Friedrich Silaban: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
refining, will be enriched later Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(28 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 2:
{{Infobox architect
| name = Friedrich Silaban
| image =
| image_size = <!-- if image is smaller than 250px -->
| alt =
| caption = Foto Friedrich Silaban
| birth_name = <!-- only use if different than name -->
| birth_date = {{Birth date|1912|12|16}}
Baris 14:
| nationality = [[Indonesia]]
| alma_mater =
| spouse = Lefty Kievits
| partner =
| children = 10, termasuk [[Tigor Silaban]]
| parents = {{ubl|Jonas Silaban (ayah)|Noria Simamora (ibu)}}<ref>{{Cite book|last=Wiryomartono|first=Bagoes|date=4 Maret 2020|url=https://books.google.co.id/books?id=5IjUDwAAQBAJ|title=Traditions and Transformations of Habitation in Indonesia: Power, Architecture, and Urbanism|publisher=Springer Nature|isbn=978-981-15-3405-8|pages=149|language=en|url-status=live}}</ref>
| awards =
| practice = <!-- Associated architectural firm[s] -->
| significant_buildings = {{ubl|[[Stadion Utama Gelora Bung Karno]]|[[Monumen Nasional]]|[[Masjid Istiqlal, Jakarta|Masjid Istiqlal]]}}
| significant_projects =
| significant_design =
Baris 27:
}}
'''Friedrich Silaban''' (disingkat sebagai '''F. Silaban'''; {{lahirmati|[[Bonan Dolok, Sianjur Mulamula, Samosir]]|16|12|1912|[[Jakarta]]|14|05|1984}}) adalah seorang [[arsitek]] [[Indonesia]]. Di antara beberapa karyanya yang terkenal adalah [[Stadion Utama Gelora Bung Karno|Gelora Bung Karno]], [[Monumen Nasional]], dan [[Masjid Istiqlal, Jakarta|Masjid Istiqlal]].
== Kehidupan awal ==
Setelah menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan
Friedrich Silaban telah menerima anugerah [http://www.setneg.ri.go.id/bint_jasa_hormat/bint_jasa.htm Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil]
Friedrich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi Kebudayaan yang dimuat di ''Lentera'' dan lembaran kebudayaan harian ''Bintang Timur'' mulai tanggal [[16 Maret]] [[1962]] yakni sebuah konsepsi kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat, ''onderbouw'' [[Partai Komunis Indonesia]]) dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (''onderbouw'' [[Partai Nasional Indonesia]]) dan Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo.
Baris 38 ⟶ 39:
Akhir kerja keras dua pelopor ini bermuara pada pertemuan besar pertama para arsitek dua generasi di [[Bandung]] pada tanggal 16 dan [[17 September]] [[1959]]. Pertemuan ini dihadiri 21 orang, tiga orang arsitek senior, yaitu: Ars. Friedrich Silaban, Ars. Mohammad Soesilo, Ars. [[Liem Bwan Tjie]] dan 18 orang arsitek muda lulusan pertama Jurusan [[Arsitektur]] [[Institut Teknologi Bandung]] tahun [[1958]] dan [[1959]]. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan tujuan, cita-cita, konsep Anggaran Dasar dan dasar-dasar pendirian persatuan arsitek murni, sebagai yang tertuang dalam dokumen pendiriannya, “Menuju dunia Arsitektur Indonesia yang sehat”. Pada malam yang bersejarah itu resmi berdiri satu-satunya lembaga tertinggi dalam dunia arsitektur profesional Indonesia dengan nama [[Ikatan Arsitek Indonesia]] disingkat ''IAI''.
Setelah jatuhnya Sukarno, Silaban kurang sukses sebagai arsitek, karena ia sangat dekat dengan mantan presiden tersebut. Situasi kariernya diperburuk oleh kondisi ekonomi yang buruk, yang memaksanya untuk mengandalkan uang pensiunnya untuk menghidupi sepuluh anaknya. Ia memang mendapat beberapa pekerjaan pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, merancang sejumlah rumah pribadi dan gedung universitas di Medan.
Kesehatan Silaban memburuk pada tahun 1983, ia meninggal di [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto]], [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]] pada tanggal [[14 Mei]] [[1984]].<ref>{{Cite web|title=Kisah Ironis Friedrich Silaban, Hidup Susah Usai Rancang Masjid Istiqlal yang Monumental|url=https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/24/15145491/kisah-ironis-friedrich-silaban-hidup-susah-usai-rancang-masjid-istiqlal?page=all|website=Kompas.com|access-date=19 Juli 2024}}</ref> dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Cipaku, [[Kota Bogor]], [[Jawa Barat]].<ref>{{Cite web|title=Menelusuri karya arsitek Silaban di Kota Bogor|url=https://megapolitan.antaranews.com/amp/berita/7318/menelusuri-karya-arsitek-silaban-di-kota-bogor|website=antaranews.com|access-date=19 Juli 2024}}</ref>
== Masjid Istiqlal ==
Menurut anak Silaban, ia pernah mengikuti lomba desain Masjid Istiqlal meskipun ia seorang penganut Protestan, Dia harus menggunakan nama samaran agar pengajuannya dapat diterima.<ref>{{Cite web|title=Putra Friedrich Silaban: Ayah Pakai Nama Samaran demi Terpilih Jadi Arsitek Masjid Istiqlal|url=https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/22/15260861/putra-friedrich-silaban-ayah-pakai-nama-samaran-demi-terpilih-jadi?page=all|website=Kompas.com|access-date=19 Juli 2024}}</ref> Masjid lain yang dirancang oleh Silaban termasuk Masjid Raya Al-Azhar (yang merupakan masjid terbesar di negara ini sebelum Istiqlal dibangun) dan masjid lain di Biak yang dibangun setelah Indonesia mengambil alih Irian Barat.
== Gelora Bung Karno ==
Ketika Sukarno memulai proyek pembangunan [[Gelanggang Olahraga Bung Karno]] di Jakarta, awalnya ia ingin kompleks tersebut berada di Dukuh Atas, yang saat itu dekat dengan pusat kota Jakarta. Silaban yang bergabung dengan proyek tersebut di tengah tahap perencanaan, tidak setuju dengan Sukarno dan justru merekomendasikan kawasan Senayan dengan alasan kemudahan akses dan kemacetan lalu lintas di Dukuh Atas. Rekomendasi Silaban dipilih, dan kompleks olahraga tersebut akhirnya dibangun di Senayan.<ref>{{Cite web|title=Sukarno Dibuat Kesal oleh Silaban soal Lokasi GBK|url=https://kabar24.bisnis.com/read/20170615/387/663070/sukarno-dibuat-kesal-oleh-silaban-soal-lokasi-gbk|website=Bisnis.com|access-date=19 Juli 2024}}</ref>
== Karya arsitektur ==
* Gedung Universitas HKBP Nommensen - Medan ([[1982]])
* [[Stadion Utama Gelora Bung Karno]] - Jakarta ([[1962]])
* [[Istora Gelora Bung Karno]] - Jakarta (1961)
* Rumah A Lie Hong - Bogor ([[1968]])
* Monumen Pembebasan Irian Barat - Jakarta ([[1963]])
Baris 65 ⟶ 77:
:Tugu ini dibangun pertama kali pada 1928 oleh seorang ahli geografi berkebangsaan [[Belanda]]. Pada 1938 dibangun kembali dan disempurnakan oleh Frederich Silaban. Pada 1990 dibangun duplikatnya dengan ukuran 5 kali lebih besar untuk melindungi tugu khatulistiwa yang asli. Pembangunan yang terakhir diresmikan pada 21 September 1991
==
{{Reflist}}
== Bibliografi ==
* {{cite book |last1=de Vletter |first1=Martien |title=Masa lalu dalam masa kini: arsitektur di Indonesia |date=2009 |publisher=Gramedia Pustaka Utama |isbn=978-979-22-4382-6 |url=https://www.google.com/books/edition/Masa_lalu_dalam_masa_kini/4NFv3xNw6rwC |language=id |access-date=2022-04-21 |archive-date=2023-07-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230726035110/https://www.google.com/books/edition/Masa_lalu_dalam_masa_kini/4NFv3xNw6rwC |dead-url=no }}
* {{cite book |last1=Nas |first1=Peter J. M. |title=Urban Symbolism |date=1993 |publisher=BRILL |isbn=978-90-04-09855-8 |url=https://www.google.com/books/edition/Urban_Symbolism/R7-xvYmg3HcC |language=en |access-date=2022-04-21 |archive-date=2023-07-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230726035050/https://www.google.com/books/edition/Urban_Symbolism/R7-xvYmg3HcC |dead-url=no }}
Baris 86 ⟶ 101:
[[Kategori:Arsitek Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Kristen Indonesia]]
[[Kategori:Penerima Bintang Jasa
|