merbabu. Dasar penunjukan kawasan TNGMb adalah sebagai sumber mata air bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, sebagai habitat flora fauna yang dilindungi, dan memiliki potensi wisata alam serta budaya yang menarik.

Terhitung sejak tanggal 30 Desember 2005, pengelolaan taman nasional diserahkan kepada BKSDA Jawa Tengah, sementara menunggu pengelola definitif. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai TNGMb baru dibentuk pada bulan Juni 2006, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P29/Menhut-II/2006 tentang organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional yang baru. Pengelola TNGMb secara definitif diatur melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/ Menhut-II/2007 tanggal 1 Januari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Melalui Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, yaitu Balai Taman Nasional Gunung Merbabu dengan tipe B yang mencakup dua seksi wilayah yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I di Kopeng dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II di Krogowanan. Dasar penunjukan kawasan TNGMb adalah merupakan sumber mata air bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, sebagai habitat flora fauna yang dilindungi, dan memiliki potensi wisata alam serta budaya yang menarik.

Penunjukkan kawasan ditindaklanjuti dengan penataan batas kawasan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI pada tanggal 20 Desember 2005 di wilayah Kabupaten Magelang. Selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan tata batas sebagian wilayah Magelang dan rekonstruksi batas sebagian di Wilayah Boyolali dan Semarang. Pada tahun 2015 dilakukan rekonstruksi sebagian batas Kawasan hutan TNGMb wilayah Kabupaten Magelang, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali dan sebagian batas Kawasan hutan wilayah Kabupaten Magelang pada tahun 2017. Orientasi sebagian batas TNGMb Kabupaten Semarang dilakukan pada tahun 2019.

Status hukum formal kawasan TNGMb diperkuat melalui penetapan kawasan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.3623/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Merbabu seluas 5.820,49 hektar di Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah.

Nilai Konservasi

sunting
 
Pinus merkusii

Pembentukan TNGMb sebagai kawasan konservasi bertujuan untuk mempertahankan fungsi hidrologi dan keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan yang terdapat di kawasan Gunung Merbabu. Visi dan misi yang ingin dicapai dalam pengelolaan TNGMb adalah untuk mewujudkan kelestarian kawasan konservasi TNGMb agar dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diwujudkan melalui rangkaian kegiatan :

  1. pemantapan batas dan fungsi kawasan;
  2. peningkatan perlindungan dan pengamanan kawasan, pengawetan keanekaragaman hayati, serta pengendalian kebakaran hutan;
  3. peningkatan tutupan hutan TNGMb;
  4. peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNGMb;
  5. peningkatan pemanfaatan jasa lingkungan dan objek daya tarik wisata alam;
  6. peningkatan koordinasi, kerjasama, dan kemitraan;
  7. peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan;
  8. peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Topografi

sunting
 
Casuarina junghuhniana

Topografi kawasan TNGMb sebagian besar berbukit-bukit sampai bergunung-gunung dengan ketingginan sekitar 3142 mdpl dan di beberapa lokasi terdapat jurang dan tebing yang sangat curam, seperti jurang Sipendok yang berada di wilayah Desa Candisari. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara spasial, kemiringan lereng kelas I (0-25%) sebagian besar terdapat di sisi sebelah utara termasuk di Desa Kopeng, Desa Tajuk dan Desa Batur berada di lereng tengah gunung api, sebagian kecil berada di lereng atas gunungapi. Kemiringan lereng kelas II (25-40%) sebagian besar berada di sisi sebelah barat kawasan hutan TNGMb termasuk wilayah Kecamatan Ampel dan di lereng atas gunung api, sebagian lain di lereng bawah gunung api termasuk wilayah Kabupaten Magelang. Kawasan lainnya terdiri dari kemiringan lereng kelas III (>40%) sebagian besar berada di sisi sebelah timur di wilayah Kabupaten Magelang.

Tanah dan Geologi

sunting

Karakteristik lahan yang terdapat di dalam kawasan konservasi TNGMb memiliki kecenderungan variasi yang sangat tinggi dilihat dari tingkat kelerengan dan kedalaman solum tanahnya. Meskipun berada pada satu LMU yang sama, variasi konfigurasi variasi kelerengan lahan memperlihatkan trend yang berbeda. Hal ini juga diimbangi dengan variasi kedalaman solum tanah. Adanya variasi pada level LMU ini menunjukkan bahwa gradasi tapak yang terdapat di dalam ekosistem TNGMb cukup tinggi.

Berdasarkan peta geologi, kawasan gn merabu diklasifikasi menjadi 6 zona yaitu :

  1. Zona geoekologi I (Wil sobleman - kecritan), Dicirikan oleh bentuk lahan lereng atas berbatuan piroklastik yang mengalami pengikisan yang kuat;
  2. Zona geoekologi II (Wil damar - ngablak), Masih termasuk lereng atas batuan piroklasik namun tidak mengalami pengikisan yang kuat;
  3. Zona geoekologi III (Wil kopeng - ngaduman), Secara orfometri tidak dijumpai pola alur rapat, namun berupa lembah-lembah dalam dan bukit-bukit/ gunung;
  4. Zona geoekologi IV (Wil sisorejo - ngargoloka); Batuan volkannya lepas-lepas dan tidakkuat;
  5. Zona geoekologi V (Wil ngagrong - selowangan);
  6. Merupakan bentuk lahan lereng atas dengan batuan aliran lava dan pecahan-pecahan batuan lava;
  7. Zona geoekologi VI (Wil denokan - jrakah), Memiliki kondisi bentuk lahan lereng tas dari batuan piroklasik yang mengalami pengikisan sedang dan merupakan peralihan antara kondisi bentang lahan di wilayah selo dan sobleman;

Tipe Iklim

sunting

Kawasan hutan Gunung Merbabu menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, termasuk iklim tipe B dengan nilai Q = 31,42 %, dengan curah hujan berkisar 2.000-3.000 mm dan kisaran suhu 17-30º C dengan kelembaban sekitar 31,42%.

Kekayaan hayati

sunting

Kawasan taman nasional ini terutama terdiri dari zona-zona hutan pegunungan, seperti yang dikemukakan van Steenis:[2]

  1. Zona hutan pegunungan bawah (1.000—1.500 m dpl), saat ini telah berubah (tidak asli lagi) dan ditumbuhi oleh jenis-jenis tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii ssp. noronhae) dan bintuni.
  2. Zona hutan pegunungan atas (1.500—2.400 m dpl), ditumbuhi oleh jenis-jenis akasia (Acacia decurrens, Acacia virgata), puspa, sengon gunung (Albizia lophanta), sowo (Engelhardtia serrata), cemara gunung (Casuarina junghuhniana), pasang (Quercus sp), dan tanganan.
  3. Zona hutan (vegetasi) sub-alpin (2.400—3.142 m dpl), ditumbuhi oleh rerumputan dan edelweis jawa.

Beberapa jenis hewan yang tercatat dari kawasan ini di antaranya adalah elang jawa, elang hitam, alap-alap sapi, elang-ular bido, ayam hutan, tekukur, gelatik batu, kijang, landak, musang luwak, monyet ekor-panjang, macan tutul, dan lain-lain.

Ancaman kelestarian

sunting

Sebagaimana umumnya kawasan hutan di Jawa, Taman Nasional Gunung Merbabu tidak luput dari berbagai kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas ilegal masyarakat di sekitarnya. Beberapa yang terekam di antaranya kegiatan-kegiatan penambangan pasir dan batu tak berizin, pencurian kayu, dan pembukaan tutupan hutan untuk bertani sayur-sayuran.[3]

Aksesibilitas

sunting

Taman Nasional Gunung Merbabu terletak pada tempat yang strategis, mudah dijangkau dari berbagai kota di Jawa Tengah, baik dengan angkutan umum, angkutan pribadi, pesawat terbang. Kantor Balai TNGM beralamat di Jl. Merbabu no.136 Boyolali, Jawa Tengah.

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-13. Diakses tanggal 2010-04-28. 
  2. ^ Steenis, CGGJ van. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Terj. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. Hal. 22-25
  3. ^ Harian Kompas: Marak, Tambang Pasir di Gunung Merbabu[pranala nonaktif permanen] (21 Mei 2008)