Thaha Saifuddin dari Jambi

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan

Sultan Thaha Saifuddin[a][1][2] (Tanah Pilih, Kesultanan Jambi, 1816 - Betung Bedarah, Tebo, 26 April 1904) adalah seorang sultan terakhir dari Kesultanan Jambi[3] dan Pahlawan Nasional Indonesia.[4][5] Ia dilahirkan di Keraton Tanah Pilih Jambi pada pertengahan tahun 1816. Ketika kecil ia biasa dipanggil Raden Thaha Jayadiningrat dan bersikap sebagai seorang bangsawan yang rendah hati dan suka bergaul dengan rakyat biasa.[6]

Sultan Thaha Saifuddin
Sultan Jambi ke-20
Berkuasa1855 - 26 April 1904
PendahuluSultan Abdurrahman Nazaruddin
Kelahiran1816 (1816)
Tanah Pilih, Kesultanan Jambi
Kematian26 April 1904 (87 atau 88 tahun)
Betung Bedarah, Tebo Ilir, Tebo
AyahSultan Muhammad Fachruddin
Potret Sultan Thaha Saifuddin dari Djambi beserta rombongannya (1904)

Sultan Thaha menolak untuk memperbarui perjanjian yang diberlakukan pada para sultan pendahulunya oleh Belanda, yang menginvasi Jambi pada tahun 1858,[7] memerintah sebagian besar kesultanan sampai tahun 1899.[3] Thaha, terus mengklaim kesultanan dan menguasai bagian-bagiannya yang sulit dijangkau sampai dia dibunuh oleh tentara Belanda.[3]

Pada pertempuran di Sungai Aro, jejak Sultan Thaha tidak diketahui lagi oleh rakyat umum, kecuali oleh pembantunya yang sangat dekat. Sultan Thaha Saifuddin meninggal pada tanggal 26 April 1904 dan dimakamkan di Muara Tebo, Jambi.[6] Namanya diabadikan untuk Bandar Udara Sultan Thaha di Kota Jambi dan menjadi nama salah satu perguruan tinggi di Jambi UIN Sultan Thaha Saifuddin.

Sultan Thaha Saifuddin akhirnya dianugerahkan menjadi Pahlawan Nasional pada 24 Oktober 1977 berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 079/TK/Tahun 1977.[8]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Peneliti Jambi terdahulu menggunakan ejaan yang variatif untuk nama Thaha Saifuddin. Penulis memilih menggunakan ejaan tersebut, selanjutnya diringkas Thaha, merujuk pada penulisan aksara Arab pada stempel yang digunakan oleh sultan serta keumuman penulisan dalam institusi resmi di Jambi saat ini. Dalam stempel resmi kesultanan tertulis طه سيف الدين yang jika ditransliterasi ke dalam aksara Latin menggunakan Turabian style menjadi Taha Sayf al-Din. Dalam diskusi tahun 2016 lalu, Elsbeth Locher-Scholten menjelaskan alasannya menggunakan ejaan Taha merujuk pada penulisan dalam dokumen-dokumen Belanda.

Referensi

sunting
  1. ^ Abid, M. Husnul (2010). "Saifuddin atau Safiuddin?: atau Jambi di Pinggir Sejarah". Kontekstualita: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. 25 (2): 37092. ISSN 1979-598X. 
  2. ^ Sagala, Ismawati (2021). Nugrahini, Karika Nurul, ed. Islam dan Adat dalam Sistem Pemerintahan Jambi (dalam bahasa Indonesia) (edisi ke-Revisi). Yogyakarta: Ombak. ISBN 6022585953. 
  3. ^ a b c Ricklefs, Merle Calvin (2001). A History of Modern Indonesia Since C. 1200. Stanford University Press. hlm. 182. ISBN 9780804744805. Diakses tanggal 1 November 2013. 
  4. ^ "Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia (2)" [List of Names of National Heroes of the Republic of Indonesia (2)]. Awards of the Republic of Indonesia. Indonesian State Secretariat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 January 2013. Diakses tanggal 17 February 2013. 
  5. ^ Mirnawati (2012). Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap [Most Complete Collection of Indonesian Heroes]. Jakarta: CIF. hlm. 48–49. ISBN 978-979-788-343-0. 
  6. ^ a b "Sesepuh Kodam II/Sriwijaya". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-01-11. Diakses tanggal 2008-06-25. 
  7. ^ Kerlogue, Fiona G (2004). "Jambi". Dalam Ooi, Keat Gin. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. 1. ABC-CLIO. hlm. 678. ISBN 9781576077702. Diakses tanggal 1 November 2013. 
  8. ^ Sultan Thaha Syaifuddin (PDF). Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. hlm. 102–103/97–98. 

Pranala luar

sunting