Pengguna:Kris Simbolon/Singamangaraja: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
enriching Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(47 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Singamangaraja''' ([[Surat Batak]]: ᯘᯪᯝᯔᯝᯒᯐ) adalah bentuk penguasa dalam masyarakat [[Suku Batak|Batak]] yang berada di atas namun tidak mencampuri [[otonomi]] penguasa huta, horja, dan bius.{{efn|Huta adalah, horja adalah, bius adalah.}} Singamangaraja bertindak dalam penyelesaian persengketaan, penghentian peperangan, membuat perdamaian, dan pembebasan orang-orang terpasung.{{sfn|Tobing|1957|p=9}} Singamangaraja tidak membentuk huta, horja, bius maupun mengangkat penguasanya. Berbeda dengan penguasa pada umumnya, para Singamangaraja tidak menaklukkan daerah apa pun.{{
== Sejarah ==
Baris 5:
== Wakil Singamangaraja ==
Dalam menjalankan tugasnya, para Singamangaraja memiliki beberapa wakil, yaitu Raja Parbaringin di Toba, Raja Naopat di Silindung, dan Raja Parmalim.{{
=== Raja Parbaringin ===
Raja Parbaringin memiliki kedudukan yang tinggi dalam sebuah bius. Raja Parbaringin memiliki wewenang mengenai adat, pembagian tanah, melaksanakan upacara tahunan Mangase Taon. Pada musim kemarau, Raja Parbaringin pun berhak untuk meminta hujan atas nama Si Singamangaraja.
=== Raja Naopat ===
Raja Naopat terdiri dari empat
=== Raja Parmalim ===
Raja Parmalim adalah orang yang ditunjuk untuk mengurus soal-soal keagamaan.
Baris 16 ⟶ 17:
== Daftar Singamangaraja ==
=== Singamangaraja I ===
'''Singamangaraja I''' bernama '''Raja Manghuntal Sinambela'''.
=== Singamangaraja II ===
'''Singamangaraja II''' bernama '''Ompu Raja Tinaruan Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja I. Dalam masa pemerintahannya, Singamangaraja II pernah membuat sumur bagi penduduk Laguboti yang dilanda kemarau panjang. Sumur tersebut dikenal sebagai Sumur Si Singamangaraja. Dari perkawinannya dengan boru Situmorang, Singamangaraja II mempunyai putra yang diberi nama Raja Itubungna.
=== Singamangaraja III ===
'''Singamangaraja III''' bernama '''Raja Itubungna Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja II. Ia dikandung selama 18 bulan oleh ibunya, boru Situmorang. Raja Itubungna diangkat sebagai Singamangaraja III setelah Singamangaraja II menghilang. Singamangaraja III dinobatkan di Bakkara. Singamangaraja III memperistri boru Situmorang yang berasal dari Urat, Samosir. Dalam masa pemerintahannya, Singamangaraja III menetapkan beberapa hukum baru, di antaranya:
# Pembukaan perkampungan baru hanya boleh dilakukan setelah disetujui oleh Raja Parbaringin.
# Tanah kosong boleh digunakan atas izin pemerintah.
Baris 31 ⟶ 32:
Singamangaraja III memiliki putra yang bernama Sorimangaraja. Tidak lama setelah kelahiran Sorimangaraja, Singamangaraja III pun menghilang.
=== Singamangaraja IV ===
'''Singamangaraja IV''' bernama '''Sorimangaraja Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja III. Ia diangkat menjadi Singamangaraja mengantikan ayahnya yang menghilang. Suatu hari, Singamangaraja IV jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Jenazahnya tidak menghilang seperti para Singamangaraja pendahulunya. Singamangaraja IV mempunyai seorang putra yang bernama Pallongos.
=== Singamangaraja V ===
'''Singamangaraja V''' bernama '''Pallongos Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja IV. Ayahnya meninggal pada saat ia masih kecil dan belum [[pubertas]]. Meskipun masih kecil, para Raja Parbaringin sepakat untuk mengizinkannya mencoba menghunus Piso Gaja Dompak dalam upacara permohonan pengganti Singamangaraja IV kepada Tuhan. Ternyata, Pallongos sanggup untuk menghunus Piso Gaja Dompak sehingga akhirnya ia diangkat sebagai Singamangaraja V. Di kemudian hari, ia menikahi [[Lumbantoruan|boru Lumban Toruan]]. Dari pernikahannya ini, ia mempunyai seorang putra yang bernama Pangulbuk.
=== Singamangaraja VI ===
'''Singamangaraja VI''' bernama '''Pangulbuk Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja V. Pada saat penobatannya menjadi Singamangaraja, penduduk beramai-ramai mengunjungi Bakkara dengan mempersembahkan kambing putih, anak ayam berwarna merah dan putih, ulos jugia, dan empat uang ringgit kepadanya. Pada masa pemerintahannya, Singamangaraja VI mendirikan Bale Pasogit (rumah peribadatan) di Bakkara. Penduduk menyediakan bahan-bahan bangunan secara kekeluargaan: marga [[Sihombing]] menyediakan ijuk, marga [[Simanullang]] menyediakan tiang, marga [[Bakkara]] menyediakan rasuk, marga [[Sihite]] menyediakan balok, dan Raja Poreme menyediakan batu.
=== Singamangaraja VII ===
=== Singamangaraja VIII ===
Pada masa pemerintahannya, Si Singamangaraja VIII pernah mengunjungi [[Raya, Simalungun|Partuanan Raya]]. Penguasa Raya pada saat itu hendak menjamu Singamangaraja VIII dengan daging kerbau, namun semua kerbaunya sedang berkeliaran di padang rumput. Singamangaraja VIII kemudian memanggil salah satu kerbau yang bernama Partogi Dalan. Kerbau itu berlari menuju halaman Rumah Bolon Raya lalu disembelih untuk menjamu Si Singamangaraja VIII. Singamangaraja VIII pernah berpesan kepada penduduknya untuk menggantungkan dedaunan di atas pintu dan menyembelih kerbau atau ayam putih untuk menghindari penyakit sampar. Ketika Singamangaraja VIII berhalangan untuk menghentikan peperangan secara langsung, ia akan mengirimkan wakilnya untuk membawakan tongkatnya sebagai tanda bagi pihak yang sedang berperang agar segera berhenti. Dari pernikahannya dengan [[Aritonang|boru Aritonang]], Singamangaraja VIII mempunyai dua orang putra, salah satunya adalah Ompu Sohalompoan yang tinggal bersama boru Aritonang di [[Muara, Tapanuli Utara|Muara]].
=== Singamangaraja IX ===
'''Singamangaraja IX''' bernama '''Ompu Sohalompoan Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja VIII. Ia tinggal bersama ibunya dan kakek-neneknya di Muara. Setahun setelah meninggalnya Si Singamangaraja VIII, para Raja Parbaringin mulai mengadakan upacara penunjukan Singamangaraja yang baru. Dari antara kedua orang putra Singamangaraja VIII, hanya Ompu Sohalompoanlah yang sanggup untuk menghunus Piso Gaja Dompak. Oleh karena itu, Ompu Sohalompoan dinobatkan sebagai Singamangaraja IX. Pada saat penobatannya, sedang terjadi musim kemarau, namun orang beramai-ramai datang ke Bakkara. Sementara Singamangaraja IX menari ({{lang-bbc|''manortor''}}), orang-orang menadahkan tangan kanannya sambil berseru "''joajoa''". Singamangaraja IX memiliki dua orang putra, yaitu Tuan Nabolon dan Ompu Raja Ihutan.
=== Singamangaraja X ===
'''Singamangaraja X''' bernama '''Tuan Nabolon Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja IX. Singamangaraja X memiliki dua istri, yaitu [[Aritonang|boru Aritonang]] dan [[Nainggolan|boru Nainggolan]]. Dari perkawinannya dengan boru Aritonang, Singamangaraja X memiliki dua orang putra, yaitu Ompu Sohahuaon dan Ompu Sohuturon. Dari perkawinannya dengan boru Nainggolan, Singamangaraja X memiliki seorang putra, yakni Raja Lambung. Setelah dewasa, Raja Lambung merantau ke daerah [[Kota Tanjungbalai|Asahan]]. Namun, ia kemudian diserahkan kepada Belanda dan disiksa. Kabarnya tidak pernah terdengar lagi setelah itu. Singamangaraja X juga memiliki seorang saudara perempuan, yakni Nai Hapatian. Singamangaraja X melarang Nai Hapatian untuk menikah selama masih berada di daerah tempat tinggalnya meskipun Nai Hapatian telah dipinang oleh putra Ompu Palti. Sebelum pergi meninggalkan Bakkara, Nai Hapatian meminta sebuah cincin yang disebut tintin tumbuk kepada Singamangaraja X sebagai pertanda keturunan Singamangaraja. Setelah menerima tintin tumbuk, Nai Hapatian pergi merantau bersama putra Ompu Palti hingga ke wilayah Aceh Tengah. Singamangaraja X dibunuh oleh Tuanku Rao. Setelah Singamangaraja wafat, Ompu Raja Ihutan (saudara Singamangaraja X) merebut kekuasaan dengan cara mengawini boru Aritonang, istri tertua Singamangaraja X. Hal ini tidak bisa diterima oleh penduduk, mereka menuntut upacara pemilihan Singamangaraja dengan cara yang sah, yakni menghunus Piso Gaja Dompak. Setelah diadakan upacara, Ompu Raja Sohahuaonlah yang bisa menghunus Piso Gaja Dompak.
=== Singamangaraja XI ===
{{Utama|Sisingamangaraja XI {{!}} Si Singamangaraja XI}}
'''Singamangaraja XI''' bernama '''Ompu Raja Sohahuaon Sinambela'''. Ia adalah putra kandung Si Singamangaraja XI. Singamangaraja XI memiliki dua orang istri, yaitu boru Aritonang dan boru Situmorang. Dari perkawinannya dengan boru Aritonang, Singamangaraja XI memiliki empat orang anak: seorang laki-laki yang bernama Parlopuk dan tiga orang perempuan. Dari perkawinannya dengan boru Situmorang, Singamangaraja XI memiliki empat orang anak: seorang laki-laki yang bernama Patuan Bosar dan tiga orang perempuan.
Pada tahun 1853, Si Singamangaraja XI dikunjungi oleh [[Herman Neubronner van der Tuuk]]. Singamangaraja XI menyangka bahwa Van Der Tuuk adalah Raja Lambung yang selama ini menghilang. Menurut cerita Van Der Tuuk, Singamangaraja XI menjaga agar bulu lidahnya tidak kelihatan selama berbicara dengan Van Der Tuuk. Setelah mengunjungi Singamangaraja XI, Van Der Tuuk meninggalkan Bakkara dan diam-diam pergi menuju Barus melalui Silindung dan Naipospos.
Dalam masa pemerintahannya, Singamangaraja XI pernah mendamaikan kelompok Raja Sumba dengan kelompok Raja Sobu. Singamangaraja XI menetapkan bahwa Pekan Situmba diperuntukkan bagi keturunan Raja Sumba di Sipoholon, sedangkan Pekan Sitahuru bagi keturunan Raja Sobu di Hutatoruan.
Singamangaraja XI merupakan Singamangaraja pertama yang bertemu dengan para [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak|misionaris]]. Ia menjalin hubungan persahabatan dengan [[Ludwig Ingwer Nommensen]]. Singamangaraja XI pernah berkunjung ke rumah Nommensen dan disuguhi makanan meskipun akhirnya ia hanya memakan sedikit roti yang disajikan. Nommensen juga pernah meminta kepada Singamangaraja XI seekor kuda yang berwarna sama dengan kuda milik Singamangaraja XI. Ketika akan wafat, Singamangaraja XI pernah berpesan agar kudanya diberikan kepada Nommensen. === Singamangaraja XII ===
{{Utama|Sisingamangaraja XII {{!}} Si Singamangaraja XII}}
Setelah Singamangaraja XII gugur pada tahun 1907, Ompu Raja Babiat menyepakati perjanjian damai dengan Belanda pada tahun 1908.
== Pengaruh ==
Penghormatan terhadap Singamangaraja sangat penting dalam masyarakat Batak. Singamangaraja menjadi simbol pemersatu masyarakat Batak yang otonom. Hilangnya sosok Singamangaraja sebagai tatanan warisan leluhur berdampak pada kegamangan dalam masyarakat Batak.<ref>{{Cite book|last=Boeke|first=Julius Herman|date=1910|url={{Google books|GitLAQAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Tropisch-Koloniale Staathuishoudkunde: Het Probleem|location=|publisher=J.H. de Bussy|pages=104|language=nl|isbn=|url-status=live}}</ref> Tragedi pembunuhan yang menimpa misionaris [[Amerika Serikat]], yaitu Henry Lyman dan Samuel Munson, pada tahun 1834 merupakan konsekuensi dari kegagalan dua misionaris [[Inggris]], yakni Richard Burton dan Nathaniel Ward, dalam menghormati Si Singamangaraja pada tahun 1824.{{sfn|Aritonang|Steenbrink|p=530}} Awalnya, Burton dan Ward diterima dengan baik oleh masyarakat Batak di [[Silindung]].
Singamangaraja juga memiliki pengaruh dalam masyarakat di Silimakuta dan [[Tongging, Merek, Karo|Tongging]].<ref>{{Cite book|last=Colijn|first=Hendrikus Antoine|date=1905|url={{Google books|jy520AEACAAJ|plainurl=yes}}|title=Advies Nopens de Simeloengoensche Rijkjes en de Karolanden|publisher=|pages=31|language=nl|url-status=live}}</ref>
== Warisan ==
Meskipun dinasti Singamangaraja telah berakhir, terdapat keturunan Si Singamangaraja XII yang masih diakui sebagai Singamangaraja, yakni Raja Tonggo Tua Sinambela yang dianggap sebagai Singamangaraja XV.{{sfn|Barbier|1983|p=25}} Meskipun beragama [[Protestanisme|Kristen]], nama "Raja Tonggo Tua" diberikan oleh pimpinan [[Ugamo Malim]] di [[Kota Medan]], yakni Amani Pangihutan Naipospos.{{sfn|Barbier|1983|p=214}} Raja Tonggo Tua Sinambela adalah putra Patuan Sori Sinambela.{{sfn|Barbier|1983|p=214}} Patuan Sori Sinambela adalah putra Raja Karel Buntal Sinambela dari perkawinannya dengan beru Sembiring, putri raja di Sarinembah. Raja Karel Buntal Sinambela adalah salah satu putra Singamangaraja XII.
== Catatan ==
Baris 58 ⟶ 70:
{{Reflist}}
=== Daftar pustaka ===
{{Refbegin|indent=yes}}
* {{Cite book|last=
* {{Cite book|last=
* {{Cite book|last1=Aritonang|first1=Jan Sihar|last2=Steenbrink|first2=Karel|authorlink1=Jan Sihar Aritonang|authorlink2=Karel Adriaan Steenbrink|date=2008|url={{Google books|cUoGJSs9yOUC|plainurl=yes}}|title=A History of Christianity in Indonesia|language=en|isbn=978-900-4170-26-1|location=|publisher=Brill|url-status=live}|ref={{sfnref|Aritonang|Steenbrink|2008}}}}
* {{Cite book|last=Barbier|first=Jean Paul|date=1983|url={{Google books|FzQaAAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=En Pays Toba: Les Lambeaux de La Tradition|language=fr|location=[[Jenewa]]|publisher=Musée Barbier-Mueller|url-status=live}|ref={{sfnref|Barbier|1983}}}}
* {{Cite book|last=Coolsma|first=Sierk|authorlink=Sierk Coolsma|date=1901|url={{Google books|I1ewAAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=De Zendingseeuw voor Neederlandsch Oost-Indië|language=nl|location=[[Utrecht (provinsi)|Utrecht]]|publisher=C.H.E. Breijer|url-status=live}|ref={{sfnref|Coolsma|1901}}}}
* {{Cite book|last=Kozok|first=Uli|authorlink=Ulrich Kozok|date=2009|url={{Google books|-mELAQAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Surat Batak: Sejarah Perkembangan Tulisan Batak Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si Singamangaraja XII|language=id|location=|publisher=[[École française d'Extrême-Orient]]|isbn=978-979-9101-53-2|url-status=live}|ref={{sfnref|Kozok|2009}}}}
* {{Cite book|last=L. Tobing|first=Adniel|date=Mei 1957|url=|title=Sedjarah Si Singamangaradja I–XII: Radja Jang Sakti, Pahlawan Jang Gagah Perkasa|language=id|location=[[Kota Medan|Medan]]|publisher=Firman Sihombing|url-status=live}|ref={{sfnref|Tobing|1957}}}}
* {{Cite book|last=L. Tobing|first=Tiurma|date=2008|url=|title=Raja Si Singamangaraja XII|language=id|location=Jakarta|publisher=Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah Dan Purbakala Direktorat Nilai Sejarah|url-status=live}|ref={{sfnref|Tobing|2008}}}}
* {{Cite book|last=Pedersen|first=Paul|date=1970|url={{Google books|pHFLAAAAIAAJ|plainurl=yes}}|title=Batak Blood and Protestant Soul: The Development of National Batak Churches in North Sumatra|language=en|location=|publisher=Eerdmans|url-status=live}|ref={{sfnref|Pedersen|1970}}}}
* {{Cite book|last=Rae|first=Simon|date=1994|url={{Google books|x7RuAAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Breath Becomes the Wind: Old and New in Karo Religion|language=en|isbn=978-090-8569-61-8|location=|publisher=University of Otago Press|url-status=live}|ref={{sfnref|Rae|1994}}}}
* {{Cite book|last=Said|first=Mohammad|authorlink=Mohammad Said|date=1961|url=|title=Tokoh Singamangaradja XII|language=id|location=Medan|publisher=Waspada|url-status=live}|ref={{sfnref|Said|1961}}}}
* {{Cite book|last=Salomo|first=Mangaradja|date=1938|url=|title=Memilih dan Mengangkat Radja di Tanah Batak Menoeroet Adat Asli|language=|location=[[Kota Sibolga|Sibolga]]|publisher=Rapatfonds Tapanoeli|url-status=}|ref={{sfnref|Salomo|1938}}}}
* {{Cite book|last=Sidjabat|first=Walter Bonar|date=1983|url={{Google books|Ub9uPWLYuZQC|plainurl=yes}}|title=Ahu Si Singamangaraja: Arti Historis, Politis, Ekonomis, dan Religius Si Singamangaraja XII|language=id|location=Jakarta|publisher=Pustaka Sinar Harapan|url-status=live}|ref={{sfnref|Sidjabat|1983}}}}
* {{Cite book|last=Simanjuntak|first=Batara Sangti|date=1978|url={{Google books|uzUdAAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Sejarah Batak|language=id|location=[[Balige, Toba|Balige]]|publisher=Karl Sianipar Company|url-status=live}|ref={{sfnref|Simanjuntak|1978}}}}
* {{Cite book|last=Sinambela|first=Poernama Rea|date=1992|url={{Google books|wZ9xAAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Ayahku Si Singamangaraja XII Pahlawan Nasional|language=id|location=Jakarta|publisher=Aksara Persada Indonesia|url-status=live}|ref={{sfnref|Sinambela|1992}}}}
* {{Cite book|last=Situmorang|first=Sitor|authorlink=Sitor Situmorang|date=1993|url={{Google books|SlBwAAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Guru Somalaing dan Modigliani "Utusan Raja Rom": Sekelumit Sejarah Lahirnya Gerakan Ratu Adil di Toba|language=id|isbn=978-979-8467-00-4|location=Jakarta|publisher=Grafindo Mukti|url-status=live}|ref={{sfnref|Situmorang|1993}}}}
* {{Cite book|last=Situmorang|first=Sitor|authorlink=Sitor Situmorang|date=2004|url={{Google books|mg1wAAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII—XX|language=id|location=Jakarta|publisher=Komunitas Bambu|url-status=live}|ref={{sfnref|Situmorang|2004}}}}
* {{Cite book|last=Tamboen|first=P.|date=1952|url={{Google books|urE0AAAAMAAJ|plainurl=yes}}|title=Adat-Istiadat Karo|language=id|location=|publisher=[[Balai Pustaka]]|url-status=live}|ref={{sfnref|Tamboen|1952}}}}
* {{Cite book|last=Ypes|first=W.K.H.|date=1907|url=|title=Nota Omtrent Singkel en de Pak-paklanden|language=nl|location=|publisher=|url-status=live}|ref={{sfnref|Ypes|1907}}}}
{{Refend}}
|