Vera
Vera merupakan salah satu jenis tradisi lisan yang terdapat dalam masyarakat Rongga Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara timur.[1] Tradisi ini merupakan ritual yang berkaitan dengan pertanian dan kehidupan manusia.[2] Vera dilangsungkan selama musim tanam dan dipertunjukkan di dalam rumah adat.[1] Selain itu, vera juga merupakan sebuah ritual penguburan, yaitu dilaksanakan ketika ada bayi kembar lahir dengan berbeda jenis kelamin, dan ketika gigi anak kecil jatuh pertama kali serta vera juga dilaksanakan pada upacara pemulihan nama.[1]
Vera dalam bahasa Rongga berasal dari kata "pera" yang artinya wasiat leluhur.[1] Pesan-pesan leluhur biasanya disampaikan juga dalam vera, dengan tujuan untuk diterapkan dalam kehidupan dari generasi ke generasi.[1]Vera sendiri merupakan pertunjukan tradisional yang dibawakan oleh penari yang sudah dewasa, bisa laki-laki ataupun perempuan.[1] Vera dipertunjukan pada malam hari dan berakhir pada pagi hari menjelang matahari terbit.[2] Bentuk tariannya dua baris dan ada seorang pemimpin tarian.[1] Penari perempuan dinamai daghe, yang berdiri di barisan bagian paling depan dan penari laki-laki disebut woghu dan berdiri dibelakang daghe.[1]Sedangkan seorang laki-laki memimpin para penari yang disebut nao lako dan berdiri di depan daghe.[1] Kemudian sang pemimpin memulai menyanyikan lagu dan diikuti oleh semua daghe.[1] Dalam vera, tidak semua lagu diiringi oleh instrumen, dan pada saat mereka menyanyi dan menari mereka akan saling berpegangan dan bergerak ke depan dan belakang sambil berkeliling.[1]
Tradisi vera merupakan media untuk menampung ekspresi estetis masyarakat Rongga melalui bahasa kias, irama tuturan, aliterasi, dan asonansi syair.[1] Sedangkan tuturan syair bagi pendengar vera akan menimbulkan suasana syahdu, sendu, dan haru.[1]
Vera secara fungsional dan maknawi juga mengandung nilai historis, fungsi dan makna historis ini akan mengingatkan kembali sejarah asal-usul masyarakat Rongga yang terdapat dalam syair-syairnya.[1]