Tri Maharani (lahir 31 Agustus 1971) adalah satu-satunya dokter spesialis toksinologi ular berbisa di Indonesia.[1][2] Ia juga menginisiasi pengumpulan data kasus gigitan ular di Indonesia, karena belum adanya lembaga resmi pemerintah yang melakukannya. Dokter yang sampai sekarang masih lajang ini pun ikut mendirikan organisasi Remote Envenomation Consultancy Services (RECS) Indonesia pada 2015 serta Indonesia Toxinology Society (ITS) yang yang anggotanya terdiri dari konsultan- konsultan untuk kasus gigitan ular ataupun kasus keracunan hewan lainnya dan bertujuan untuk mengurangi angka kematian akibat gigitan ular berbisa.[3]

Tri Maharani
Lahir31 Agustus 1971 (umur 53)
Kota Kediri, Jawa Timur, Indonesia
AlmamaterUniversitas Brawijaya
Universitas Airlangga
Universitas Katolik Leuven
PekerjaanDokter Spesialis Toksikologi ular berbisa

Maharani saat ini bekerja sebagai Ketua kajian gigitan hewan berbisa dan tanaman beracun di Kementerian kesehatan Indonesia setelah sebelumnya menjadi Kepala Departemen Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Daha Husada, Kota Kediri, Jawa Timur. Ia menamatkan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (1990-1998), lalu melanjutkan pendidikan magister imunologi di Universitas Airlangga (2001-2003),[2] pendidikan spesialis kedokteran emergensi di Universitas Brawijaya (2007-2011), pendidikan doktoral bidang biomedik Universitas Brawijaya (2008-2014).[4]

Sudah ratusan korban gigitan ular berbisa yang berhasil diselamatkan oleh Maharani dengan menggunakan serum anti bisa ular (SABU) baik yang sudah diproduksi di Indonesia maupun di impor. Indonesia sampai saat ini telah mampu memproduksi SABU polivalen yang bisa digunakan untuk kasus gigitan ular kobra (Naja sputatrix), ular welang (Bungarus fasciatus), dan ular tanah (agkistrodon rhodostoma).[5] Saat ini Dr. dr. Tri maharani MSI, Spem ini telah mengetuai program penanganan gigitan dan sengatan hewan berbisa dan tanaman beracun di kementerian kesehatan Indonesia dan mengusulkan, membuat program serta menginisiasi semua training online tentang penanganan gigitan, sengatan hewan berbisa dan keracunan tanaman serta membuat pedoman nasional Indonesia untuk hal ini (9)

COVID-19

sunting

Pada tanggal 12 Juni 2020, Tri Maharani menderita penyakit COVID-19,[6][7] lalu sembuh pada tanggal 18 Juni 2020.[8]

Referensi

sunting
  1. ^ JawaPos.com (2018-09-14). "Tri Maharani, Satu-satunya Dokter Pakar Bisa Ular di Indonesia". JawaPos.com. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  2. ^ a b "Tri Maharani, Ahli Toksinologi Indonesia yang Dedikasikan Hidupnya Untuk Menangani Kasus Gigitan Hewan Berbahaya". Unair News. 2020-03-16. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  3. ^ "Negeri Sarang Ular, Indonesia Krisis Penawar Bisa". tirto.id. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  4. ^ "Disertasi Tri Maharani: Efek Ekstrak Ipomoea Batatas pada Inflamasi Kronis". Prasetya Online Universitas Brawijaya. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-21. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  5. ^ Bimantara, J Galuh (6 September 2018). "Koran Kompas". Diakses tanggal 16 September 2018. 
  6. ^ "Saya Positif Covid-19, Pak Terawan". Bebas Akses. 2020-06-15. Diakses tanggal 2020-06-17. 
  7. ^ Dwi, Sofian (2020-06-15). "Dokter Sekaligus Pakar Bisa Ular Dikabarkan Terpapar Covid-19". Indonesiainside.id. Diakses tanggal 2020-06-17. 
  8. ^ JawaPos.com (2020-06-19). "Dokter Tri Maharani dan Cerita Kesembuhan Covid-19". JawaPos.com. Diakses tanggal 2020-06-20. 

9. https://www.netralnews.com/harta-karun-indonesia-bisa-buat-obat-dan-energi-terbarukan-dari-bisa-ular/SnJOSUNkT252WFpaRjZKb2o1K2ZHUT09