Veronica Koman
Veronica Koman (lahir 14 Juni 1988)[1] adalah seorang pengacara, pegiat hak asasi manusia (HAM) asal Indonesia yang dikenal dengan advokasinya untuk isu-isu pelanggaran HAM dan Papua.[2] Veronica Koman saat ini bekerja di Amnesty International Australia[3] dan mendapat penghargaan Sir Ronald Wilson Human Rights Award (Australia).[4]
Veronica Koman | |
---|---|
Lahir | Medan, Sumatera Utara | 14 Juni 1988
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | Aktivis separatisme Papua, Pengacara HAM |
Masa kuliah
suntingVeronica Koman menempuh pendidikan sarjana di Universitas Pelita Harapan dengan spesialisasi hukum internasional pada tahun 2006-2011.[5] Pada masa perkuliahannya, dia menjabat sebagai ketua International Law Student Society pada tahun 2009.[6] Selain kiprahnya di kegiatan organisasi, Veronica Koman memenangkan perlombaan debat hukum.[7][8] Dia melanjutkan jenjang pendidikan pascasarjana hukum di Australian National University pada tahun 2017 melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).[5][9]
Kiprah
suntingPada 2014, ia bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan aktif menangani perkara-perkara kelompok minoritas. Ia terlibat dalam upaya untuk membatalkan hukum jinayat di Aceh karena dianggap bertentangan dengan konstitusi, dan ia juga menyatakan penolakannya terhadap uji keperawanan bagi calon polisi wanita. Pada pertengahan 2015, ia mendampingi sejumlah santriwati dalam perkara kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang ustaz di dua pondok pesantren di Bogor, Jawa Barat dan Tangerang, Banten.[10] Pada awal 2016, ia juga menjadi kuasa hukum sepasang lansia yang dikatakan menjadi korban perbudakan modern.[2][11] Pada 2017, setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama divonis bersalah dalam perkara penistaan agama, Veronica berorasi menolak vonis tersebut di Rutan Kelas I Cipinang.[2]
Veronica memulai advokasinya untuk hak asasi manusia orang Papua sejak 2014 setelah terjadinya kasus penembakan di Paniai pada 8 Desember 2014. Ia mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dianggap lamban dalam menyelesaikan perkara tersebut. Veronica juga tercatat pernah menjadi pendamping hukum beberapa mahasiswa asal Papua.[2] Veronica belakangan dikenal akan pandangannya yang mendukung pengadaan referendum sebagai solusi penyelesaian masalah HAM di Papua melalui hak penentuan nasib sendiri.[12]
Setelah terjadinya demonstrasi di Papua yang dipicu oleh insiden rasis di Surabaya, Jawa Timur pada 4 September 2019,[13] Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka karena ia dituduh telah melakukan penghasutan.[14][15][16] Menurut polisi, penetapan status tersangka ini terkait dengan cuitan Veronica di Twitter pada 18 Agustus 2019.[15] Dia meraih penghargaan Sir Ronald Wilson Human Rights Awards dalam mengungkap pelanggaran HAM di Papua pada tahun 2019.[17] Namun, mantan petinggi Organisasi Papua Merdeka, Nicholas Messet, menyebutkan bahwa Veronica "hanya mencari keuntungan atas kekisruhan ini" dan "tidak lebih dari seorang provokator” dalam sebuah forum nasional untuk memahami dan menyelesaikan masalah di Papua.[18]
Pada September 2020, Veronica mengembalikan dana beasiswa yang telah diterimanya dari LPDP. Hal ini dilakukan Veronica setelah sempat terlontar pernyataan dari pihak Polri yang menyebutkan terdapat aliran dana mencurigakan di rekening Veronica.[19] Selanjutnya, LPDP meminta Veronica mengembalikan dana beasiswa karena dianggap melanggar perjanjian.[20]
Referensi
sunting- ^ "Dituding Provokator Rusuh Papua, Siapa Veronica Koman?". suara.com. 2019-09-04. Diakses tanggal 2019-10-05.
- ^ a b c d "Veronica Koman, dari LBH Jakarta, Ahok Hingga Aktivis Papua". CNN Indonesia. 4 September 2019. Diakses tanggal 14 September 2019.
- ^ Indonesia, C. N. N. "Veronica Koman Resmi Gabung Amnesty International Australia". nasional. Diakses tanggal 2023-01-07.
- ^ Post, The Jakarta. "Veronica Koman wins Australian human rights award for Papua activism". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-07.
- ^ a b "Saya Tidak Akan Melarikan Diri". Tempo.co. 2019-11-16. Diakses tanggal 2019-12-01.
- ^ "History of ILMCC". ilmccuph.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-01.
- ^ "Law School Student Achievements". global.uph.edu (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-19. Diakses tanggal 2019-12-01.
- ^ "ACHIEVEMENTS 2008". global.uph.edu (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-19. Diakses tanggal 2019-12-01.
- ^ "Mahfud MD Sebut Veronica Koman Ingkar Janji Pada Indonesia". Suara.com. 2019-11-19. Diakses tanggal 2019-12-01.
- ^ Marhaenjati, Bayu (17 September 2015). "Pemilik Ponpes Diduga Lecehkan Santriwati". BeritaSatu. Diakses tanggal 9 November 2021.
- ^ "Lansia Korban Perbudakan Modern itu Tidak Mendapatkan Keadilan". LBH Jakarta (dalam bahasa Inggris). 2016-02-02. Diakses tanggal 2019-09-14.
- ^ "Villages torched, Villagers Tortured: Extreme human rights violations in West Papua". Dateline (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-14.
- ^ Afifa, Laila (2019-09-04). "Papua Case; Police Name Veronica Koman Suspect for Spreading Hoax". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-14.
- ^ "Jakarta sets Interpol after Australia-based human rights lawyer". www.theaustralian.com.au. Diakses tanggal 2019-09-14.
- ^ a b "Veronica Koman Ada di Luar Negeri, Polisi Dekati Pihak Keluarga". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-09-14.
- ^ "Polda Jatim Bersama BIN dan Interpol Buru Veronica Koman". beritasatu.com. Diakses tanggal 2019-09-14.
- ^ "Bela Papua Barat, Veronica Koman Dapat Penghargaan HAM dari Australia". suara.com. 2019-10-23. Diakses tanggal 2019-12-01.
- ^ BeritaSatu.com (2021-05-08). "Pendiri OPM: Veronica Koman, Anda Tidak Lebih dari Seorang Provokator". beritasatu.com. Diakses tanggal 2023-01-07.
- ^ Purwanto (2019-09-13). "Polisi: Ada Aliran Dana Mencurigakan di Rekening Veronica Koman". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-17.
- ^ "'Ini Soal Harga Diri': Warga Papua Kembalikan Uang Beasiswa Veronica Koman". www.abc.net.au (dalam bahasa in). 2020-09-16. Diakses tanggal 2021-02-17.