Jayadrata

(Dialihkan dari Tirtanata)

Dalam wiracarita Mahabharata, Jayadrata (Dewanagari: जयद्रथ; ,IASTJayadratha, जयद्रथ) adalah Raja Sindhu. Dia menikahi Dursilawati, adik perempuan Korawa bersaudara. Jayadrata merupakan tokoh penting di balik pembunuhan Abimanyu, putra Arjuna. Ia menghadang para kesatria Pandawa saat mereka berusaha menyelamatkan Abimanyu. Atas kematian anaknya, Arjuna berusaha membunuh Jayadrata. Akhirnya pada pertempuran pada hari keempat belas, Jayadrata gugur di tangan Arjuna.

Jayadrata
जयद्रथ
Ilustrasi Jayadrata berusaha menculik Dropadi. Litograf dari Raja Ravi Varma Press.
Ilustrasi Jayadrata berusaha menculik Dropadi. Litograf dari Raja Ravi Varma Press.
Tokoh Mahabharata
NamaJayadrata
Ejaan Dewanagariजयद्रथ
Ejaan IASTJayadratha
Nama lainSinduraja, Saindawa, Tirtonoto
Kitab referensiMahabharata
AsalKerajaan Sindhu
Kastakesatria
SenjataGada
AyahWredaksatra
IstriDursilawati

Dendam pada Pandawa

sunting

Dalam kitab Wanaparwa, yang mengisahkan masa pembuangan Lima Pandawa di tengah hutan, Jayadrata berusaha menculik dan mengawini Dropadi, istri para Pandawa. Arjuna dan Bima berhasil menangkapnya, lalu membawanya ke hadapan Yudistira, kakak sulung mereka. Atas permohonan dari Dropadi, Yudistira menyarankan agar Jayadrata dibebaskan, sebab ia tidak tega melihat Dursala hidup menjanda. Sebelum membebaskan Jayadrata, Bima mencukur rambutnya, dan menyisakan sedikit bagian saja. Didasari dendam terhadap perlakuan tersebut, Jayadrata melakukan tapa ke hadapan Siwa. Ia memohon kekuatan untuk menaklukkan Pandawa, tetapi Siwa mengatakan bahwa itu hal yang mustahil. Meski demikian, ia menganugerahkan agar Jayadrata mampu mengalahkan seluruh Pandawa bersaudara (kecuali Arjuna) untuk satu hari saja.

Perang di Kurukshetra

sunting

Jayadrata memihak Duryodana dalam perang di Kurukshetra. Pada hari ketiga belas, Jayadrata menggunakan kekuatannya ketika menghentikan Pandawa di dekat formasi Cakrawyuha yang sulit ditembus, yang dimasuki oleh Abimanyu, putra Arjuna. Di dalam formasi tersebut, Abimanyu bertarung sendirian. Ia dikepung oleh para kesatria Korawa dan terdesak, sementara kesatria-kesatria Pandawa yang ingin menyelamatkan Abimanyu dihadang oleh Jayadrata. Saat terjebak dan kesusahan, Abimanyu dibunuh dengan curang.

Arjuna terkejut dan pingsan setelah mendengar kematian Abimanyu. Atas penjelasan para ksatria Pandawa, Abimanyu dikurung dalam formasi Cakrabyuha dan dibunuh dengan serangan serentak. Para Pandawa ingin membantu dan menyelamatkan Abimanyu, tetapi dihadang oleh Jayadrata. Mendengar hal itu, Arjuna bersumpah bahwa ia akan membakar dirinya sendiri pada akhir hari keempat belas apabila ia tidak berhasil membunuh Jayadrata.

Kematian

sunting
 
Oleograf dari India, dibuat sekitar tahun 1910-an, menggambarkan Arjuna (kiri bawah) melesatkan anak panahnya dan memenggal kepala Jayadrata (kanan atas).

Pada hari keempat belas, Arjuna berencana untuk membunuh Jayadrata. Namun ribuan kesatria dan prajurit dari pihak Korawa melindungi Jayadrata dan memisahkannya dengan Arjuna. Sampai hari menjelang sore, Arjuna belum berhasil menjangkau Jayadrata dan membunuhnya, dan apabila setelah malam tiba Arjuna belum berhasil membunuh Jayadrata maka ia akan membakar dirinya sendiri. Kresna yang melihat Arjuna dalam kesusahan mencoba membantunya dengan membuat gerhana matahari semu. Saat suasana menjadi gelap, pihak yang bertarung merasa bahwa perang pada hari itu sudah berakhir karena malam sudah tiba. Pasukan Korawa yang melindungi Jayadrata pulang ke kemah mereka. Pada saat Jayadrata tak terlindungi, matahari muncul kembali dan ternyata hari belum malam. Pada kesempatan itu, Arjuna menyuruh Kresna agar menjangkau Jayadrata. Saat mendekat, ia melepaskan anak panahnya dan memutuskan leher Jayadrata dengan senjata sakti Pasupati.

Atas saran dari Kresna, Arjuna mengarahkan agar senjata tersebut membawa kepala Jayadrata ke pangkuan ayahnya, Wredaksatra yang sedang bermeditasi. Sebelum perang terjadi, Wredaksatra menganugerahkan bahwa siapa pun yang membuat kepala anaknya menyentuh tanah, maka kepala orang tersebut akan meledak menjadi seratus serpihan. Saat kepala anaknya jatuh di pangkuannya, Wredaksatra terkejut, lalu tanpa sengaja menjatuhkan kepala tersebut. Hal itu pun mengakibatkan kepalanya langsung pecah.

Pascakematian

sunting

Dalam kitab Aswamedikaparwa dikisahkan bahwa setelah perang berakhir, Arjuna bertarung dengan pasukan Sindhu ketika mereka menolak untuk mengakui Yudistira sebagai maharaja dunia. Ketika Dursala, istri Jayadrata, keluar untuk melindungi putranya, yaitu raja muda penerus takhta Sindhu, Arjuna menghentikan pertarungan.

Pewayangan Jawa

sunting

Antara kisah Jayadrata dalam kitab Mahabharata dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, tetapi tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses Jawanisasi, yaitu membuat kisah wiracarita dari India bagaikan terjadi di pulau Jawa.

Riwayat

sunting
 
Jayadrata sebagai tokoh dalam pewayangan Jawa.

Jayadrata adalah seorang ksatria yang sangat sakti dari pihak Korawa. Misteri menyelubungi asal usulnya. Kisahnya bermula ketika Wrekudara lahir, ari-ari yang membungkusnya dibuang. Pertapa tua, yaitu Begawan Sempani, secara kebetulan memungutnya, mendoakannya, dan mengubahnya menjadi seorang bocah lelaki, yang tumbuh dewasa dengan nama Jayadrata. Dari pandangan sekilas saja tampak jelas kemiripan kekerabatan dengan Wrekudara dan putra Wrekudara, Raden Gatotkaca. Ketika Jayadrata beranjak dewasa, ia dibujuk untuk datang ke Hastina oleh Sengkuni yang cerdik, yang memandang perlu seorang sekutu yang seperti itu untuk melawan Pandawa. Di sana Jayadrata diberi suatu kedudukan yang tinggi dan dikawinkan dengan saudara perempuan Duryudana, Dewi Dursilawati. Hal ini mengikatnya dengan kuat pada pihak Kuru. Dalam Perang Bharatayuddha, dialah yang membunuh satria muda Abimanyu, dan setelah itu pada gilirannya ia dibunuh oleh Arjuna yang kehilangan anaknya. Karakter Jayadrata adalah jujur, setia, dan terus terang bagaikan Gatotkaca di antara Kurawa. Ia mahir mempergunakan panah dan sangat ahli bermain gada. Oleh Resi Sempani ia diberi pusaka gada bernama Kyai Glinggang.

Jayadrata nama sesungguhnya adalah Arya Tirtanata atau Bambang Sagara. Arya Tirtanata kemudian dinobatkan sebagai raja negara Sindu, dan bergelar Prabu Sinduraja. Karena ingin memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata pemerintahan dan tata kenegaraan, Prabu Sinduraja pergi ke negara Hastina untuk berguru pada Prabu Pandu Dewanata. Untuk menjaga kehormatan dan harga diri, ia menukar namanya dengan nama patihnya, Jayadrata. Di negara Hastina Jayadrata bertemu dengan keluarga Kurawa, dan akhirnya diambil menantu oleh Prabu Drestarastra, dikawinkan dengan Dewi Dursilawati dan diangkat sebagai Adipati Banakeling. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama Arya Wirata dan Arya Surata.

Jayadrata gugur di tangan Arjuna di medan perang Bharatayuddha sebagai senapati perang Kurawa. Kepalanya terpangkas lepas dari badannya oleh panah sakti Pasopati. Jadi, walaupun sekuat apapun seorang satria itu, tetapi jika ia berada di pihak yang salah maka hancurlah kesaktian yang ia miliki itu.

Lihat pula

sunting