Teluk Kuantan

ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi, Indonesia

Teluk Kuantan merupakan ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi sekaligus menjadi ibu kota Kecamatan Kuantan Tengah. Secara administratif, Teluk Kuantan meliputi 23 desa/kelurahan di seluruh Kecamatan Kuantan Tengah. Namun secara kultural, Teluk Kuantan hanya meliputi Koto Taluk, Seberang Taluk, Seberang Taluk Hilir, Sawah, Beringin Taluk, Pasar Taluk, Simpang Tiga, Sungai Jering, Pulau Aro dan Pulau Kedundung yang disebut dengan wilayah Kenegerian Taluk.

Peta

Kota ini mendapat julukan Kota Jalur karena mempunyai tradisi yang telah berjalan lebih dari satu abad, yakni tradisi Pacu Jalur. Setiap tahunnya Tepian Narosa yang berada di tepi Sungai Kuantan akan ramai dengan perlombaan sampan besar yang disebut jalur untuk memperingati hari Kemerdekaan Indonesia di bulan Agustus.

Penyebutan Nama sunting

Sampai hari ini masih ada perbedabatan mengenai cara penyebutan nama kota Teluk Kuantan yang benar sesuai dengan dialek lokal. Ada yang menyebutnya dengan sebutan Toluak dan ada pula yang menyebutnya dengan sebutan Taluk. Di beberapa komunitas pedesaan, penyebutan yang lazim digunakan adalah Toluak. Penyebutan ini bahkan dipakai dalam beberapa atribut kedaerahan seperti klub sepakbola Barito yang merupakan singkatan Baringin Toluak, dari desa Beringin Taluk. Beberapa di antaranya berpendapat bahwa penyebutan kata Taluk hanya digunakan oleh masyarakat yang berasal dari Minangkabau.

Namun bagi yang kukuh meyakini bahwa pengucapan yang benar adalah Taluk, hal ini tercatat di dalam dokumen-dokumen Pemerintah Kolonial Belanda. Misalnya dalam arsip bernomor 578.BG28/3/25 dengan nama De aansluitting van het kantoor van het Geologisch Onderzoek te Taloek op het Bestuurstelefoonkantoor aldaar tertanggal 3 Agustus 1914 - 3 Desember 1925 tentang sambungan telepon pemerintah di Kantor Penelitian Geologi di Taloek.[1] Demikian pula dengan catatan seorang peneliti dari Belanda yang bernama Jan Willem Ijzerman sekitar tahun 1880-an yang menyebutkan kata Taloek (Taluk).[2]

Sejarah sunting

Peradaban di kota ini diperkirakan telah muncul sejak abad ke-12 M sampai dengan abad ke-14 M di masa kedatangan Sang Sapurba ke daerah Kuantan. Pada masa itu, Sang Sapurba diangkat menjadi raja dengan gelar Tri Murti Tri Buana.[3] Pengangkatan Sang Sapurba menjadi raja di daerah Kuantan, disebabkan oleh dua faktor: (1) Karena Kuantan mengalami masa kekosongan raja pasca runtuhnya Kerajaan Kuantan oleh serangan Dharmasraya. Pada masa kekosongan ini, Kuantan diperintah oleh tiga orang pembesar yakni Datuk Bandaro Lelo Budi yang berkedudukan di Kari, Datuk Pobo di Kopah, dan Datuk Simambang yang mengambil kedudukan di Sentajo; (2) Karena Sang Sapurba berhasil membunuh Ular Santa Muna yang secara simbolik adalah penjahat besar yang mengharu-biru penduduk setempat.[4]

Sebelumnya adanya masa kekosongan raja, Rantau Kuantan sempat berdaulat di bawah kekuasaan Kerajaan Kandis yang berpusat di Padang Candi, Kuantan Mudik. Pusat kerajaan ini kemudian pindah Koto Kari, sebelum akhirnya pindah lagi ke wilayah Sintuo (Dusun Tuo) di Seberang Taluk. Wilayah Kerajaan Kuantan ini membentang dari Hulu di Lubuk Ambacang sampai di Pesikaian, Cerenti.[5]

Teluk Kuantan mulai tumbuh semakin besar ketika Adityawarman yang merupakan keturunan Dara Jingga dengan suaminya raja Majapahit, berhasil menjadi raja di Pagaruyung. Ia kemudian mengutus dua pembesarnya ke Rantau Kuantan untuk mengatur kembali tata kelola pemerintahan menjadi Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua yang bersistem konfederasi. Salah satu Luhak yang berada di pemerintahan tersebut adalah Luhak Lima Koto di Tongah dengan mencakup wilayah Kari, Siberakun, Simandolak dan Sibuayo (negeri antara Inuman dan Cerenti). Pada saat Rantau Kuantan dikuasai Pemerintah Kolonial Belanda, Teluk Kuantan menjadi bagian Distrik Kuantan dengan mencakup wilayah Kari, Teluk Kuantan, Siberakun, Simandolak dan Sibuayo dengan pemegang kekuasaan bergelar Datuk Bisai.

Di masa kemerdekaan Indonesia, Teluk Kuantan sempat menjadi wilayah administratif dari Kewedanaan Kuantan-Singingi sebelum akhirnya menjadi bagian dari Kabupaten Indragiri berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah yang berkedudukan di Kota Rengat.[6]

Sekitar tahun 1965, Kabupaten Indragiri kemudian dimekarkan menjadi dua kabupaten baru yakni Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Indragiri Hulu melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Inderagiri Hilir dengan Mengubah Undang-Undang No. 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah. Teluk Kuantan menjadi salah satu ibu kota Kecamatan Kuantan Tengah kala itu dengan berada di wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hulu.[7]

Pada tahun 1999, Teluk Kuantan menjadi ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi dan Kecamatan Kuantan Tengah setelah terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam dalam Pasal 9.[8]

Referensi sunting

  1. ^ Direktorat Pengolahan Arsip Deputi Bidang Konservasi Arsip, ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia, Inventaris Arsip: Departemen Van Binnelandsc Bestuur Seri Grote Bundel (Afdeelingen Mat, LBD, B, G en Anere Afdeelingen, Jakarta: 2022.
  2. ^ Syafrizaldi Jpang,, Dede Kunaifi, Pugar Belantara Kuansing: Dari Ekspedisi Jalur Kereta Api hingga Kisah Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Cetakan Pertama, (Pekanbaru: Yayasan Hutanriau, 2021),hal. 4. ISBN: 978-623-98337-0-1.
  3. ^ Ivan Taniputera, Ensiklopedi Kerajaan-Kerajaan Nusantara: Hikayat dan Sejarah, Jilid 1, Cetakan I, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2017), hal. 530. ISBN: 978-602-313-179-2.
  4. ^ UU. Hamidy, Masyarakat Adat Kuantan Singingi, Cetakan Pertama, (Pekanbaru: UIR Press, 2000), hal. 17.
  5. ^ Hasbullah,, Rendi Ahmad Asori, Oki Candra, Olahraga dan Magis: Kajian terhadap Tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi, Cetakan Pertama, (Pekanbaru: ASA Riau, 2015), hal. 53-54. ISBN: 978-602-1096-63-5
  6. ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah.
  7. ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Inderagiri Hilir dengan Mengubah Undang-Undang No. 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah.
  8. ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam