Elpidius van Duijnhoven: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(16 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Christian Leader
[[Reverendus Pater|'''R.P.''']] '''Elpidius (Fransiscus) Van Duijnhoven, [[Ordo Saudara Dina Kapusin|O.F.M.Cap.]]''' (7 Oktober 1906 - 14 Februari 1993) adalah seorang [[Pastor|imam]] [[Gereja Katolik Roma]] dan [[misionaris]] asal [[Belanda]] yang berkarya di [[Sumatra Utara]], khususnya [[Kabupaten Simalungun]] dan sekitarnya.<ref>Lih. http://www.peduligerejakatolik.org/2014/02/penjualan-buku-elpidius-van-duijnhoven.html{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, diakses 10 Maret 2015</ref> Pater Elpidius dijuluki sebagai ''Ompung Dolok'' (dibaca: ''Oppung Dolok'') oleh orang - orang yang mengenalnya. Namanya diabadikan sebagai nama sekolah, yakni [[SMA Van Duijnhoven]] di [[Saribu Dolok, Silimakuta, Simalungun|Saribudolok]].<ref>Lih. http://smavanduynhoven.blogspot.com/2013/05/sma-van-duynhoven-saribudolok-sebagai.html, diakses 5 Maret 2015</ref> Kisah hidupnya telah disusun dalam sebuah buku biografi karya Simon Saragih yang berjudul ''Elpidius Van Duijnhoven Oppung Dolok, Rasul Dari Simalungun Atas''.<ref>Saragih Simon,''Elpidius Van Duijhoven, Oppung Dolok, Rasul dari Simalungun Atas''. Medan: Bina Media Perintis, 2014.</ref> ▼
| type = Priest
| honorific prefix = [[Reverendus Pater|R.P.]]
| Full name = Elpidius Van Duijnhoven
| honorific suffix = [[Ordo Saudara Dina Kapusin|O.F.M.Cap]]
| archdiocese = [[Keuskupan Agung Medan]]
| birth_date = {{Birth date|1906|10|7|mf=y}}
| death_date = {{Death date and age|1993|2|14|1906|10|7}}
| birth_place = [[Meierijstad|Erp, Meierijstad]], [[Brabant Utara|Brabant Utara, Belanda]]
| religion = [[Gereja Katolik Roma|Katolik Roma]]
| parents = {{ubl
|Hendrikus van Duijnhoven (ayah)
|Johanna Penninx (ibu)}}
| deathplace = [[Saribu Dolok, Silimakuta, Simalungun|Saribu Dolok]], [[Kabupaten Simalungun|Simalungun]], Sumatera Utara
| image = Oppung Dolok JPG.jpg
| imagesize = 200px
| caption = Potret Pater Elpidius pada sampul buku "Elpidus Van Duijnhoven Oppung Dolok, Rasul Dari Simalungun Atas" karya Simon Saragih
| birth_name = Fransiscus van Duijnhoven
| buried = [[Haranggaol, Haranggaol Horison, Simalungun|Sirpang Haranggaol]], [[Kabupaten Simalungun|Simalungun]], [[Sumatera Utara]]
}}
▲[[Reverendus Pater|
== Kehidupan Awal ==
Elpidius dilahirkan sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara di [[Brabant Utara|Erp]], sebuah kota kecil di bagian selatan Belanda. Kota ini juga adalah kota kelahiran teolog [[Henricus Herp]]<nowiki/>yang karyanya, ''Spieghel der Volcomenheit,'' dikenal luas di [[Universitas Leiden]].
Elpidius diberi nama “Fransiscus” karena keluarganya adalah pengagum [[
Elpidius masuk ke seminari menengah pada tanggal 7 September 1925 di umur 19 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan [[Filsafat|filasafat]] dan [[teologi]], dia ditahbiskan menjadi [[Pastor|Imam]] pada tanggal 11 Maret 1933 di umur 27 tahun.<ref>''Ibid''</ref>
== Misi di Sumatera Utara ==
Tujuh tahun setelah Pater Elpidius menerima tahbisan imam, Pemerintah [[Hindia Belanda]]<nowiki/> mencabut larangan masuknya misi Katolik di Tanah Batak. [[Mathias Leonardus Trudon Brans|Mgr. Mathias Leonardus Trudon Brans]] segera mencari imam muda asal Belanda yang akan diutus sebagai misionaris ke Hindia Belanda. Pater Elpidius mendaftarkan dirinya sebagai misionaris untuk Hindia Belanda bersama kedua rekannya, Pater Nicodemus dan Pater Jan De Wit. Pater Nicodemus dan Pater Jan De Wit ditugaskan ke pulau [[Kalimantan]], sedangkan Pater Elpidius ditugaskan ke pulau [[Sumatra]].
* '''Era Penjajahan Belanda'''▼
Pater Elpidius menaiki kapal ''Johan De'' [[Amsterdam]] menuju [[Batavia]]. Ada dua misionaris lain yang ikut bersama Pater Elpidius dalam kapal itu, Pater Walterus Derksen dan Pater Odilo Wap. Pater Elpidius tiba di [[Pelabuhan Belawan|Belawan]] pada 16 Februari 1934 dan setelahnya ditempatkan di Pematangsiantar.<ref>Bdk. Saragih Simon, ''Elpidius...''hlm.6</ref> Di Pematangsiantar, Pater Elpidius mendapat pelajaran bahasa Batak dari Pater Aurelius Kerkers dan seorang katekis Batak bernama Kenan Mase Hutabarat.
Pater Elpidius awalnya ditempatkan di distrik Sirpang Opat, Pematangsiantar. Di sana ada pastoran Kapusin yang dipindahkan ke Jalan Sibolga, Pematangsiantar pada tahun 1929. Pater Elpidius memilih pindah ke Sabah Dua karena ingin lebih dekat dengan masyarakat Simalungun daripada dengan pemerintah kolonial.
Dari Sabah Dua, Pater Elpidius mulai mewartakan Injil sampai ke [[Panei Tongah, Panei, Simalungun|Panei Tongah]] dan [[Pematang Raya, Raya, Simalungun|Pematang Raya]]. Di Pematang Raya, Pater Elpidius kurang diterima karena daerah itu sudah terlebih dahulu menjadi basis [[Gereja Kristen Protestan Simalungun|GKPS]]. Pater Elpidius tetap melanjutkan penginjilan hingga ke [[Saribu Dolok, Silimakuta, Simalungun|Saribudolok]] dan ke arah utara sampai ke [[Kabanjahe, Karo|Kabanjahe]] dan [[Lawe Bekung, Badar, Aceh Tenggara|Lau Bekung]], [[Kabupaten Aceh Tenggara|Aceh Tenggara]].<ref>Bdk. ''Saragih Simon, Elpidius...''hlm.7-8</ref>
Di Aceh Tenggara, Pater Elpidius berkenalan dengan Petrus Datubara (kelak Ompung Flora Datubara), yang kemudian akan menjadi [[katekis]] untuk membantu Pater Elpidius. Petrus Datubara juga adalah ayah kandung dari [[Alfred Gonti Pius Datubara]], yang kemudian akan menjadi [[Keuskupan Agung Medan|Uskup Agung Medan]] kedua dan Uskup Agung Medan pertama dari kalangan pribumi.
Pater Elpidius memilih menetap di Simpang Haranggaol dan memindahkan pastoran ke [[Saribu Dolok, Silimakuta, Simalungun|Saribudolok]].
* '''Era Pendudukan Jepang'''
Masuknya tentara Jepang ke Indonesia berkat kemenangan dalam [[perang pasifik]], menimbulkan pergolakan di sejumlah wilayah Indonesia.
* '''Era Kemerdekaan'''
Kekalahan Jepang dalam perang dunia II, membuka jalan dan titik terang bagi rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Namun kemerdekaan itu tidak serta merta mebawa kenyaman dan kesejahteraan hidup masyarakat. Pergolakan-pergolakan kecil terjadi di sejumlah daerah dan pusat (Jakarta). Kemudian sebuah prahara nasional melanda negeri ini, yang kemudian kita kenal dengan istilah [[G-30- S-PKI]].<ref name="univpgri-palembang.ac.id"/> Gerakan anti PKI merebak dengan cepat ke seluruh pelosok negeri, diikuti tindakan-tindakan represif bahkan brutal. Penindasan dan pembunuhan marak terjadi dengan slogan “membersihkan antek-antek PKI”.
Elpidius dalam tugas pewartaannya turut merasakan imbas dari situasi tersebut. Dia sempat dicurigai oleh Tentara sebagai bagian dari PKI karena medoakan arwah para korban G30SPKI. Dia sempat diintrogasi oleh Kodam setempat.<ref>Saragih Simon, ''Elpidius...''hlm. 23-24</ref> Pada sisi lain, kesibukannya semakin meningkat karena jumlah umat berkembang pesat terutama karena banyak orang yang sebelumnya tidak beragama berlomba-lomba menginisiasikan diri dengan sebuah agama untuk menghindari cap PKI. Elpidius mengerahkan segenap tenaga untuk melayani umat, bukan hanya dalam bidang kerohanian, tetapi juga membantu mereka keluar dari jerat kemiskinan, membantu orang sakit dan meningkatkan pendidikan.
== Oppung Dolok ==
Baris 27 ⟶ 53:
== Referensi ==
{{reflist}}
[[Kategori:
[[Kategori:Misionaris Katolik di Indonesia]]
|