Taman Pujaan Bangsa Margarana

Makam pahlawan di Bali

Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana adalah sebuah Monumen peringatan yang didirikan untuk mengenang tragedi Puputan Margarana, di Desa Marga, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Pada Tanggal 20 November 1946 terjadilah pertempuran habis-habisan antara pasukan pejuang Republik Indonesia melawan kaum penjajah Belanda,di Banjar Kelaci, Desa Marga oleh pasukan Ciung Wanara di bawah pimpinan Kolonel I Gusti Ngurah Rai.

Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana
Monumen Nasional Margarana
Peta
Informasi umum
JenisMonumen
LokasiBali, Indonesia
AlamatDusun Kelaci, Desa Dauh Puri Marga, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan
Koordinat8°27′54″S 115°09′49″E / 8.465029°S 115.163748°E / -8.465029; 115.163748
Mulai dibangun1954
Tinggi17 m

Sejarah sunting

Menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 23 Agustus 1945, Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan dia inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil dengan ibu kotanya Singaraja.

Sejak pendaratan NICA di Bali, Bali selalu menjadi arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI menggunakan sistem gerilya. Oleh karena itu, MBO sebagai induk pasukan selalu berpindah-pindah. Untuk memperkuat pertahanan di Bali, didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yang kemudian menggabungkan diri ke dalam pasukan yang ada di Bali. Karena seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda pernah mengirim surat kepada Rai untuk mengadakan perundingan. Akan tetapi, pihak pejuang Bali tidak bersedia, bahkan terus memperkuat pertahanan dengan mengikutsertakan seluruh rakyat.

Untuk memudahkan kontak dengan Jawa, Rai pernah mengambil siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah barat yang kemudian sampai di Desa Marga (Tabanan). Untuk lebih menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.

Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di Kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 18 November 1946 (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai mengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan Nica dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar. Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" atau perang habis-habisan di desa Marga sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang 400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 november 1946 dikenal dengan Perang Puputan Margarana, dan kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana.

Kompleks Monumen sunting

Monumen ini seluas sembilan hektar, terbagi menjadi tiga bagian mengikiti konsep Tri Mandala yakni hulu, tengah dan hilir sebagai berikut:

  1. Dibagian hulu (utara) dengan luas areal empat hektar, merupakan komplek bangunan suci yang disebut Taman Pujaan Bangsa, terdiri atas bangunan–bangunan sebagai berikut:
    • Candi Pahlawan Margarana ; berdiri megah setinggi 17 meter, dengan bentuk persegi lima. Disini terpahat secara berangkai isi surat Jawaban I Gusti Ngurah Rai ( Pemimpin Dewan Pejuang Bali ) kepada Overste Termeulen ( Belanda ), yang menggambarkan kebesaran jiwa perjuangan dan patriotisme bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Bali khususnya.
    • Pelataran Upacara ; diapit oleh dua balai peristirahatan ( dibagian timur dan barat )
    • Patung Panca Bakti ; terletak dibagian selatan pelataran upacara, setelah pintu gerbang masuk, menggambarkan persatuan dan kesatuan seluruh rakyat dalam perjuangan kemerdekaan.
    • Taman Bahagia ; terletak disebelah utara dan Timur Laut Candi Pahlawan Margarana, yang terdiri dari 1372 nisan atau tugu pahlawan yang menunjukkan jumlah pejuang yang gugur di medan laga selama revolusi fisik di Bali, sebagai pahlawan perang kemerdekaan RI, termasuk sebuah nisan untuk pahlawan tidak dikenal.
    • Gedung Sejarah ; terletak di sebalah Timur Candi Pahlawan Margarana, sebagai tempat penyimpanan benda – benda sejarah perjuangan.
    • Taman Suci ; berlokasi disebelah selatan gedung sejarah, merupakan tempat penyucian diri bagi para pengunjung yang hendak melaksanakan perziarahan/kebaktian.
  2. Di bagian tengah atau di sebelah Selatan Taman Pujaan Bangsa dengan luas areal satu hektar, disebut Taman Seni Budaya, terdiri atas bangunan: Wantilan, warung kopi dan rencana akan dibangun toko souvenir.
  3. Dibagian Hilir ( Selatan ) dengan luas empat hektar, disebut Taman Karya Alam, dan Bumi Perkemahan Pramuka.

Monumen Margarana ini memiliki tinggi 17 meter, dengan tingakatan sebanyak 8 tingkat, anak tangga sebanyak 4 buah, dan berbentuk segi lima yang melambangkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Lihat pula sunting

Pranala luar sunting