Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesetimbangan osmotik antara suatu larutan dan pelarut murninya yang dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel yang dapat ditembus hanya oleh pelarut tersebut.[1] Dengan kata lain, tekanan osmotik adalah tekanan yang diperlukan untuk menghentikan osmosis.

Tekanan osmotik larutan sama dengan tekanan hidrostatik yang diberikan kolom cairan di ujung pipa P1b pada keadaan akhir.

Osmosis terjadi ketika dua larutan dengan konsentrasi pelarut yang berbeda dipisahkan menggunakan sebuah membran. Molekul pelarut kemudian melewati membran semipermeabel dari larutan dengan konsentrasi rendah ke larutan yang lebih pekat. Perpindahan ini akan terus terjadi hingga tercapainya kesetimbangan.[2]

Tekanan osmotik merupakan salah satu sifat koligatif larutan.

Teori dan penghitungan sunting

 
Sebuah Sel Pfeffer yang digunakan untuk mengukur tekanan osmotik

Jacobus van 't Hoff menemukan hubungan kuantitatif antara tekanan osmotik dengan konsentrasi zat terlarut yang dinyatakan pada persamaan:

 

dengan   adalah tekanan osmotik, i adalah faktor van 't Hoff, c adalah molaritas zat terlarut, R adalah konstanta gas ideal, dan T adalah temperatur dalam satuan kelvin. Rumus ini dapat digunakan pada larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang relatif rendah, sehingga dapat dianggap sebagai larutan ideal. Rumus ini memiliki kemiripan dengan rumus pada hukum gas ideal yang dinyatakan sebagai

 

dengan n adalah jumlah mol molekul gas pada volume V, sementara n/V adalah molaritas molekul gas. Harmon Northrop Morse dan Frazer menemukan bahwa persamaan tersebut dapat digunakan pada larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih besar apabila satuan konsentrasi diganti dari yang awalnya molar menjadi molal.[3] Berkat penemuannya, persamaan tekanan osmotik yang menggunakan elemen molalitas disebut sebagai Persamaan Morse.

Aplikasi sunting

 
Tekanan osmotik pada sel darah merah

Penghitungan tekanan osmotik digunakan untuk menentukan massa relatif suatu molekul. Selain itu, tekanan osmotik juga cukup memengaruhi sel. Osmoregulasi merupakan mekanisme homeostatis dari organisme untuk mencapai tekanan osmotik yang setimbang.[4]

  • Hipertonisitas adalah keberadaan suatu larutan yang menyebabkan sel mengkerut.
  • Hipotonisitas adalah keberadaan suatu larutan yang menyebabkan sel mengembang.
  • Isotonisitas adalah keberadaan suatu larutan yang tidak menyebabkan perubahan pada volume sel.

Ketika sel berada dalam lingkungan hipotonis, air akan memenuhi interior sel dengan berpindah dari lingkungan menuju sel melalui membran sel. Pada sel tumbuhan, dinding sel mencegah pengembangan sel akibat osmosis. Akibatnya, dinding sel menerima tekanan yang disebut tekanan turgor. Tekanan turgor menjaga tumbuhan untuk tetap berdiri tegak dan mengatur seberapa besar bukaan stomata. Pada sel hewan, tekanan osmotik yang terlalu besar dapat menyebabkan sitolisis.

Tekanan osmotik juga merupakan dasar dari salah satu metode penyaringan air yang disebut osmosis terbalik. Metode ini dilakukan dengan menempatkan air ke dalam sebuah tangki kemudian memberikannya tekanan. Tekanan yang diberikan lebih besar daripada tekanan osmotik air dan zat terlarutnya. Beberapa bagian dalam tangki kemudian dibuka untuk mengalirkan molekul air, namun tidak dengan partikel terlarutnya.

Referensi sunting

  1. ^ IUPAC, Compendium of Chemical Terminology, edisi ke-2 ("Buku Emas") (1997). Versi koreksi daring:  (2006–) "osmotic pressure".
  2. ^ Chang, R. (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. 2. Diterjemahkan oleh S.S. Achmadi (edisi ke-3). Jakarta: Erlangga. hlm. 16. 
  3. ^ Lewis, Gilbert Newton (1908-05-01). "The Osmotic Pressure of Concentrated Solutions and the Laws of the Perfect Solution". Journal of the American Chemical Society. 30 (5): 668–683. doi:10.1021/ja01947a002. ISSN 0002-7863. 
  4. ^ "OSMOREGULASI PADA HEWAN – Flora Fauna" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-11. Diakses tanggal 2020-09-03.