Tokusatsu (Jepang: 特撮) adalah istilah dalam bahasa Jepang untuk efek khusus dan sering kali digunakan untuk menyebut film fiksi ilmiah, fantasi, horor, dan peran hidup produksi Jepang.

Godzilla pada filmnya tahun 1954 karya Eiji Tsuburaya, yang penggunaan tokusatsu-nya terus dipakai hingga sekarang.

Etimologi sunting

Istilah tokusatsu merupakan kependekan dari istilah tokushu satsuei (特殊撮影), sebuah istilah bahasa Jepang yang bisa diterjemahkan sebagai "fotografi spesial" yang mengacu pada penggunaan efek spesial (special effects). Biasanya, dalam sebuah film atau pertunjukan, orang yang bertanggung jawab untuk urusan efek khusus sering kali dipanggil dengan julukan tokushu gijutsu (特殊技術), yang berarti "special techniques" (istilah yang dulu digunakan untuk menyebut "special effects"), atau tokusatsu kantoku (特撮監督).

Dulu di Jepang, tokusatsu sangat populer terutama di kalangan anak-anak. Tapi seiring berjalannya waktu, tokusatsu sempat mulai ditinggalkan. Banyak kalangan menilai, tokusatsu merupakan film yang ditujukan kepada anak-anak, meski realitanya, sebagian tokusatsu memiliki jalan cerita yang cukup kompleks yang sulit dipahami anak-anak. Selain itu, pamor tokusatsu kalah dibanding anime dan manga yang sekarang sudah sangat populer di seluruh dunia. Akan tetapi, hal itu tidak membuat para perusahaan pembuat tokusatsu menyerah. Mereka mengubah jalan cerita dari tokusatsu itu menjadi lebih lucu dan menarik untuk menggairahkan kembali tokusatsu yang sempat meredup. Misalnya demografi penonton Kamen Rider pada tahun 2011 dan 2012 meliputi anak-anak, remaja, dewasa, pria dan wanita dengan target anak-anak menempati perolehan tertinggi.[1]

Tokusatsu adalah salah satu bentuk hiburan Jepang yang sangat populer, dan memiliki banyak genre, misal Kaiju monster (seperti Godzilla atau Gamera), Kamen Rider (Ichigo, Nigo, hingga yang terbaru seperti Kamen Rider Geats), Metal Hero (Gaban Spielban), Lupinranger vs Patranger dan banyak lagi.

Tsuburaya sunting

 
Tiga acara tokusatsu terkenal.

Eiji Tsuburaya (1901-1970) adalah salah satu tokusatsu kantoku terkenal di Jepang, dan dialah yang telah memproduksi dan memopulerkan karakter Godzilla and Ultraman. Tsuburaya bukan artis FX pertama, tetapi dia telah berhasil membuat pertunjukan efek khusus di Jepang menjadi sesuatu hal yang berbeda. Ketika memproduksi suatu film yang mempertunjukkan makhluk-makhluk raksasa (seperti monster, superhero, alien, dsb.), Tsuburaya biasanya menggunakan teknik yang melibatkan maket miniatur yang canggih, dan untuk monsternya biasanya menggunakan stuntman dengan kostum monster (sekarang disebut "Suitmation") atau boneka yang bisa diatur gerakannya (Mothra, Dogora, etc.). Walaupun sekarang sudah banyak efek khusus yang menggunakan efek digital, metode tokusatsu Tsuburaya tetap dipergunakan sampai sekarang, dan sudah menjadi tradisi tersendiri.

Suitmation sunting

Suitmation (スーツメーション) adalah istilah yang biasanya digunakan di Jepang untuk menyebut efek khusus yang menggunakan stuntman berkostum monster. Tidak ada yang tahu sejak kapan istilah itu digunakan; beberapa orang staf Toho sering menggunakan istilah itu untuk membedakan dengan teknik Dynamation (stop-motion) milik Ray Harryhausen. Istilah itu mulai banyak digunakan sejak film The Return of Godzilla.

Bahan Kostum sunting

Kostum monster Godzilla biasanya dibuat dari latex, dengan ditambah berbagai macam lapisan (terutama lapisan tahan api). Kostum tersebut dibuat cukup tebal sehingga si pemakai tidak akan terluka oleh pancaran api dari mulut Godzilla. Gigi Godzilla pada awalnya dibuat dari kayu, tetapi belakangan mulai digantikan oleh bahan resin. Kostum tersebut memiliki lubang kecil di leher yang memungkinkan sang aktor untuk melihat keluar. Bagian kepala dari kostum terdiri dari komponen mekanis yang bisa dikendalikan dari jauh untuk menggerakkan mata dan mulut.

Memakai kostum Gozilla merupakan siksaan tersendiri bagi para aktornya, terutama pada zaman dahulu, ketika studio produksi masih sangat panas dan belum dilengkapi AC. Kebanyakan aktor hanya sanggup memakainya selama 3 menit. Keadaan mulai berubah ketika studio Tsuburaya mulai menggunakan AC, dan sejak film Godzilla 2000: Millennium, sebuah selang oksigen diselipkan ke dalam kostum Godzilla melalui lubang kecil di bagian ekornya, selang tersebut langsung terhubung ke bagian leher kostum Godzilla, sehingga sang aktor pemakai bisa bernapas lega. Tsutomu Kitagawa, salah satu aktor yang pernah memakai kostum Godzilla, pernah mengatakan "sangat tidak dianjurkan bagi penderita claustrophobia untuk berperan sebagai Godzilla."

Sementara untuk kostum Ultraman biasanya menggunakan kostum ketat berbahan latex yang serupa dengan kostum yang digunakan oleh para penyelam. Helm Ultraman pada awalnya juga dibuat dari latex, tetapi kemudian diganti dengan fiberglass. Seperangkat alat elektronis memungkinkan mata dan Colortimer untuk menyala dan berkedip. Superhero dari Toei menggunakan bahan yang berbeda-beda untuk kostumnya, mulai dari bahan kulit, vinyl, sampai bahan kain. Sejak film Kagaku Sentai Dynaman, semua anggota Sentai memakai kostum spandex. Helm mereka dibuat dari fiberglass, dan memiliki alat pengait untuk membuka tutup helmnya.

Efek Khusus Lainnya sunting

Teknik efek khusus Jepang tidak selalu hanya menggunakan aktor berkostum. Bahkan film Godzilla yang pertama diproduksi pada tahun 1954 menggunakan berbagai teknik yang cukup canggih pada waktu itu untuk menghasilkan efek khusus yang diperlukan. Selain menggunakan Suitmation Godzilla, Eiji Tsuburaya juga menggunakan berbagai macam boneka untuk efek khususk, baik boneka tangan, maupun boneka animatronic, yang bisa mengeluarkan kabut asap untuk menciptakan ilusi seolah-olah Godzilla menyemburkan napas radio-aktif. Tsuburaya bahkan pernah menggunakan teknik stop-motion untuk menggerakkan ekor Godzilla (kabarnya Tsuburaya sebenarnya menginginkan teknik stop-motion untuk semua adegan di film Godzilla, tetapi pihak Toho menolaknya, karena teknik stop-motion terlalu mahal dan dianggap buang waktu; Studio film Jepang pada umumnya hanya memiliki budget yang rendah dan jadwal produksi yang sangat padat).

Film-film Godzilla terbaru mulai menggunakan berbagai macam efek yang berbeda untuk menggerakkan monster-monster tersebut. Pada tahun '60-an, mereka menggunakan boneka mekanik berukuran kecil yang direkam dari kejauhan. Sejak tahun '80-an, mereka menggunakan teknik robotic animatronic supaya Godzilla bisa keliatan lebih hidup dan realistik (di film The Return of Godzilla mereka menggunakan "Cybot Godzilla" setinggi 6 meter dan mereka menggunakan boneka miniatur Godzilla di film Godzilla Vs. Biollante). Mereka juga menggunakan efek menyala pada sirip punggung Godzilla yang terbuat dari fibre reinforced plastic, dan bahkan di beberapa film terbarunya, mereka sudah mulai menggunakan CG untuk menciptakan efek tersebut.

Prinsip yang sama digunakan juga untuk film superheroes (pahlawan super) lainnya; Beberapa pahlawan super (seperti Kikaider dan Gavan) menggunakan komponen elektronik yang bisa menyala untuk keperluan close-up shot.

Penggunaan CGI di Tokusatsu sunting

Supaya bisa bersaing dengan produksi Hollywood, film tokusatsu harus mulai menggunakan CGI. Film Heisei Gamera sudah menggunakan CGI sebagai efek khusus. Dan film-film Godzilla terbaru juga sudah menggunakan teknik efek khusus CGI. Teknik ini memungkinkan Godzilla untuk berenang di dalam air seperti ikan paus. Sekarang sudah banyak film superhero yang menggunakan CG, mulai dari adegan Ultraman terbang di udara, adegan henshin Kamen Rider, hingga ke adegan robot raksasa di serial Sentai, semua sudah menerapkan CG. Bahkan sejak zaman dulu, efek khusus CG sederhana sudah digunakan untuk beberapa efek optikal, misalnya efek tembakan laser, peluru kendali, dan efek ledakan.

Film tokusatsu lainnya yang sudah menggunakan CG antara lain Crossfire dan Casshern (remake dari serial anime tahun 1973 karya Tatsuo Yoshida).

Daftar Serial Tokusatsu sunting

Adaptasi Serial Tokusatsu sunting

Hak Tokusatsu sunting

Referensi sunting

  • Grays, Kevin. Welcome to the Wonderful World of Japanese Fantasy (Markalite Vol. 1, Summer 1990, Kaiju Productions/Pacific Rim Publishing)
  • Yoshida, Makoto & Ikeda, Noriyoshi and Ragone, August. The Making of "Godzilla Vs. Biollante" - They Call it "Tokusatsu" (Markalite Vol. 1, Summer 1990, Kaiju Productions/Pacific Rim Publishing)
  • Godziszewski, Ed. The Making of Godzilla (G-FAN #12, November/December 1994, Daikaiju Enterprises)
  • Ryfle, Steve. Japan's Favorite Mon-Star: The Unauthorized Biography of Godzilla. ECW Press, 1999. ISBN 1-55022-348-8.
  • Cassidy, John Paul. The Perception of Tokusatsu in America, 2005 (Blog Essay).

Pranala luar sunting

  1. ^ "Apakah Tokusatsu Adalah Tayangan Untuk Orang Dewasa?". I-Toku Magazine. 2016-07-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-27. Diakses tanggal 2016-08-23.