Tengku Syarifah Fadlun

Tengku Maharatu Syarifah Fadlun, dikenal sebagai Tengku Maharatu, (1913 – ?) adalah permaisuri kedua dari Sultan Syarif Kasim II dan tokoh pendidikan wanita asal Riau.

Syarifah Fadlun
Permaisuri Siak
Periode23 Januari 1930 – 1950
PendahuluTengku Syarifah Latifah
Informasi pribadi
Kelahiran1913
Tanjung Pura, Hindia Belanda
KematianTidak diketahui
AyahTengku Pangeran Embung Jaya Setia
Pasangan
(m. 1930)

Kehidupan awal

sunting

Syarifah dilahirkan di Tanjung Pura pada tahun 1913. Ayahnya, Tengku Pangeran Embung Jaya Setia, adalah seorang bangsawan Langkat dan ibunya ialah adik dari Sultan Musa.[1] Ia adalah adik dari Syarifah Latifah.[2]

Permaisuri Sultan Syarif Kasim II

sunting

Syarifah Fadlun menikah dengan Sultan Syarif Kasim II pada tanggal 23 Januari 1930, setahun setelah kematian Syarifah Latifah. Ia mendapatkan gelar tengku maharatu pada tahun 1930 dengan tanggal yang berbeda menurut dua versi. Ada yang bilang bahwa ia mendapatkan gelar tengku maharatu pada tanggal 28 Juni 1930. Sementara itu, sumber lain menyebutkan bahwa ia memperolehnya pada tanggal 6 Juni 1930. Syarifah Fadlun bercerai dengan sang sultan pada tahun 1950.[3] Selama menjadi suami sang sultan, Syarifah tidak memiliki anak.[4]

Mengelola Madrasah Annisa dan Sultanah Latifah School

sunting

Pada bulan Mei 1929, Sultan Syarif Kasim mendirikan sekolah agama khusus wanita yaitu Madrasah Annisa.[5] Syarifah Fadlun memegang peran di madarash ini sebagai pengelolanya.[6] Ia juga membebaskan siswi-siswinya yang belajar di madrasah dari biaya pendidikan.[7] Salah satu hal yang ia lakukan sebagai pengurus madrasah ini ialah melakukan kerja sama dengan sekolah agama lain untuk mengembangkan kualitas pendidikannya. Pada tahun 1941, bersama dengan sang suami, Syarifah Fadlun berkunjung ke Bukittinggi untuk bertemu dengan Rahmah El Yunusiyah dan dari situalah kerja sama antara Madrasah Annisa dan Diniyah Putri Padang Panjang terjalin.[8]

Berkat persetujuan kerja sama antara Madrasah An-Nisa dan Diniyah Putri Padang Panjang, siswi-siswi berprestasi dari Madrasah Annisa dapat melanjutkan pendidikan tingginya ke tingkat aliyah di sekolah diniyah yang dikelola oleh Rahmah El Yunusiyah. Dengan belajar di sekolah diniyah, sang siswi bisa menjadi guru di Madrasah Annisa. Di samping itu juga, Madrasah An-Nisa mendapatkan guru dari Padang Panjang.[8] Terinspirasi dari Diniyah Putri Padang Panjang, Syarifah merancang kurikulum untuk madarasahnya sesuai dengan diniyah yang mana pembelajarannya tidak terbatas pada ilmu agama, tetapi juga ilmu umum.[7]

Tidak hanya madrasah saja, Syarifah Fadlun juga mengelola Sultanah Latifah School sepeninggal Tengku Agung Syarifah Latifah.[9] Ia juga berinisiatif untuk membangun asrama bagi siswi Sultanah Latifah School dan Madrasah Annisa serta mengagas pendirian TK.[2]

Kain Tenun Siak

sunting

Syarifah juga terlibat dalam pengembangan kain tenun Siak. Ia mengajari perempuan-perempuan setempat keterampilan menenun dengan tujuan meningkatkan derajat mereka.[10]

Revolusi Nasional Indonesia

sunting

Seusai berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai ke Siak, Syarifah Fadlun bersama dengan suami mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Syarifah berkontribusi dengan cara menyambung dan menjahit robekan bendera Belanda menjadi bendera Indonesia. Bendera yang dijahit olehnya dikibarkan pada saat rapat umum diadakan di Siak.[11]

Bersama dengan sang suami, Syarifah juga dikabarkan menyumbang uang sebesar 13 juta gulden dan emas yang ada ditangannya untuk perjuangan kemerdekaan Indoensia. Tidak hanya itu saja, Syarifah juga menyematkan lambang merah putih di seragam Tentara Keamanan Rakyat (TKR).[12]

Kehidupan pasca perceraian

sunting

Pada tahun 1980, Syarifah menuntut Wan Galib karena Wan menghina dia.[13] Ia telah meninggal dunia pada tahun yang tidak diketahui.[14]

Penghargaan

sunting

Pada tahun 2023, seorang budayawan Riau bernama Datuk O.K Nizami Jamil menulis buku autobiografi Tengku Maharatu.[15] Namanya dia juga dijadikan sebagai nama sebuah gedung di depan Istana Siak, Gedung Tengku Maharatu.[12]

Bibliografi

sunting
  • Wilaela, Wilaela; Ghafur, Abdul; Hasbullah, Hasbullah; Widiarto, Widiarto (2018). Prosopografi Tokoh Perempuan Pendidik di Riau (1926-2016). Pekanbaru: CV Asa Riau. ISBN 978-602-6302-60-1. 

Referensi

sunting
  1. ^ Wilaela et al. 2018, hlm. 33.
  2. ^ a b Raditya, Iswara N. "Syarifah Latifah: Pelopor Pendidikan Perempuan di Kesultanan Siak". tirto.id. Tirto. Diakses tanggal 10 Juli 2024. 
  3. ^ Wilaela et al. 2018, hlm. 34.
  4. ^ Hasudungan, Anju Nofarof (2020). "TENGKU AGUNG SYARIFAH LATIFAH SEBAGAI SOSOK KARTINI RIAU DAN INSPIRASI UNTUK GENERASI EMAS INDONESIA". Bihari. 3 (2): 103. 
  5. ^ Wilaela et al. 2018, hlm. 35.
  6. ^ Wilaela et al. 2018, hlm. 38.
  7. ^ a b Wilaela et al. 2018, hlm. 40.
  8. ^ a b Wilaela et al. 2018, hlm. 39.
  9. ^ Wilaela et al. 2018, hlm. 42.
  10. ^ Lestari, Sasya; Riyanti, Menul Teguh (April 2017). "KAJIAN MOTIF TENUN SONGKET MELAYU SIAK TRADISIONAL KHAS RIAU". Dimensi DKV. 2 (1): 34. 
  11. ^ Wilaela et al. 2018, hlm. 43.
  12. ^ a b Faizin, Eko. "Tengku Mahratu: Penjahit Merah Putih, Sumbang Perhiasannya buat Kemerdekaan RI". suara.com. Suara. Diakses tanggal 11 Juli 2024. 
  13. ^ Tempo, Tempo. "Syarifah Fadlun". datatempo.co. Tempo. Diakses tanggal 10 Juli 2024. 
  14. ^ Pengadilan Agama Pekanbaru, Pengadilan Agama Pekanbaru (2020). "Penetapan Nomor 000/Pdt.P/2020/PA.Pbr". Pekanbaru: Mahkamah Agung: 15. 
  15. ^ Riau Terkini, Riau Terkini. "Buku Tengku Maharatu Kisah Permaisuri Sultan Siak Sri Indrapura Diluncurkan". riauterkini.com. Riau Terkini. Diakses tanggal 10 Juli 2024.