Xia Wanchun
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Desember 2023. |
Xia Wanchun (夏完淳-1631-1647) adalah seorang pahlawan remaja Tiongkok pada tahun-tahun terakhir Dinasti Ming. Terlahir dengan bakat yang luar biasa, umur lima tahun sudah bisa membicarakan Kitab Lunyu dan Wujing. Pada usianya yang ke enam sudah fasih bertanya-jawab dengan orang-orang yang lebih tua. Mulai menulis puisi pada usia tujuh tahun dan dua tahun kemudian puisi-puisi itu dikumpulkan dengan judul Dairuji. Di usianya yang masih terbilang muda itu, dia juga sudah bisa berdiskusi tentang masalah-masalah kenegaraan.
Posthumous name (en) | 忠毅 dan 節愍 |
---|---|
Biografi | |
Kelahiran | 1631 |
Kematian | 1647 (15/16 tahun) |
Kegiatan | |
Pekerjaan | penulis |
Keluarga | |
Ayah | Xia Yunyi |
Tahun 1644, bangsa Manchu menyerbu Tiongkok dan Dinasti Ming runtuh. Bersama ayahnya, Xia Wanchun yang sudah menginjak usia remaja bergabung dengan kelompok pemberontak melawan Manchu/ Dinasti Qing. Sayangnya kelompok pemberontak itu pada akhirnya dikalahkan oleh tentara Qing. Dengan sedih dan putus asa, ayahnya melakukan bunuh diri dengan melompat ke sungai. Sepeninggal ayahnya Xia bergabung dengan kelompok pemberontak lainnya dan menjadi penasehatnya.
Tahun 1647, Xia tertangkap dan dibawa ke Nanjing untuk diinterogasi. Yang menginterogasinya adalah pejabat Ming yang berkhianat, Hong Chengchou. Ajakan untuk menyerah dan tawaran kedudukan tinggi ditolaknya mentah-mentah, bahkan dia mempermalukan Hong Chengchou di depan pengawal-pengawalnya. Dengan muka memerah karena marah dan malu, Hong memerintahkannya dijebloskan ke penjara sambil menunggu hukuman mati.
Xia menjalani hari-hari terakhirnya di penjara dengan tenang. Di sana dia menulis puisi-puisi yang menceritakan aspirasi politiknya, pengalaman pahir-getirnya di medan perang dan belasungkawa pada rekan-rekannya yang gugur melawan bangsa Manchu. Tak lama kemudian, dia digiring ke alun-alun kota untuk dihukum mati di depan umum. Dia berdiri tegak membusungkan dada dengan ekspresi wajah yang tenang sampai golok algojo menebas lehernya. Saat itu dia baru berusia 16 tahun.
Pranala luar
sunting- Guan Shichao, Zhongguo gushi yingyongjuan, Taiyuan: Xiwang chubanshe, 1999