Tjioeng Wanara ([tʃiˈuŋ waˈnara]; EYD: Ciung Wanara) adalah film Hindia Belanda (sekarang Indonesia) tahun 1941 yang disutradarai dan diproduseri Jo Eng Sek. Dibintangi R Sukran, Elly Joenara, dan AB Djoenaedi, film ini melibatkan 500 orang sebagai pemeran pembantunya. Film yang diadaptasi dari legenda Sunda dengan judul yang sama ini mengisahkan seorang pangeran muda bernama Tjioeng Wanara yang berusaha merebut kembali takhtanya dari Raja Galuh yang lalim.

Tjioeng Wanara
Poster
SutradaraJo Eng Sek
ProduserJo Eng Sek
SkenarioRd. Ariffien
Pemeran
  • R Sukran
  • Elly Joenara
  • AB Djoenaedi
Perusahaan
produksi
Star Film
Tanggal rilis
  • 18 Agustus 1941 (1941-08-18) (Hindia Belanda)
NegaraHindia Belanda
BahasaIndonesia

Tjioeng Wanara adalah film kedua buatan Star Films. Film ini dirilis tanggal 18 Agustus 1941 dan diiklankan besar-besaran. Iklannya menekankan bahwa konsultan sejarahnya adalah Poerbatjaraka dan alurnya didasarkan pada legenda versi Balai Pustaka. Film ini ditanggapi beragam, tetapi berhasil menuai sukses secara komersial. Film hitam putih yang ditayangkan sepanjang tahun 1948 ini diduga hilang.

Alur

Pada tahun 1255 Saka, Permana Dikoesoemah berkuasa sebagai Raja Galuh. Ia dicintai rakyatnya dan istrinya, Naganingroem. Sayangnya, menteri Aria Kebonan (M. Arief) ingin menguasai takhta, lalu memengaruhi raja agar menyerahkan mahkota kepadanya. Permana Dikoesoemah mengingatkan Aria Kebonan agar selalu menghormatinya dan tidak mengganggu istrinya. Permana Dikoesoemah pun mengundurkan diri sebelum naik ke tingkat kehidupan yang lebih tinggi. Aria Kebonan dengan ajaibnya berubah menjadi raja. Rakyat Galuh tidak sadar bahwa mereka punya raja baru.

Aria Kebonan pun menjadi penguasa yang tidak merakyat. Suatu hari, ia mendengar bahwa Naganingroem dan mantan selir raja, Dewi Pangrenjep, sama-sama hamil. Bersama Dewi Pangrenjep, Aria Kebonan berencana melenyapkan putra Naganingroem. Setelah lahir, bayi tersebut diganti dengan anjing, kemudian dilemparkan ke sungai oleh Dewi Pangrenjep. Bayinya berhasil ditemukan dan diselamatkan oleh sekelompok petani. Mereka memberinya nama Tjioeng Wanara. Sementara itu, Dewi Pangrenjep melahirkan seorang putra bernama Aria Banga.

Sekian tahun berlalu dan Tjioeng Wanara tumbuh menjadi pemuda yang kuat. Di sisi lain, Aria Banga naik takhta dan memerintah dengan tangan besi. Ia dibenci dan ditakuti rakyatnya. Tjioeng Wanara pulang ke Galuh dan menggulingkan sang raja, menahan Aria Kebonan dan Dewi Pangrenjep. Aria Banga berhasil kabur dan mendirikan kerajaan Majapahit. Tjioeng Wanara menjadi penguasa yang baik kepada rakyatnya, lalu memindahkan ibu kota kerajaan ke Pajajaran.[1]

Produksi

 
Cuplikan produksi film yang menunjukkan beberapa pemeran pembantu.

Tjioeng Wanara disutradarai dan diproduseri Jo Eng Sek untuk Star Film. Ini adalah film kedua Jo sekaligus film kedua buatan Star setelah Pah Wongso Pendekar Boediman tahun 1940.[2] Poerbatjaraka, pakar sastra tradisional, menjadi konsultan sejarah untuk pembuatan film ini.[3] Sinematografi film hitam putih ini ditangani oleh Chok Chin Hsien.[4] Pada Juni 1941, pembuatannya hampir selesai.[5]

Film ini dibintangi R Sukran, Elly Joenara, AB Djoenaedi, Muahmmad Arief, dan S Waldy (pseudonim Waldemar Caerel Hunter).[3] Waldy mengawali karier aktingnya di film Zoebaida (1940) karya Oriental Film Company, kemudian bergabung dengan Star untuk membintangi Pah Wongso.[6] Joenara dan Arief tampil perdana di Pah Wongso.[7] Djoenaedi dan Sukran pertama tampil di Tjioeng Wanara.[8][9] Mereka dibantu oleh kurang lebih 500 ekstra dan figuran.[5] Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menulis bahwa dilihat dari skalanya, film ini merupakan produksi "kolosal" pertama di Hindia Belanda.[3]

Film ini didasarkan pada legenda Sunda berjudul serupa. Legenda tersebut ditulis lagi oleh MA Salamoen dalam buku terbitan Balai Pustaka yang kemudian diadaptasi oleh Rd Ariffien.[3][2] Sebuah ulasan di Bataviaasch Nieuwsblad menyebut bahwa sedikit sekali yang sesuai dengan cerita aslinya kecuali nama-nama tokohnya. Film ini menampilkan beberapa kesenian tradisional, salah satunya Tari Serimpi.[10]

Rilis dan tanggapan

Meski rencananya dirilis bulan Juli 1941,[11] Tjioeng Wanara akhirnya tayang perdana di bioskop Orion di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 18 Agustus 1941.[10] Film ini diiklankan secara besar-besaran,[3] biasanya menekankan peran Poerbatjaraka dan mencantumkan nama Balai Pustaka di dalamnya.[10] Film ini dapat ditonton oleh semua usia.[12]

Penayangan perdana Tjioeng Wanara dipadati penonton.[10] Film ini mendapat beragam tanggapan. Sebuah ulasan anonim di Soerabaijasch Handelsblad menganggap film ini berhasil mengadaptasi legenda Sunda ke layar lebar/[13] Ulasan lain di harian yang sama merekomendasikan film ini.[14] Sejarawan film Indonesia Misbach Yusa Biran menulis bahwa sejumlah penonton menganggap film ini "tidak lain dari wayang orang atau ketoprak yang dipindahkan ke layar perak."[15]

Pengaruh

Star membuat empat film lagi sebelum ditutup tahun 1942 ketika Jepang menduduki Hindia Belanda. Jo Eng Sek berhenti menjadi sutradara setelah Tjioeng Wanara.[2] Setelah menulis Tjioeng Wanara, Ariffien keluar dari Star Films untuk bekerja di sirkus. Biran menulis bahwa Ariffien kecewa dengan tanggapan buruk atas film ini.[15] Joenara, Arief, dan Waldy bertahan di industri perfilman; Joenara beralih menjadi produser,[16] sedangkan Arief dan Waldy menjadi sutradara.[17][18] Baik Djoenaedi maupun Sukran tidak membuat film lagi.[8][9]

Tjioeng Wanara ditayangkan pada Juni 1948.[19] Film ini bisa jadi tergolong film hilang. Film-film yang dibuat di Hindia Belanda direkam di film nitrat yang mudah terbakar. Setelah kebakaran menghanguskan sebagian besar gudang Produksi Film Negara tahun 1952, film-film nitrat lama ikut lenyap.[20] Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya.[21] Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Misbach Yusa Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.[22]

Referensi

Sumber

  • "AB Djoenaedi". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-26. Diakses tanggal 26 Januari 2014. 
  • Apa Siapa Orang Film Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Kementerian Penerangan Indonesia. 1999. OCLC 44427179. 
  • Biran, Misbach Yusa, ed. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926–1978. Sinematek Indonesia. OCLC 6655859. 
  • Biran, Misbach Yusa (2009). Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Komunitas Bambu bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta. ISBN 978-979-3731-58-2. 
  • Biran, Misbach Yusa (2012). "Film pada Masa Kolonial". Indonesia dalam Arus Sejarah: Masa Pergerakan Kebangsaan (dalam bahasa Indonesia). V. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 268–93. ISBN 978-979-9226-97-6. 
  • Fientje (1941). "Tjioeng Wanara di atas Layar Perak". Pertjatoeran Doenia dan Film (dalam bahasa Indonesia). Batavia. 1 (1): 48–49. 
  • "Filmaankondiging Orion: „Tjioeng Wanara"". Bataviaasch Nieuwsblad (dalam bahasa Belanda). Batavia. 19 Agustus 1941. hlm. 6. 
  • Heider, Karl G (1991). Indonesian Cinema: National Culture on Screen. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1367-3. 
  • "Kredit Tjioeng Wanara". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-26. Diakses tanggal 26 Januari 2014. 
  • "M Arief". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-26. Diakses tanggal 26 Januari 2014. 
  • "R Sukran". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-26. Diakses tanggal 26 Januari 2014. 
  • "Sampoerna: 'Tjioeng Wanara'". Soerabaijasch Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 28 Agustus 1941. hlm. 4. 
  • "Sampoerna: 'Tjioeng Wanara'". Soerabaijasch Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 28 Agustus 1941. hlm. 6. 
  • "Tjioeng Wanara". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-26. Diakses tanggal 26 Juli 2012. 
  • "(tanpa judul)". Soerabaijasch Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 26 Agustus 1941. hlm. 7. 
  • "(tanpa judul)". Pelita Rakjat (dalam bahasa Indonesia). Surabaya. 23 Juni 1948. hlm. 4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-26. Diakses tanggal 2014-01-27. 
  • "Warta dari Studio". Pertjatoeran Doenia dan Film (dalam bahasa Indonesia). Batavia. 1 (2): 27. 1941.