Warisan Budaya Takbenda Indonesia

status warisan budaya takbenda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia

Warisan Budaya Takbenda Indonesia adalah "budaya hidup" yang berisi unsur filosofis dari tradisi masyarakat dan masih diturunkan dari generasi ke generasi. Edi Sedyawati (dalam pengantar Seminar Warisan Budaya Takbenda, 2002) menambahkan unsur penting dalam pengertian warisan budaya Takbenda ialah sifat budaya yang tidak dapat dipegang (abstrak),seperti konsep dan teknologi, sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain sehingga warisan budaya dimiliki bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat dan mengalami perkembangan dari generasi ke generasi, dalam alur suatu tradisi.[1]

Dasar hukum sunting

Dasar hukum dari kegiatan pencatatan, penetapan, dan penominasian Warisan Budaya Takbenda adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tetang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599);
  2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage UNESCO Tahun 2003 (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda);
  3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Pendidikan dan Kementerian Negara;
  4. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
  5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019;
  6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92);
  7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 459);
  8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Pencatatan sunting

Setelah Indonesia meratifkasi Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Herritage tahun 2003, yang disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage, maka Indonesia wajib melakukan pencatatan karya budaya dan seluruh Indonesia. Selain itu sebagai upaya perlindungan yang lebih kuat lagi, maka Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya melakukan Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia adalah pemberian status Budaya Takbenda menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Menteri berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan Pencatatan dan Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Sejak tahun 2009 hingga tahun 2018 telah mencatat sebanyak 8.065 karya budaya.

Kegiatan pencatatan dilakukan oleh Dinas Kebudayaan tingkat provinsi dengan bantuan 11 (sebelas) Balai Pelestarian Nilai Budaya yang mempunyai wilayah kerja masing-masing yaitu BPNB Aceh, BPNB Sumatera Barat, BPNB Kepulauan Riau, BPNB Jawa Barat, BPNB Yogyakarta, BPNB Kalimantan Barat, BPNB Bali, BPNB Maluku, BPNB Sulawesi Selatan, BPNB Sulawesi Utara, BPNB Papua.

Penetapan sunting

Sampai pada tahun 2018, karya budaya yang telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejumlah 819 dari seluruh wilayah Indonesia dengan rincian tahun 2013 sejumlah 77 karya budaya, tahun 2014 sejumlah 96 karya budaya, tahun 2015 sejumlah 121 karya budaya, tahun 2016 sejumlah 150 karya budaya, tahun 2017 sejumlah 150 karya budaya, dan 2018 sejumlah 225 karya budaya. Penetapan Warisan Budaya Takbenda diusulkan oleh pemerintah daerah bekerja sama dengan komunitas adat sebagai pihak yang bertanggung jawab melakukan pelestarian karya budaya setelah penetapan Warisan Budaya Takbenda.

Kegiatan Penetapan ini dilakukan sebagai upaya untuk pelindungan dan pelestarian Budaya Takbenda yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kegiatan Penetapan ini harus melibatkan semua pihak seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat. Dengan demikian, diharapkan kepedulian masyarakat akan pentingnya Pelestarian Warisan Budaya Takbenda Indonesia akan semakin meningkat.

Penominasian sunting

Pengusulan Warisan Budaya Takbenda Indonesia ke UNESCO diakukan oleh Pemerintah daerah dan komunitas adat kepada kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sampai saat ini yang telah masuk dalam List of Intangible Cultural Heritage UNESCO adalah 7 Warisan Budaya Takbenda Indonesia yaitu:

  1. Wayang Indonesia pada tahun 2003 sebagai a masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity dan pada tahun 2008 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
  2. Keris Indonesia pada tahun 2005 sebagai a masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity dan pada tahun 2008 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
  3. Batik Indonesia pada tahun 2009 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dan Education and training in Indonesian Batik intangible cultural heritage for elementary, junior, senior, vocational school and polytechnic students, in collaboration with the Batik Museum in Pekalongan dimasukan dalam kategori sebagai Best Safeguarding Practices.
  4. Angklung Indonesia pada tahun 2010 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
  5. Tari Saman pada tahun 2011 masuk dalam kategori sebagai List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguard.
  6. Noken,tas multifungsi yang dibuat dengan cara dirajut atau dianyam, kerajinan tangan masyarakat Papua pada tahun 2012 masuk dalam kategori sebagai List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguard.
  7. Tiga Genre Tari Tradisional di Bali pada tahun 2015 masuk dalam kategori sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.[2]

Domain Warisan Budaya Takbenda Indonesia sunting

Mengacu pada konvesi UNESCO Tahun 2003 tentang safeguarding of intangible cultural heritage yang disebut Warisan Budaya Takbenda dibagi atas lima domain yang masing-masing domain dan penjelasannya antara lain:[3]

1. Tradisi Lisan dan Ekspresi

   Karya budaya yang termasuk ke dalam tradisi lisan dan ekspresi adalah:
  1. Bahasa: aksara, dialek, tata bahasa, tindak tutur, tingkatan berbahasa;
  2. Naskah Kuno: dalam bentuk buku, babad, ditulis pada bahan (batu, tembaga, lontar, kulit kayu-daluwang, bambu), aksara, arsip-arsip (piagam, kronik, memori serah jabatan, ROC-OV, KV), bahasa dan tulisan yang tidak digunakan lagi, dan gambar dalam naskah. Naskah kuno dapat berbentuk buku, surat perjanjian, surat keluarga, surat pribadi, kitab suci, primbon, kumpulan nyanyian;
  3. Permainan dan Olah Tubuh Tradisional: fungsi (hiburan dan pemanfaatan waktu luang, permainan religius, olah tubuh); bentuk permainan (tanding dan non tanding); jenis permainan (seperti: takraw-sepak raga, gasing, layang-layang); aturan permainan (jumlah pemain, gerakan, penentuan menang-kalah, tata urutan); karakteristik pemain (laki-laki, perempuan, anak kecil, dewasa, tua, muda, sudah menikah, belum); pakaian saat bermain (sarung, ikat kepala); waktu bermain (siang, sore, malam, hari besar, bulan purnama); bahan permainan (gerabah, bambu, kayu, daun); dan lokasi permainan (seperti di pantai, di lapangan, halaman terbuka)
  4. Pantun: isi syair, rima syair, tata bahasa yang diucapkan, kapan dibacakan, aturan membacanya, lokasi, siapa yang membacakan, tujuan dibacakan berbentuk gurindam, syair, tembang, sajak, puisi, pojian (puji-pujian religius), syi’ir (nyanyian religius), kidung;
  5. Cerita Rakyat: isi cerita, tata bahasa, moral dan makna cerita yang terkandung, berbentuk dongeng, mite, legenda, folklor, fabel, epos;
  6. Mantra (pengaruh dari budaya lokal): bahasa yang diucapkan, kapan dibacakan, aturan membacanya, lokasi, siapa yang membacakan, pantangan dan anjuran, tujuan;
  7. Doa (pengaruh dari agama): bahasa yang diucapkan, kapan dibacakan, aturan membacanya, lokasi, siapa yang membacakan, pantangan dan anjuran, tujuan;
  8. Nyanyian Rakyat: bermain, kapan, siapa (jenis kelamin usia, strata), lokasi, syair lagu, musik pengiring dan akapela, urutan penyajian. taksu, bissu.

2. Seni pertunjukan:

   Seni pertunjukan terdiri atas:
  1. Seni Tari: pola gerakan (konsentris, menyebar); penari (jenis kelamin), lokasi (istana, bangunan sakral, lapangan); musik pengiring (gamelan/gambelan, gendrang, akapela); kostum (warna pakaian, asesoris, motif baju); pencahayaan (blencong, obor, oncor, dll.); komposisi (berkelompok, perorangan, campuran, dll.); tujuan (sakral, profan); jenis; dan bentuk tari;
  2. Seni Suara: penyanyi, syair, lirik lagu, sistem nada, instrumen, lokasi, waktu, pakaian, genre (jenis);
  3. Seni Musik: alat musik, jenis musik, sistem nada, tujuan, pemain, aturan memainkan alat musik, rakitan (gabungan semua komponen musik);
  4. Seni Teater: panggung, pemain, lakon, kostum, waktu, lokasi, alat musik, pencahayaan.

3. Adat Istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan:

   Adat Istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan, terdiri atas:
  1. Upacara Tradisional: daur hidup individu (kelahiran, inisiasi, perkawinan, kematian) dan daur hidup kolektif (bersih desa, nyadran); tujuan (sakral, tolak bala); lokasi (gunung, pantai/pesisir, sungai, mata air); peserta (perorangan, keluarga, masyarakat); waktu (kalender agama, waktu panen, waktu melaut); aturan (pantangan dan anjuran), urutan upacara (tahapan pelaksanaan kegiatan upacara); kelengkapan (sesaji, asesoris, peralatan);
  2. Hukum adat: Isi (siapa yang mengeluarkan, siapa yang diatur, apa yang diatur, bentuk aturannya, dan sanksi adat);
  3. Sistem Organisasi Sosial: kepemimpinan (adat, desa, agama, pemerintahan); struktur (hierarki); aturan-aturan adat (pantangan dan anjuran); wilayah organisasi sosial (subak, banjar, wanua, banua);
  4. Sistem Kekerabatan Tradisional: Jenis kekerabatan, hierarki, hubungan antar hierarki, aturan kekerabatan;
  5. Sistem Ekonomi Tradisional: pasar berdasarkan pasaran (pon, kliwon, legi, wage); pasar berdasarkan hari (minggu, senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu); barter (tukar-menukar hasil tangkapan dan hasil panen, sewa rumah dengan hasil bumi), tawar-menawar, cara pembayaran (tunai, angsuran, lelang, ijon, tebas);
  6. Festival Tradisional: tujuan (sakral, tolak bala); lokasi (gunung, pantai/pesisir, sungai, mata air); peserta (perorangan, keluarga, masyarakat); waktu (kalender agama, waktu panen, waktu melaut); aturan (pantangan dan anjuran), urutan festival (tahapan pelaksanaan kegiatan festival); kelengkapan (sesaji, asesoris, peralatan), penyelenggara/panitia;

4. Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta:

   Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta, terdiri atas:
  1. Pengetahuan mengenai alam, (mikrokosmos, makrokosmos, adaptasi, pengolahan alam);
  2. Kosmologi (perbintangan; pertanggalan; navigasi);
  3. Kearifan Lokal: mitigasi bencana (pengurangan resiko bencana berbasis budaya), konservasi ekologi, harmoni kehidupan, toleransi;
  4. Pengobatan Tradisional: pilihan penyembuhan, teknik pengobatan, bahan pengobatan, penyembuh (sanro, dukun, sekerei, suwanggi, belian, paranormal, “orang pintar”, tabib, sinshe); etiologi penyakit (faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit).

5. Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional

   Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional, terdiri atas
  1. Teknologi Tradisional (proses pembuatan, rancang bangun, cara kerja alat, tujuan, pentingnya teknologi bagi masyarakat sekitar);
  2. Arsitektur Tradisional (proses panduan rancang bangun, antropometrik – ukuran bangunan berdasarkan tubuh manusia - depa, jengkal, nyengking, langka); antropomorfik (bentuk bangunan berdasarkan tubuh manusia); bangunan berdasarkan motif ragam hias; pembuat (pandrita lopi, pande); arah hadap bangunan (kaja-kelod, luan-teben); pembagian fungsi halaman (jaba; jaba-tengah; jero); pembagian fungsi ruang; bangunan ditentukan oleh status (jahe-julu).
  3. Pakaian Tradisional: (filosofi bentuk, bahan, ragam hias, warna, jenis kelengkapan pakaian); status pemakai; waktu, dan tata cara pemakaian; fungsi (sakral, profan); jenis kelamin pemakai;
  4. Aksesoris Tradisonal: (filosofi bentuk, bahan, desain, warna); status pemakai; letak pemakaian; jenis kelamin pemakai; waktu, dan tata cara pemakaian; fungsi (sakral, profan);
  5. Kerajinan Tradisional: bahan (tanah liat, kayu, kain, besi, batu, rotan, lidi, bambu); perkakas; pengrajin (pande sikek, gozali); hasil karya (kriya, sulam, anyaman, gerabah, tenun); teknik pengerjaan (rajut, tempa, anyam, ukir, tenun)
  6. Kuliner Tradisional: resep (randang, bubur tinutuan, gudeg, tumpeng); bahan makanan (hewani, tumbuhan); proses (barapen – bakar batu -, pindang, pengasapan, fermentasi, memasak dengan pasir, disangrai, dibakar, dikukus, ditim, pembakaran dengan media lumpur); juru masak (laki-laki atau perempuan; tua atau muda), waktu penyajian (pagi, siang, sore, upacara peralihan, upacara keagamaan, upacara kenegaraan/kerajaan), lokasi penyajian (bangunan keagamaan, istana, daerah sakral, bangunan pemerintahan, gunung, laut, hutan), tata cara penyajian (makanan pembuka, makanan inti, makanan penutup), tujuan (sakral, profan), media penyajian (tempurung, ongke, gerabah, dedaunan, anyaman, kerang, wadah logam/kuningan); makna dari makanan (mengembalikan semangat, kesuksesan, kesucian), peralatan masak (kukusan, wajan, tungku, anglo, sutil, centong, irus), cara makan (memakai tangan atau memakai alat).
  7. Media Transportasi: pengetahuan tentang binatang yang dapat dimanfaatan untuk transportasi (kuda: memiliki asal-usul – salasila kuda -); pengetahuan tentang membuat mode transportasi (dokar, pedati, kole-kole, pinisi, sope-sope, padewakang)
  8. Senjata Tradisional: filosofi pembuatan senjata (legitimasi asal-usul); bahan (logam, besi, kayu, kulit, bambu, rotan), fungsi dan peran (keamanan, dakwah, kewibawaan, kesaktian, substitusi identitas maskulin, simbol – pernyataan perang, menyerah, penghinaan); pembuat (empu, undagi, pande), pengguna senjata, tata cara penggunaan (pantangan/larangan penggunaan senjata dan anjuran), waktu (hari besar, perayaan keagamaan, waktu ada bencana – jamasan), proses pembuatan (ditempa, pemberian pamor dan warangan, pemberian warangka, pembuatan hulu/pegangan senjata/pantat lebah), pelengkap senjata (sarung senjata), hiasan (batu-batuan dan ukiran).

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Pengertian Warisan Budaya TakBenda https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?tentang&active=pengertian
  2. ^ GLN, Admin. "Warisan Budaya Tak Benda | Gerakan Literasi Nasional" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-02-19. 
  3. ^ Domain Warisan Budaya Takbenda Indonesia https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?tentang&active=pengertian