Tindak tutur

suatu perilaku yang dibuat dalam bentuk bahasa maupun nonbahasa.

Tindak tutur atau pertuturan (bahasa Inggris: speech act) adalah seluruh komponen bahasa dan nonbahasa yang meliputi perbuatan bahasa yang utuh, yang menyangkut peserta di dalam percakapan, bentuk penyampaian amanat, topik, dan konteks amanat tersebut.[1] Istilah ini dicetuskan oleh Austin (1962) melalui teorinya tentang tiga tingkat pertuturan, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.[2] Searle (1969) selanjutnya membagi pertuturan ilokusi menjadi lima kategori, yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.

Tingkat pertuturan sunting

Austin (1962) merumuskan tiga tingkat pertuturan sebagai berikut.

  • Pertuturan lokusi, yaitu pertuturan yang menyatakan sesuatu sebagaimana adanya (harfiah).
  • Pertuturan ilokusi, yaitu pertuturan yang menyatakan tindakan atau maksud melakukan sesuatu.
  • Pertuturan perlokusi, yaitu pertuturan yang memiliki pengaruh atau efek terhadap lawan tutur.

Sebagai contoh, "Lalu lintas menuju ke sini macet," yang diucapkan seseorang saat terlambat datang pada suatu rapat bukan hanya memberi informasi tentang kemacetan lalu lintas (lokusi), melainkan juga merupakan tindakan meminta maaf (ilokusi) yang diharapkan membawa efek pemberian maaf dari kawan bicara (perlokusi).

Catatan kaki sunting

  1. ^ Kushartanti (2009)
  2. ^ Chaer (2010)

Bibliografi sunting

  • Austin, J.L. (1962), How to Do Things With Words, New York: Oxford University Press 
  • Chaer, A. (2010), Kesantunan Berbahasa, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 26–31 
  • Kushartanti (2009), "Pragmatik", dalam Kushartanti, Yuwono, U., Lauder, M., Pesona Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 109–110 
  • Searle, J.R. (1969), Speech Act, London: Cambridge University Press