Wikana

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan

Wikana (lahir 18 Oktober 1914[1] - hilang 9 Juni 1966) adalah seorang menteri dan pemimpin kemerdekaan Indonesia. Dia adalah salah satu pemuda yang memaksa Soekarno dan Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan segera setelah Jepang menyerah. Wikana adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia yang pertama (meskipun pada masanya jabatan ini disebut Menteri Negara Urusan Pemuda). Ia adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Beberapa waktu setelah upaya kudeta tahun 1965, ia ditangkap dan menghilang, diduga ia adalah salah satu yang dibunuh dalam pembantaian di Indonesia 1965-1966.

Wikana
Wikana pada tahun 1947
Menteri Negara Urusan Pemuda Indonesia ke-1
Masa jabatan
29 Juni 1946 – 29 Januari 1948
PresidenSoekarno
Perdana MenteriSutan Sjahrir
Amir Sjarifuddin
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada
Pengganti
Supeno
Sebelum
Missing : 9 Juni 1966 (pada umur 51 tahun)
Informasi pribadi
Lahir(1914-10-18)18 Oktober 1914
Sumedang, Jawa Barat, Hindia Belanda
Partai politikPartai Komunis Indonesia
PendidikanMeer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
Status : Hilang selama Error: Need valid year, month, day
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Keluarga

sunting

Wikana terlahir dari keluarga menak Sumedang. Ayahnya, Raden Haji Soelaiman, pendatang dari Demak, Jawa Tengah. Kendati menak merupakan golongan yang mendapatkan previlese semasa penjajahan, tidak demikian halnya dengan keluarga Wikana. Bahkan salah seorang kakanya, Winanta adalah seorang Digulis.

Pendidikan

sunting

Boleh dibilang Wikana punya otak encer. Sebagai anak priayi, dia punya hak untuk mengenyam pendidikan. Tapi untuk masuk ELS (Europeesch Lagere School), sekolah dasar yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar, tidak cukup bermodal anak raden saja. Kemampuan bahasa Belanda dan kepintaran si anak menjadi standar utama. Wikana kecil memenuhi syarat itu dan berhasil lulus dari ELS. Lepas dari ELS Wikana melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Semasa muda itulah Wikana sempat menjadi salah satu dari sekian pemuda satelit Bung Karno di Bandung.

Awal perjuangan

sunting

Pada masa mudanya ia aktif sebagai Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat Baru. Semasa zaman kolonial, Wikana menjadi pemimpin PKI bawah tanah di Jawa Barat. Ia juga berkawan dekat dengan Widarta tokoh PKI bawah tanah yang bertanggungjawab di wilayah Jakarta.

Tak hanya sebagai anggota PKI bawah tanah, Wikana juga tercatat pernah aktif sebagai anggota Partai Indonesia (Partindo) yang didirkan oleh Mr Sartono pada 1931 pasca penangkapan Bung Karno. Pada 1938 ketika Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan, dia terpilih sebagai ketuanya yang pertama. Keyakinannya yang anti-kolonialisme mendorong Wikana aktif mengikuti berbagai organisasi politik yang melawan Belanda secara frontal.

Masa Revolusi Fisik

sunting

Wikana pada peristiwa pencetusan Proklamasi 1945 melakukan peran paling penting karena berkat koneksinya di Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, Proklamasi 1945 bisa dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda di Menteng yang terjamin keamanannya. Selain itu Wikana juga mengatur semua keperluan Pembacaan Proklamasi di rumah Bung Karno di Pegangsaan 56. Ia juga sangat tegang saat melihat Bung Karno sakit malaria pagi hari menjelang detik-detik pembacaan Proklamasi. Wikana yang membujuk kalangan militer Jepang untuk tidak mengganggu jalannya upacara pembacaan teks proklamasi.

Karier Wikana jalan terus. Dia menjadi tokoh pemuda dari sekian banyak pemuda yang bergerak di pusaran arus revolusi. Ketokohan Wikana mendapatkan pengakuan dan karena itulah dia dipercaya oleh Perdana Menteri Sjahrir untuk duduk sebagai menteri negara urusan pemuda dalam kabinet Sjahrir kedua dan ketiga. Tak jelas capaian apa yang dia buat semasa memegang jabatan itu.

Tapi jalan terang hidup Wikana mulai meredup setelah Peristiwa Madiun 1948. Posisinya sebagai Gubernur Militer wilayah Surakarta digantikan oleh Gatot Soebroto.

Setelah Revolusi Fisik

sunting

Bersama dengan pejuang-pejuang dari Nasionalis sayap kiri ia menghilang dan baru kembali setelah Dipa Nusantara Aidit melakukan pledoi terhadap kasus Madiun 1948 yang mulai digugat oleh Jaksa Dali Mutiara pada 2 Februari 1955.

Sampai tahun 1950-an dia masih tercatat sebagai anggota Comite Central (CC) PKI yang mulai menggeliat di bawah kepemimpinan triumvirat Aidit, Njoto dan Lukman. Namun praktis Wikana tak memainkan peran penting sebagaimana yang pernah dilakukannya pada era-era awal revolusi. Revitalisasi PKI ditangan DN Aidit membuat Wikana tersingkir dan dianggap bagian dari golongan tua yang tidak progresif. Hal ini sama dengan kasus penyingkiran kaum komunis ex-Digulis oleh anak-anak muda PKI, karena tidak sesuai dengan perkembangan perjuangan komunis yang lebih Nasionalis dan mendekat pada Bung Karno. Terakhir Wikana tinggal di daerah Simpangan Matraman Plantsoen dalam keadaan miskin dan sengsara karena tidak mendapat tempat di PKI dan diisolir oleh Aidit. Pada saat itu Waperdam Chaerul Saleh pada tahun 1965 menarik Wikana menjadi anggota MPRS.

Pemberontakan G30S

sunting

Beberapa pekan sebelum peristiwa G30S 1965 terjadi, Wikana berserta beberapa elemen PKI lainnya pergi ke Peking untuk menghadiri perayaan hari Nasional Cina 1 Oktober 1965. Tapi sontak terdengar kabar dari tanah air tentang insiden penculikan dan pembunuhan para jenderal. PKI disalahkan. Delegasi terceraiberai. Wikana meminta anggota delegasi lain untuk tetap berada di Peking selagi menunggu kepastian dari berita yang simpang siur. Dia sendiri memilih pulang ke tanah air.

Menghilang

sunting

Kurang dari setahun setelah peristiwa G30S, dia ditangkap. Sempat bermalam di Kodam Jaya namun dipulangkan kembali. Tak berapa lama kemudian segerombolan tentara tak dikenal datang ke rumahnya di Jalan Dempo No. 7 A, Matraman, Jakarta Timur. Mereka membawa Wikana dan sampai hari ini, pemuda garang yang sempat membuat Bung Karno naik pitam itu, tak pernah kembali pulang. Dia hilang tak tentu rimbanya.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Buku IPS Jilid 5", IPS - Jilid 5, diakses 31 Januari 2009

Pranala luar

sunting