Wowok Hesti Prabowo

Wowok Hesti Prabowo (lahir 16 April 1963) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Mengawali debut dan proses kreatif kepenyairannya saat masih bekerja sebagai buruh pabrik. Wowok merupakan salah satu pendiri penerbitan pamflet sastra Boemi Poetra bersama Saut Situmorang. Karya-karyanya lahir atas kegeraman terhadap kondisi sosial masyarakat yang jauh dari harapan.[1][2]

Latar belakang

sunting

Setelah tamat dari SMA (Kimia) Yogyakarta (1983), dia menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Teknik Kimia Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang (1996). Dia langsung bekerja sebagai buruh pabrik. Tapi, kegemarannya menulis puisi dan artikel semasa masih bersekolah tak serta-merta terhenti. Bekerja sebagai buruh pabrik dan terus menulis adalah dua hal yang selalu menyatu dalam dirinya selama tak kurang dari 15 tahun masa kerjanya di berbagai perusahaan. Selama bekerja, dia banyak melihat hak-hak buruh yang ditebas, kebebasan buruh dibelenggu, kehidupannya ditindas dengan berbagai intimidasi dan kesewenangan. Dia kemudian mencoba mengenalkan dunia kesenian kepada sesama buruh. Para pekerja itu dituntun menulis puisi, mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka melalui tulisan. Melalui serikat pekerja, ia membentuk komunitas dan mengajari para buruh menulis sastra. Sastra buruh kemudian menggelinding, menjadi pembicaraan kalangan pemerhati sastra. Maka sejak itu, sastra buruh kerap diidentikkan dengan pergerakan. Ia juga pernah menjadi manajer personalia di sebuah perusahaan swasta. Tapi, sikap kesehariannya kerap tidak sejalan dengan pemilik perusahaan. Ia dinilai lebih membela kepentingan pekerja dibanding perusahaan. Sikapnya itu kemudian berbuntut dengan dikeluarkannya surat pemutusan hubungan kerja bagi dirinya.[3]

Peristiwa di akhir 1990-an menjadi titik-balik hidupnya. Dia kembali ke khittahnya menjadi seniman. Berhenti dari pekerjaan sebagai buruh pabrik, tidak berarti berhenti berkarya. Justru sebaliknya, produktivitasnya meningkat. Aktivitas berkeseniannya bersama para buruh tetap ia lakoni. Bahkan ia tidak hanya sekadar berpuisi dan mengenalkan seni dan sastra kepada para buruh. Ia juga ikut turun ke jalan, memperjuangkan nasib buruh. Pada saat bertepatan dengan peringatan 50 tahun Indonesia Merdeka, 1995, ia melakukan aksi protes terhadap kesewenangan yang menimpa kaum buruh. Pendiri Komunitas Budaya Buruh Tangerang (Bubatan) itu mogok bicara selama 50 hari. Di dunia seni sastra, Wowok pernah menjadi ketua Yayasan Komunitas Sastra Indonesia (KSI), penggerak Komunitas Roda-Roda Budaya, sebuah komunitas gabungan buruh dan sastrawan dan penggagas Institut Puisi Tangerang.

Bersama rekan-rekannya, ia mencetuskan Pamflet Sastra Bumi Putra, sekaligus menjadi pemimpin redaksinya. Lewat Sastrawan Ode Kampung, ia menjadi penandatangan pertama penolakan terhadap bentuk dominasi komunitas sastra yang satu atas komunitas sastra yang lain. Sastrawan Ode Kampung juga menolak eksploitasi seks dalam karya sastra. Ia juga menggugat dominasi kapital asing atas kegiatan sastra di Tanah Air, yang memperalat keindonesiaan.[4]

  • Buruh Gugat (1999)
  • Presiden dari Negeri Pabrik (1999)
  • Lahirnya Revolusi (2000)
  • Hijrah
  • Bangkit
  • Rumah Petak (bersama Dingu Rilesta, 1996)
  • Trotoar
  • Cisadane
  • Mimbar Penyair Abad 21 (1996)
  • Renonansi Indonesia

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Website resmi Taman Ismail Marzuki Diarsipkan 2015-09-24 di Wayback Machine., diakses 28 Februari 2015
  2. ^ Sastra Indonesia, diakses 28 Februari 2015
  3. ^ Lifestyle, diakses 28 Februari 2015
  4. ^ Amazone: Buruh Gugat, diakses 28 Februari 2015