Tradisi lisan Gorontalo

Tradisi lisan Gorontalo (disebut juga budaya lisan atau adat lisan) adalah pesan maupun petuah adat, serta kesaksian atas sebuah peristiwa yang disampaikan dari generasi ke generasi, secara turun-temurun, yang hidup dalam sosial-budaya masyarakat Gorontalo.[1]

Dalam tradisi lisan Gorontalo, pesan atau petuah adat, serta kesaksian tersebut disampaikan melalui ucapan, pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau lagu yang sakral dan penuh makna.[2] Tradisi lisan ini pun menjadi salah satu sumber sejarah dan sarana masyarakat Gorontalo mewariskan dan melestarikan pengetahuan, sejarah lisan, dan sastra lisan ke generasi selanjutnya.[3]

Dalam perkembangannya terdapat 14 ragam tradisi lisan yang menjadi warisan kearifan lokal dan budaya di Gorontalo. Ke-14 ragam tradisi lisan tersebut kini terus digalakkan agar tetap lestari dan bertahan di tengah masyarakat.

14 Ragam Tradisi Lisan Gorontalo sunting

Berikut ini terlampir ragam tradisi lisan Gorontalo yang terus dilestarikan ditengah masyarakat:[4]

1. Tuja'i sunting

Tuja'i adalah sejenis puisi yang bersajak namun tidak terikat oleh banyaknya baris. Tuja'i biasanya diucapkan dalam acara penghantaran (pelamaran), perkawinan, penobatan raja, mandi lemon, pemberian gelar, peringatan hari-hari besar Islam, memandikan mayat, pemakaman, dan lain-lain.

2. Palebohu sunting

Palebohu, adalah sejenis puisi bersajak namun tidak terikat oleh banyaknya baris. Polebohu diucapkan atau disampaikan kepada mereka yang akan memasuki era baru, seperti orang yang menikah (semacam nasihat perkawinan), di depan raja yang baru dilantik.

3. Tinilo sunting

Tinilo, adalah sejenis pantun yang bersajak, jumlah oarisnya adalah empat dalam setiap bait. Tinilo berisi sanjungan, hiburan, doa, sejarah, ajakan, dan lain-lain. Menurut Ellyana, tinilo merupakan ragam sastra yang berbentuk syair dan dilagukan secara bersama-sama dalam upacara adat.[5] Upacara adat yang dimaksud adalah: (1) upacara gunting rambut (aqikah), yang dalam bahasa Gorontalo disebut huntingo, (2) upacara perkawinan atau nikah, dan (3) upacara peringatan kematian yang keempat puluh hari yang dalam bahasa Gorontalo disebut tinilo pa 'ita (syair yang digunakan untuk mengganti batu nisan).

4. Mala-mala sunting

Mala-mala, adalah sejenis puisi berbentuk ajakan atau seruan. Tidak bersajak dan jumlah baris tidak ditentukan.

5. Taleningo sunting

Taleningo, adalah sejenis puisi yang berisi nasihat. Taleningo bersajak dan terdiri atas empat baris dalam setiap bait.

6. Leningo sunting

Leningo, adalah sejenis puisi yang berisi pepatah, kata-kata arif atau ungkapan yang bisa dijadikan pedoman hidup. Sejenis pantun yang bersajak dan terdiri atas empat baris dalam setiap baitnya.

7. Lumadu sunting

Lumadu, adalah jenis puisi yang hanya terdiri atas dua baris namun bersajak. Lumadu berisi tekateki, kiasan dan perumpamaan.

8. Bungga sunting

Bungga, adalah sejenis puisi yang tidak bersajak dan tidak terikat jumlah baris. Bungga dipakai sebagai penyemangat, seperti dalam sekelompok orang yang sedang bekerja, bungga digunakan sebagai komando penyemangat.

9. Bunito sunting

Bunito, adalah sejenis puisi mantra. Bonito biasa diucapkan oleh seorang dukun dalam proses penyembuhan suatu penyakit, pergi berperang, menaiki rumah baru, dan lain-lain.

10. Lohidu sunting

Lohidu, adalah sejenis pantun dalam bahasa Gorontalo yang bisa siperagakan oleh seorang atau dua berbalas pantun. Lohidu bisa bersajak bisa juga tidak, terdiri atas empat baris dalam setiap bait.

11. Pantungi sunting

Pantungi, adalah sejenis pantun dalam bahasa Indonesia, ada yang bersajak dan ada pula yang tidak bersajak, dan empat baris dalam setiap bait.

12. Tanggomo sunting

Tanggomo, adalah merupakan sastra bahasa Gorontalo yang diungkap secara berirama, berbentuk puisi naratif, tidak terikat oleh baris. Ragam sastra ini digubah oleh pencerita sesuai dengan konteks sosial yang ada, selain konteks sosial, bisa juga berisi sejarah masa silam ang ingin diungkap kembali atau prediksi masa yang akan datang.

13. Wungguli sunting

Wungguli, adalah merupakan tradisi lisan dalam bentuk prosa. Wungguli berisi hikayat, cerita, legenda, silsilah, riwayat hidup, dan lain-lain.

14 Pilu sunting

Pilu, adalah hampir sama dengan wungguli. Pilu berisi tentang dongeng tentang manusia, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.

4 Kategori Tradisi Lisan Gorontalo sunting

Menurut Profesor Nani Tuloli, ragam tradisi lisan Gorontalo tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kategori. Adapun kategori dan ragam tersebut adalah:[6]

1. Kategori puisi yang berhubungan dengan upacara adat, yakni:

  • Tuja'i,
  • Palebohu,
  • Tinilo,
  • Mala-mala.

2. Kategori puisi yang yang berhubungan dengan pandangan hidup (filsafat), yakni:

  • Taleningo,
  • Leningo,
  • Lumadu,
  • Bungga, dan
  • Bunito.

3. Kategori puisi yang berhubungan dengan kesenian, yakni:

  • Lohidu,
  • Pantungi.

4. Kategori cerita yang bergubungan dengan dokumentasi lisan transformasi peristiwa penting seperti sejarah dan dongeng, yakni:

  • Tanggomo,
  • Wungguli, dan
  • Pilu

Lihat Pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Tuloli, N., 2003. Puisi Lisan Gorontalo. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
  2. ^ Tim Penyusun. 1985. Empat Asprek Daerah Gorontalo: Pemda Kabupaten Gorontalo bekerjasama FIG Universitas Sam Ratulangi di Gorontalo.
  3. ^ Botutihe. Medi. T.Th. Gorontalo Serambi Madinah (Obsesi dan Perubahan Menuju Masyarakat yang Sejahtera dan Berkualitas). T. Penerbit.
  4. ^ Tutoli, Nani. 1979. Sastra Daerah Gorontalo. Gorontalo: Penerbit: IKIP Gorontalo.
  5. ^ Hinta. Ellyana H. 2005. Tinilo Pa'ita, Naskah Puisi Goro> Sebuah Kajian Filologis. Jakarta: Djambatan.
  6. ^ Tutoli. Nani. 1990. Tonggomo, Salah Satu Ragam Sastra Lisa* Gorontalo. Jakarta: Internesa.