Sarwo Edhie Wibowo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(19 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 28:
|successor3 = [[Leo Lopulisa]]
|birth_date = {{Birth date|1925|7|25}}
|birth_place = {{negara|Hindia Belanda}} [[Pangenjuru Tengah, Purworejo, Purworejo|Pangenjuru]], [[Purworejo]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|1989|11|9|1925|7|25}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|nationality = {{flag|Indonesia}}
|spouse = Ny. Sunarti Sri Hadiyah
|relations =
|relations ={{unbulleted list|1. [[Susilo Bambang Yudhoyono|Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono]] (menantu)|2. [[Erwin Sudjono|Letjen TNI Erwin Sudjono]] (menantu)|3. [[Hadi Utomo|Kolonel Inf Hadi Utomo]] (menantu)|4. [[Agus Harimurti Yudhoyono|Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono]] (Cucu)|5. [[Danang Prasetyo Wibowo|Letkol Inf Danang Prasetyo Wibowo]] (Cucu)}}
|children = {{unbulleted list|1. Wijiasih Cahyasasi|2. Wrahasti Cendrawasih|3. [[Kristiani Herrawati]]|4. Mastuti Rahayu|5. [[Pramono Edhie Wibowo|Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo]]|6. Retno Cahyaningtyas|7. [[Hartanto Edhie Wibowo]]}}
|relations = ={{unbulleted list|1. [[Susilo Bambang Yudhoyono|Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono]] (menantu)|2. [[Erwin SudjonoSujono|Letjen TNI Erwin SudjonoSujono]] (menantu)|3. [[Hadi Utomo|Kolonel Inf Hadi Utomo]] (menantu)|4. [[Agus Harimurti Yudhoyono|Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono]] (Cucu)|5. [[Danang Prasetyo Wibowo|Letkol Inf Danang Prasetyo Wibowo]] (Cucu)}}
|occupation = Tentara
|allegiance = {{unbulleted list|{{flag|Kekaisaran Jepang}} (1942—1945)|{{flag|Indonesia}} (1945—1975)}}
|branch = {{unbulleted list|{{flagicon image|Flag of PETA (Pembela Tanah Air).svg}} [[Pembela Tanah Air|PETA]] (1942—1945)|{{flagicon image|FlagBerkas:Insignia of the Indonesian Army.svg}}|25px]] [[TNI Angkatan Darat]] (1945—1975)}}
|serviceyears = 1942—1975
|rank = [[Berkas:Pdu jendtniletjendtni staf.png|25px]] [[Letnan Jenderal TNI]] ([[Kehormatan latin|HOR]].)
|unit = [[Infanteri]] ([[Kopassus|RPKAD]])
}}
 
[[Letnan Jenderal]] [[TNI]] ([[Kehormatan latin|HOR]].) ([[Purnawirawan|Purn.]]) '''Sarwo Edhie Wibowo''' ({{lahirmati|[[Pangenjuru Tengah, Purworejo, Purworejo|Pangenjuru]], [[Purworejo]], [[Jawa Tengah]]|25|7|1925|[[Jakarta]]|9|11|1989}}) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia adalah ayah dari [[Kristiani Herrawati]], [[Ibu Negara Indonesia|ibu negara Republik Indonesia]], yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, [[Susilo Bambang Yudhoyono]]. Ia juga ayah dari mantan [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat|KSAD]], [[Pramono Edhie Wibowo]]. Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan [[Gerakan 30 September]] dalam posisinya sebagai panglima [[RPKAD]] (atau disebut [[Kopassus]] pada saat ini). Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua [[Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila|BP-7]] Pusat, Duta besar Indonesia untuk [[Korea Selatan]] serta menjadi Gubernur [[AKABRI]].
 
== RiwayatAwal Hidupkehidupan ==
Ia lahir pada tanggal 25 Juli 19251927 di [[Pangenjuru Tengah, Purworejo, Purworejo|Desa Pangenjuru Tengah]], [[Purworejo, Purworejo|Purworejo]] dari Pasangan Raden Kartowilogo dan Raden Ayu Sutini berasal dari keluarga [[PNS]] bekerja untuk [[Imperium Belanda|Pemerintah Kolonial Belanda]]. dan kemudian diberi nama Edhie. Namun karena sering sakit sakitan sesuai dengan adat Jawa, nama Edhie pundi ditambah Dengan Sarwo. Dan akhirnya namanya menjadi Sarwo Edhie, bahkan setelah menikah namanya menjadi Sarwo Edhie Wibowo. Sesuai pesan ayahnya, dengan harapan kelak ia memiliki kewibawaan. Meski berdarah bangsawan. Edhie tak segan-segan mengikuti permainan anak desa. Orangtuanya tidak pernah mengajarkan perbedaan kedudukan dengan orang lain. Sebagai seorang anak, ia belajar [[silat]] sebagai bentuk pertahanan diri. Saat ia tumbuh, Sarwo Edhie membentuk kekaguman terhadap [[Angkatan Darat Kekaisaran Jepang|Tentara Jepang]] dan kemenangan mereka melawan Pasukan [[Sekutu]] yang ditempatkan di Pasifik dan Asia.
 
Pada tahun 1942, ketika Jepang menguasai Indonesia, Sarwo Edhie pergi ke [[Surabaya]] untuk mendaftarkan diri sebagai prajurit [[Pembela Tanah Air]] ([[PETA]]), yang merupakan kekuatan tambahan Jepang yang terdiri dari tentara Indonesia.
Baris 54 ⟶ 55:
Teman satu kampung halamannya, [[Ahmad Yani]] yang mendorongnya untuk terus menjadi seorang tentara dan mengundangnya untuk bergabung dengan Batalion di [[Magelang]], [[Jawa Tengah]].
 
=== Karier militer ===
==== Karier hingga 1965 ====
 
==== Karier hingga 1965 ====
Karier Sarwo Edhie di ABRI, dia pernah menjadi Komandan Batalion di [[Kodam IV/Diponegoro|Divisi Diponegoro]] (1945—1951), Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951—1953), Wakil Komandan Resimen di [[Akademi Militer Nasional]] (1959—1961), Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) (1962—1964), dan Komandan RPKAD (1964—1967).
 
RPKAD adalah usaha Indonesia untuk menciptakan sebuah unit pasukan khusus (yang kemudian akan menjadi [[Kopassus]]) dan pengangkatan Sarwo Edhie sebagai komandan unit elit ini berkat Ahmad Yani. Pada tahun 1964, Yani telah menjadi [[Kepala Staf Angkatan Darat]] dan menginginkan seseorang yang bisa dia percaya sebagai Komandan RPKAD.<ref>{{cite book|last= Djarot|first= Eros|authorlink=Eros Djarot|last2= et al.|title= Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G-30-S PKI|year= 2006|edition= 1|publisher= PT Agromedia Pustaka|location= Tangerang|language= Indonesia|page= 63}}</ref>
 
==== Menumpas Gerakan G30S ====
 
Selama Sarwo Edhie menjadi Komandan RPKAD [[Gerakan 30 September]] terjadi.
 
Baris 74 ⟶ 76:
Dengan situasi di Jakarta yang aman, mata Soeharto ternyata tertuju ke Pangkalan Udara Halim. Pangkalan Udara adalah tempat para Jenderal yang diculik dan dibawa ke basis Angkatan Udara yang telah mendapat dukungan dari gerakan G30S. Soeharto kemudian memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Pangkalan Udara. Memulai serangan mereka pada pukul 2 dinihari pada 2 Oktober, Sarwo Edhie dan RPKAD mengambil alih Pangkalan Udara pada pukul 06:00 pagi.
 
==== Transisi dari Orde Lama ke Orde Baru ====
Setelah mengambil alih Pangkalan Udara Halim, Sarwo Edhie bergabung dengan Soeharto karena keduanya dipanggil ke [[Bogor]] oleh Presiden [[Soekarno]]. Sementara Soeharto diperingatkan oleh Soekarno karena mengabaikan perintahnya, Sarwo Edhie terkejut dengan ketidakpekaan Soekarno dengan kematian enam Jenderal. Sarwo Edhi bertanya "Di mana para Jenderal?", Sukarno menjawab "Bukankah ini hal yang normal dalam revolusi?".<ref>{{cite book|last= Dake|first= Antonie C.A|title= Sukarno File: Kronologi Suatu Keruntuhan|year= 2005|edition= 4th|publisher= Aksara Karunia|location= Jakarta|language= Indonesian|page= 194}}</ref>
 
Baris 96 ⟶ 98:
Sarwo Edhie dukungan tegas dengan Soeharto sebagai yang terakhir mulai membuat bergerak untuk naik ke Kepresidenan. Factionally berbicara Namun, Sarwo Edhie milik faksi dijuluki oleh para ahli sebagai "Orde Baru Radikal". Bersama dengan [[Kemal Idris]] dan [[Kodam VI / Siliwangi]] Komandan [[Hartono Rekso Dharsono]], Sarwo Edhie ingin partai-partai politik harus dibongkar dan diganti dengan kelompok-kelompok non-ideologis yang menekankan pembangunan dan modernisasi.
-->
 
==== Penentuan Pendapat Rakyat ====
 
Untuk hal ini, Sarwo Edhie dipindahkan ke Irian Barat untuk menjadi Panglima [[Kodam XVII/Cendrawasih]]. Ia memimpin di sana hingga terselenggaranya "[[Penentuan Pendapat Rakyat]]", di mana Indonesia menganeksasi wilayah tanpa memegang referendum penuh, Sarwo Edhie memainkan peran utama dalam menghancurkan resistensi [[Papua]].<ref>[http://tapol.gn.apc.org/news/files/st040928.htm TAPOL, the Indonesian Human Rights Campaign]</ref>
<!--
Baris 112 ⟶ 116:
 
==Meninggal Dunia==
Sarwo Edhie meninggal pada 9 November 1989 pada usia 64 tahun karena penyebab alami. Ia dimakamkan di daerah asalnya di tempat pemakaman keluarga Purworejo tepatnya di Kampung Ngupasan, Kelurahan [[Pangenjuru TengahPangenjurutengah, Purworejo, Purworejo|Pangenjurutengah]], [[Purworejo]], [[Jawa Tengah]].<ref>{{Cite web |url=http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2288-jenderal-brilian-dan-jujur |title=Biografi Sarwo Edhie Wibowo |access-date=2014-07-23 |archive-date=2014-01-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140128074055/http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2288-jenderal-brilian-dan-jujur |dead-url=yes }}</ref>
 
==Kenaikan Pangkat Kehormatan==
Pada November 1997, Presiden [[Soeharto]] memberikan penghargaan untuk para mantan KSAD. Soeharto memberikan kenaikan pangkat kehormatan satu tingkat lebih tinggi kepada [[Djatikoesoemo|Jenderal (Kehormatan) GPH Djatikusumo]], [[Bambang Soegeng|Letjen (Kehormatan) Bambang Sugeng]], dan [[Bambang Utoyo|Letjen (Kehormatan) Bambang Utoyo]]. Selain itu juga kepada Jenderal (Kehormatan) Sarwo Edhie Wibowo, mantan Dubes RI di Korea Selatan.
 
==Riwayat Jabatan==
Baris 162 ⟶ 163:
{{DEFAULTSORT:Wibowo, Sarwo, Edhie}}
[[Kategori:Anggota Pembela Tanah Air]]
[[Kategori:TokohDuta TNIBesar Indonesia]]
[[Kategori:TokohDuta militerBesar Indonesia untuk Korea Selatan]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih]]
[[Kategori:Tokoh Kopassus]]
[[Kategori:Komandan Jenderal Kopassus]]
[[Kategori:Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih]]
[[Kategori:Susilo Bambang Yudhoyono]]
[[Kategori:Tokoh dari Purworejo]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh dari Purworejo]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan]]
[[Kategori:Susilo Bambang Yudhoyono]]
[[Kategori:Tokoh Orde Baru]]