Sejarah hadis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Djoko s (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
 
(30 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Sejarah haditshadis''', sejak pembentukan hingga saat ini dapat dijelaskan menurut pembagian masa sebagai berikut.
==Masa Pembentukan Al Hadist==
Berita tentang prilaku [[Nabi Muhammad]] (sabda, perbuatan, sikap ) didapat dari seorang [[Sahabat nabi|sahabat]] atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut [[tabi'in]] (satu generasi dibawah sahabat) . Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu para tabi'ut tabi'in dan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadist (''mudawwin'').
 
== Masa pembentukan hadis ==
Pada masa Sang Nabi masih hidup, Hadits belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Berita tentang perilaku [[Nabi Muhammad|Nabi Muhammad saw.]] (sabda, perbuatan, sikap dan persetujuan) didapat dari seorang [[Sahabat nabi|sahabat]] atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian, berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut [[tabiin]] (satu generasi dibawah sahabat). Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu para [[tabi'ut tabi'in|tabiut tabiin]] dan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadis (''mudawwin'').
 
Pada masa sang nabi masih hidup, hadis belum ditulis dan berada dalam benak atau hafalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Diantara sahabat tidak semua bergaulnya dengan Nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu Al Hadits yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian diantara para sahabat itu sering bertukar berita (Hadist) sehingga prilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.
 
Di antara sahabat tidak semua bergaulnya dengan nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu nabi. Oleh sebab itu, hadis yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun, di antara para sahabat itu sering bertukar berita (hadis) sehingga perilaku Nabi Muhammad saw. banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad saw. masih hidup.
Dengan demikian pelaksanaan Al Hadist dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Al Hadist yang telah diamalkan/ditaati oleh umat Islam dimasa Nabi Muhammad hidup ini oleh ahli Hadist disebut sebagai '''Sunnah Muttaba'ah Ma'rufah'''. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran Al Hadist.
 
Dengan demikian, pelaksanaan hadis dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad saw., baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya, para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Hadis yang telah diamalkan atau ditaati oleh umat Islam pada masa Nabi Muhammad saw. hidup ini oleh ahli hadist disebut sebagai sunnah ''muttaba'ah ma'rufah''. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran hadis.
Meski pada masa itu Al Hadist berada pada ingatan para sahabat, namun ada sahabat yang menuliskannya untuk kepentingan catatan pribadinya (bukan untuk kepentingan umum). Diantaranya ialah :
#'Abdullah bin 'Umar bin 'Ash (dalam himpunan As Shadiqah)
#'Ali bin Abi Thalib (dalam shahifahnya mengenai huku-hukum diyat yaitu soal denda atau ganti rugi).
 
Meskipun pada masa itu hadis berada pada ingatan para sahabat, tetapi ada sahabat yang menuliskannya untuk kepentingan catatan pribadinya (bukan untuk kepentingan umum). Di antaranya ialah:
==Masa Penggalian==
# 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash (dalam himpunan ''As Shadiqah'')
Setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H / [[632]] M) pada awalnya tidak menimbulkan masalah mengenai Al Hadits karena sahabat besar masih cukup jumlahnya dan seakan-akan menggantikan peran Nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai Al Hadist ataupun Al Quran. Dan diantara mereka masih sering bertemu untuk berbagai keperluan.
# 'Ali bin Abi Thalib (dalam ''shahifahnya'' mengenai huku-hukum diat yaitu soal denda atau ganti rugi).
 
== Masa penggalian ==
Sejak Kekhalifahan [[Umar bin Khaththab]] (tahun 13 - 23 H atau [[634]] - [[644]] M) wilayah dakwah Islamiyah dan daulah Islamiyah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan macam masalah yang memerlukan pemecahannya. Meski para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, namun kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat makin saling bertemu bertukar Al Hadist.
Setelah Nabi Muhammad saw. wafat (tahun 11 H / [[632]] M) pada awalnya tidak menimbulkan masalah mengenai hadis karena sahabat besar masih cukup jumlahnya dan seakan-akan menggantikan peran nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai hadis ataupun Alquran, dan di antara mereka masih sering bertemu untuk berbagai keperluan.
 
Sejak Kekhalifahan [[Umar bin Khattab]] (tahun 13 - 23 H atau [[634]] - [[644]] M) wilayah dakwah Islamiah dan daulat Islamiah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan macam masalah yang memerlukan pemecahannya. Meskipun para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, tetapi kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat makin saling bertemu bertukar hadis.
Kemudian para sahabat kecil mulai mengambil alih tugas penggalian Al Hadits dari sumbernya ialah para sahabat besar. Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabi'in. Meski memerlukan perjalanan jauh tidak segan-segan para tabi'in ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki Al Hadist yang sangat diperlukannya. Maka para tabi'in mulai banyak memiliki Al Hadist yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat.
Meski begitu, sekaligus sebagai catatan pada masa itu adalah '''Al Hadist belum ditulis apalagi dibukukan'''.
 
Kemudian, para sahabat kecil mulai mengambil alih tugas penggalian hadis dari sumbernya ialah para sahabat besar. Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabiin. Meskipun memerlukan perjalanan jauh, tidak segan-segan para tabiin ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki al hadis yang sangat diperlukannya. Maka, para tabiin mulai banyak memiliki hadis yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat.
==Masa Penghimpunan==
Meskipun begitu, sekaligus sebagai catatan pada masa itu adalah hadis belum ditulis apalagi dibukukan.
Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan [[Ali bin Abi Thalib]]. Musibah itu berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya '''memperebutkan kedudukan kekhalifahan''' kemudian bergeser kepada '''bidang Syari'at dan Aqidah''' dengan '''membuat Al Hadist Maudlu'''' (palsu) yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan menguatkan keinginan / perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak mungkin memalsukan Al Quran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Al Quran belaka untuk memenuhi keinginan atau pahamnya.
 
== Masa penghimpunan ==
Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah [[Husain bin Ali bin Abi Thalib]] di [[Karbala]] (tahun 61 H / [[681]] M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para tabi'in mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikap '''tidak mau lagi menerima Al Hadist baru''', yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para shabat kecil dan tabi'in ini sangat berhat-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber / pemberita Al Hadist. Misal apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu Al Hadist dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabi'ut tabi'in.
Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan [[Ali bin Abi Thalib]]. Musibah itu berupa permusuhan di antara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang syariat dan akidah dengan membuat ''al-hadist maudlu'' (palsu) yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan menguatkan keinginan atau perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak mungkin memalsukan Alquran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Alquran belaka untuk memenuhi keinginan atau pahamnya.
 
Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah [[Husain bin Ali bin Abi Thalib]] di [[Karbala]] (tahun 61 H / [[681]] M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para tabiin mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikap tidak mau lagi menerima hadis baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para sahabat kecil dan tabiin ini sangat berhati-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab, mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber atau pemberita hadis. Misalnya, apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah uzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu hadis dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabiut tabiin.
'''[[Umar bin Abdul Aziz]]''' seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 - 101 H / [[717]] - [[720]] M) termasuk angkatan tabi'in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabi'in yang terkenal memiliki banyak Al Hadist. Seorang tabi'in yang terkemuka saat itu yakni '''Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab Az Zuhri''' (tahun 51 - 124 H / [[671]] - [[742]] M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu beliau [[Az Zuhri]] menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu '''''al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a''''' (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
 
[[Umar bin Abdul Aziz]] seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 - 101 H / [[717]] - [[720]] M) termasuk angkatan tabiin yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan hadis. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun hadis dari para tabiin yang terkenal memiliki banyak hadis. Seorang tabiin yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 - 124 H / [[671]] - [[742]] M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu dia [[Az Zuhri]] menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu ''al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a'' (artinya: sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
Az Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya mana yang Maqbul dan mana yang Mardud. Para ahli Al Hadits menyatakan bahwa Az Zuhri telah menyelamatkan 90 Al Hadits yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain.
 
Az-Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya mana yang makbul dan mana yang mardud. Para ahli hadis menyatakan bahwa Az-Zuhri telah menyelamatkan 90 hadis yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain.
Di tempat lain pada masa ini muncul juga penghimpun Al Hadist yang antara lain :
*di [[Mekkah]] - Ibnu Juraid (tahun 80 - 150 H / 699 - 767 M)
*di [[Madinah]] - Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M)
*di Madinah - Sa'id bin 'Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M)
*di Madinah - Malik bin Anas (tahun 93 - 179 H / 712 - 798 M)
*di Madinah - Rabi'in bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M)
*di [[Yaman]] - Ma'mar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M)
*di [[Syam]] - Abu 'Amar Al Auzai (tahun 88 - 157 H / 707 - 773 M)
*di Kufah - Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M)
*di Bashrah - Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M)
*di [[Khurasan]] - 'Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 - 181 H / 735 - 798 M)
*di Wasith (Irak) - Hasyim (tahun 95 - 153 H / 713 - 770 M)
* - Jarir bin 'Abdullah Hamid (tahun 110 - 188 H / 728 - 804 M)
 
Di tempat lain pada masa ini muncul juga penghimpun hadis yang antara lain:
Yang perlu menjadi catatan atas keberhasilan '''masa penghimpunan Al Hadist''' dalam kitab-kitab di masa '''Abad II Hijriyah''' ini, adalah bahwa Al Hadist tersebut '''belum dipisahkan mana yang Marfu', mana yang Mauquf dan mana yang Maqthu''''.
* [[Makkah]] - Ibnu Juraid (tahun 80 - 150 H / 699 - 767 M)
* [[Madinah]] - Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M)
* Madinah - Sa'id bin 'Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M)
* Madinah - Malik bin Anas (tahun 93 - 179 H / 712 - 798 M)
* Madinah - Rabi'in bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M)
* [[Yaman]] - Ma'mar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M)
* [[Syam]] - Abu 'Amar Al Auzai (tahun 88 - 157 H / 707 - 773 M)
* Kuffah - Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M)
* Bashrah - Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M)
* [[Khurasan]] - 'Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 - 181 H / 735 - 798 M)
* Wasith (Irak) - Hasyim (tahun 95 - 153 H / 713 - 770 M)
* Jarir bin 'Abdullah Hamid (tahun 110 - 188 H / 728 - 804 M)
 
Yang perlu menjadi catatan atas keberhasilan masa penghimpunan hadis dalam kitab-kitab pada masa Abad II Hijriah ini, adalah bahwa hadis tersebut belum dipisahkan mana yang marfuk'','' mana yang maukuf dan mana yang maktuk.
==Masa Pendiwanan dan Penyusunan==
Usaha pendiwanan dan penyusunan Al Hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan Al Hadits. Pengelompokan dilakukan dengan '''memisahkan mana Al Hadits yang marfu', mauquf dan maqtu''''. Pengelompokan tersebut diantaranya dilakukan oleh :
*Ahmad bin Hambal
*'Abdullan bin Musa Al 'Abasi Al Kufi
*Musaddad Al Bashri
*Nu'am bin Hammad Al Khuza'i
*'Utsman bin Abi Syu'bah
 
== Masa pendiwanan dan penyusunan ==
Yang paling mendapat perhatian paling besar dari ulama-ulama sesudahnya adalah '''Musnadul Kabir''' karya '''[[Ahmad bin Hambal]]''' (164-241 H / [[780]]-[[855]] M) yang berisi 40.000 Al Hadits, 10.000 diantaranya berulang-ulang.
Usaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku hadis disebut pendiwan) dan penyusunan hadis dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan hadis. Pengelompokan dilakukan dengan memisahkan mana hadis yang marfuk, maukuf dan maktuk. Hadis marfuk ialah hadis yang berisi perilaku [[Nabi Muhammad]], hadis maukuf ialah hadis yang berisi perilaku [[Sahabat Nabi|sahabat]] dan hadis maktuk ialah hadis yang berisi perilaku [[tabiin]]. Pengelompokan tersebut di antaranya dilakukan oleh:
Menurut ahlinya sekiranya Musnadul Kabir ini tetap sebanyak yang disusun Ahmad sendiri maka tidak ada hadist yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Ahmad sendiri yang bernama 'Abdullah dan Abu Bakr Qathi'i sehingga tidak sedikit termuat dengan yang dla'if dan 4 hadist maudlu'.
* Ahmad bin Hambal
* 'Abdullan bin Musa Al 'Abasi Al Kufi
* Musaddad Al Bashri
* Nu'am bin Hammad Al Khuza'i
* 'Utsman bin Abi Syu'bah
 
Yang paling mendapat perhatian paling besar dari ulama-ulama sesudahnya adalah ''Musnadul Kabir'' karya [[Ahmad bin Hambal]] (164-241 H / [[780]]-[[855]] M) yang berisi 40.000 hadis, 10.000 di antaranya berulang-ulang.
Adapun pendiwanan Al Hadits dilaksanakan dengan '''penelitian sanad dan rawi-rawinya'''. Ulama terkenal yang mempelopori usaha ini adalah :
Menurut ahlinya, sekiranya ''Musnadul Kabir'' ini tetap sebanyak yang disusun Ahmad sendiri maka tidak ada hadis yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Ahmad sendiri yang bernama 'Abdullah dan Abu Bakr Qathi'i sehingga tidak sedikit termuat dengan yang daif dan 4 hadis maudlu'.
::'''[[Ishaq bin Rahawaih bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi]]''' (161-238 H / [[780]]-[[855]] M)
 
Adapun pendiwanan hadis dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya. Ulama terkenal yang memelopori usaha ini adalah:
Ia adalah adalaha salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai.
::[[Ishaq bin Rahawaih bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi]] (161-238 H / [[780]]-[[855]] M)
 
Ia adalah salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An Nasai.
Usaha Ishaq ini selain dilanjutkan juga ditingkatkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab Al Hadits terwujud dalam kitab Al Jami'ush Shahih Bukhari, Al Jamush Shahih Muslim As Sunan Ibnu Majah dan seterusnya sebagaimana terdapat dalam [[#Kitab-kitab_Hadits|daftar kitab masa abad 3 hijriyah]].
 
Usaha Ishaq ini selain dilanjutkan juga ditingkatkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab al hadits terwujud dalam kitab ''Al-Jami'ush Sahih Bukhari, Al-Jamush Shahih Muslim As-Sunan'' Ibnu Majah dan seterusnya sebagaimana terdapat dalam [[Hadits#Kitab-kitab Hadits|daftar kitab pada masa abad 3 hijriah]].
Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untuk '''memisahkan Al Hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahih''' sehingga tersusun 3 macam Al Hadits, yaitu :
*Kitab Shahih - ([[Shahih Bukhari]],[[Shahih Muslim]]) - berisi Al Hadits yang shahih saja
*Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) - menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi Al Hadit shahih dan Al Hadits dla'if yang tidak munkar.
*Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) - berisi berbagai macam Al Hadits tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh seab itu hanya berguna bagi para ahli Al Hadits untuk bahan perbandingan.
 
Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untuk memisahkan hadis yang sahih dari hadis yang tidak sahih sehingga tersusun 3 macam hadis, yaitu:
Apa yang telah dilakukan oleh para para ahli Al Hadits abad 3 Hijriyah tidak banyak yang mengeluarkan atau menggali Al Hadits dari sumbernya seperti halnya ahli Al Hadits pada adab 2 Hijriyah. Ahli Al Hadits abad 3 umumnya melakukan '''tashhih''' (koreksi atau verifikasi) saja atas Al Hadits yang telah ada disamping juga menghafalkannya. Sedangkan pada masa abad 4 hijriyah dapat dikatakan masa '''penyelesaian pembinaan''' Al Hadist. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa '''memperbaiki susunan''' kitab Al Hadits, '''menghimpun''' yang terserakan dan '''memudahkan mempelajarinya'''.
* Kitab Sahih - ([[Sahih Bukhari]], [[Sahih Muslim]]) - berisi hadis yang sahih saja
[[Kategori:Hadits]]
* Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) - menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi hadis sahih dan hadits daif yang tidak mungkar.
* Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) - berisi berbagai macam hadis tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh sebab itu, hanya berguna bagi para ahli hadis untuk bahan perbandingan.
 
Apa yang telah dilakukan oleh para ahli hadis pada abad ke-3 hijriah tidak banyak yang mengeluarkan atau menggali hadis dari sumbernya seperti halnya ahli hadis pada abad ke-2 Hijriah. Ahli hadis pada abad ke-3 umumnya melakukan tashih (koreksi atau verifikasi) saja atas hadis yang telah ada di samping juga menghafalkannya, sedangkan pada masa abad ke-4 hijriah dapat dikatakan masa penyelesaian pembinaan hadis, sedangkan pada abad ke-5 hijriah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadis, menghimpun yang terserakan dan memudahkan mempelajarinya.
 
== Lihat pula ==
* [[Hadis]]
 
[[Kategori:Hadis]]