Pengguna:Okkisafire/Bak pasir: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib) |
per BPA : sintaks <br> dan <code> | t=13'159 su=2'030 in=2'221 at=2047 -- only 2215 edits left of totally 4'246 possible edits | edr=000-1001(!!!) ovr=010-1111 aft=000-1001 |
||
(9 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
Artikel ini merupakan kajian '''[[Intoleransi beragama|Intoleransi keberagamaan]]''' yang terjadi '''[[Indonesia|di Indonesia]]''' dari sudut pandang [[akademikus|akademis]] dan [[sejarah]] serta berlandaskan [[Rujukan faktual|referensi yang faktual]]. Artikel ini ''bukan'' mengenai intoleransi ideologi yang menyangkut iman dan kepercayaan yang dianut dalam agama atau kepercayaan tertentu.
Baris 23 ⟶ 22:
Antara paska-[[Perang Diponegoro]] (1830an) dan reformasi Islam (1870an), juga lahir beberapa karya sastra yang disebut sebagai "anti-islam" seperti [[Babad Kediri]], [[Suluk Gatoloco]], dan [[Serat Darmagandhul]] yang diperkirakan ditulis oleh kalangan [[priayi]] yang tidak puas terhadap aktivitas islamisasi di [[Pulau Jawa]], atau menurut Phillipus van Akkeren adalah reaksi terhadap kegagalan politik Islami [[Pangeran Diponegoro]].<ref group="note">Carel Poensen (1872) beranggapan bahwa dalam segi sastra, Suluk Gatholoco kurang berharga dan vulgar meskipun mengangkat tema tentang akhlak dan kebajikan. Ia berusaha agar karya tersebut tidak tersebar karena isinya yang mempermalukan umat Islam dan para pembawanya, serta "kaum putihan" yang menggerakkan reformasi Islam 1870an.</ref> Hal ini berujung pada pelarangan publikasi Suluk Gatholoco berdasarkan UU No 4/PNPS/1963 karena isinya anti-Islam dan porno. Di lain pihak, beberapa kalangan menganggap isi suluk sebenarnya bukan anti-Islam melainkan sebagai ''pengingat'' karena pada masa tersebut banyak orang yang mengaggungkan [[Syariat Islam]].<ref group="note">Damardjati Supadjar, guru besar Fakultas Filsafat [[Universitas Gadjah Mada]] (UGM), Yogyakarta, berpendapat bahwa Suluk Gatholoco merupakan pengingat umat Islam bahwa "setelah [[Syariat Islam|syariat]] yang informatif, masih ada bentuk yang lebih lanjut yaitu [[tarekat]] yang transformatif, hakekat yang konformatif, dan pada akhirnya akan berpuncak pada makrifat yang illuminatif." Heru Nurcahyo dalam bukunya yang berjudul "Jalan Jalang Ketuhanan" menyatakan bahwa suluk ini "hadir untuk menuntaskan pemahaman mengenai Islam itu sendiri."</ref><ref>{{cite news|url=http://historia.id/kuno/kitab-lelaki-sejati|authors=Aryono|title=Kitab Lelaki Sejati|publisher=Historia|date=12-12-2012|accessdate=6-8-2016}}</ref>
Pergesekan cara pandang golongan putihan dan abangan masih terjadi hingga masa sekarang. Selepas periode Reformasi, gerakan Islam militan seperti [[Front Pembela Islam]], [[Hizbut Tahrir Indonesia]], [[Laskar Jihad]], dan [[Jamaah Islamiyah]] semakin aktif dalam menuntut penerapan syariah bahkan menggelar [[Daftar aksi Front Pembela Islam|aksi kekerasan di ruang publik]]
Meskipun memperoleh dukungan dari [[Joko Widodo|presiden ke-7 Indonesia]], banyak pihak yang menolak pelabelan "Nusantara" terhadap Islam. Azhar Ibrahim dari [[Universitas Nasional Singapura]] memandang Islam Nusantara bisa menjadi teladan bagi negara-negara muslim lain yang sebagian besar mengalami konflik.<ref>{{cite web|url=http://www.nu.or.id/post/read/59035/apa-yang-dimaksud-dengan-islam-nusantara|authors=Mahbib|title=Apa yang Dimaksud dengan Islam Nusantara?|year=|location=|publisher=Suara Nahdlatul Ulama|date=22-4-2015|accessdate=6-8-2016}}</ref> Islam Nusantara yang memiliki ciri khas Islam Indonesia diklaim mengedepankan nilai-nilai toleransi yang bertolak belakang dengan ''Islam Arab''.<ref>{{cite news|url=http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150614_indonesia_islam_nusantara|authors=Heyder Affan|title=Polemik di balik istiIah 'Islam Nusantara'|publisher=BBC Indonesia|date=15-7-2015|accessdate=6-8-2016}}</ref><ref>{{cite book|title=Islam Kita, Islam Nusantara: Lima Nilai Dasar Islam Nusantara|author=Mohamad Guntur Romli|publisher=Ciputat School|year=2016|location=Jakarta|isbn=|page=|quote=}}</ref><ref group="note">Ketua Umum [[NU|PBNU]], KH [[Said Aqil Siroj]], dalam pembukaan "Istighotsah Menyambut Ramadhan dan Pembukaan Munas Alim Ulama NU", 14 Juni 2015 di [[Masjid Istiqlal]], Jakarta, berkata, "Islam Nusantara memiliki karakter Islam yang ramah, anti radikal, inklusif dan toleran bukan ''Islam Arab'' yang selalu konflik dengan sesama Islam dan perang saudara".</ref> ===Masa awal kemerdekaan===
Menjelang kemerdekaan Indonesia, elit politik di Indonesia terbagi menjadi kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi [[negara Islam]] dan kelompok nasionalis (terdiri atas Islam [[sekuler]], komunis, dan Kristiani). Pada sidang [[BPUPKI]] tanggal 1 Juni 1945, Ir. [[Soekarno]] menyampaikan pidato [[Lahirnya Pancasila]] yang ditindaklanjuti dengan dibentuknya [[Panitia Sembilan]] untuk merumuskan [[Pancasila]] sebagai dasar negara Indonesia. Terjadi perdebatan antara kelompok Nasionalis dan kelompok Islam mengenai sila pertama<ref group="note">Sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" dipandang tidak jelas oleh kelompok Islam sehingga diajukan untuk ditambah tujuh kalimat yaitu "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".</ref> sehingga dibentuk Panitia 94. Akhirnya, tanggal 22 Juni 1945 diperoleh persetujuan berupa [[Piagam Jakarta]] yang memenangkan kelompok Islam. Hal tersebut tidak mengakhiri keberatan-keberatan yang diajukan oleh kelompok Kristen (seperti [[Johannes Latuharhary]]), kelompok Islam berpendidikan Barat (seperti [[Hussein Jayadiningrat]]), dan kelompok abangan/[[Kejawen]] (seperti [[Wongsonegoro]]), tetapi baru pada tanggal 18 Agustus 1945 ketujuh kata pada Piagam Jakarta dihilangkan akibat tuntutan Umat Kristen di Indonesia Timur.<ref group="note">Pada tanggal 17 Agustus 1945 sore, seorang perwira Angkatan Laut Jepang menyampaikan keberatan kelompok Kristen dan Katolik dari Indonesia Timur kepada [[Mohammad Hatta]]. [[Mohammad Natsir]] dalam tulisannya yang berjudul "Islam dan Kristen di Indonesia" menyebutkan bahwa mereka tidak bermaksud melakukan diskusi melainkan menyampaikan peringatan bahwa "ada 7 kata yang tercantum dalam Muqqadimah Undang-undang Dasar Republik yang harus dicabut" atau mereka "tidak akan turut serta dalam negara Republik Indonesia." Keputusan diambil dalam sidang [[PPKI]] tanggal 18 Agustus 1945 yang berlangsung selama 2 jam.</ref> Hal tersebut menjadi salah satu titik ketegangan hubungan antara Islam dan Kristen. Hal tersebut juga menyebabkan timbulnya pemberontakan [[Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo]] (1949) yang memproklamasikan [[Negara Islam Indonesia]], dan memperoleh dukungan dari [[Abdul Kahar Muzakkar]] dan [[Daud Beureu'eh]].<ref name=amos/> Permasalahan ini juga kembali diangkat oleh [[Front Pembela Islam]] melalui [[Muhammad Rizieq Shihab]] (1 Juni 2016) yang menuntut Pemerintah Indonesia "kembali pada Pancasila dan UUD 1945 yang asli dan dijiwai Piagam Jakarta".<ref>{{cite web|url=http://www.fpi.or.id/2016/06/lima-usulan-fpi-dalam-simposium-anti-pki.html|authors=|title=Lima Usulan FPI Dalam Simposium Anti PKI|year=|location=|publisher=Front Pembela Islam|date=20-2-2016|accessdate=6-8-2016}}</ref><ref name=visi>{{cite book|title=Visi Gereja Memasuki Milenium Baru|author=Weinata Sairin|publisher=BPK Gunung Mulia|year=2002|location=Jakarta|isbn=9796871262|page=84-98|quote=}}</ref>
Pada masa [[demokrasi liberal]] tahun 1950an, [[Muhammadiyah]] melalui [[Masyumi]] berupa menjalin kerja sama dengan kelompok Islam tradisional dan Nasrani. Namun, insiden tahun 1952 merupakan titik kritis perpecahan kelompok Islam modern dan tradisional. Sementara itu, [[Persatuan Islam|Persis]] menepatkan diri di tengah-tengah konflik antara Islam-Nasrani, Islam-[[PKI]], dan Islam tradisional-reformis. Setelah perpecahan di tahun 1952, [[NU]] mengambil sikap oposisi terhadap [[Masyumi]] sementara masih bersikap kerja sama dengan Nasrani dan komunis. Persis beranggapan bahwa universitas-universitas Islam di Indonesia masih terlalu liberal sehingga mereka mengirim siswa ke [[Mesir]], [[Libya]], [[Saudi Arabia]], dan [[Pakistan]] serta bergabung dalam gerakan muslim global dalam melawan kristenisasi.<ref name=jeremy/>
Setelah [[Pemilu 1955]], [[Konstituante]] dibentuk untuk menghasilkan UUD baru yang menggantikan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|UUDS 1950]], keinginan pembentukan negara Islam kembali mencuat. Hal tersebut menyebabkan Konstituante gagal dalam tugasnya sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] yang membubarkan Konstituante dan kembalinya UUD 1945 sebagai konstitusi negara.<ref name=amos/>
Baris 44 ⟶ 45:
|-
| 1955-1964
| [[Jawa Barat]],<
| Pemberontakan [[Darul Islam]] (Negara Islam Indonesia) antara tahun 1942-1962 (hingga 1965 di Sulawesi Selatan) dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
| 1. Dua gereja dirusak (1955-1964).<ref name=daniel>{{cite book|title=Cendekiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru|author=Daniel Dhakidae|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2003|location=Jakarta|isbn=9792203095|page=513-516|quote=}}</ref><
|-
| 1948
| [[Surakarta]],<
| [[Pemberontakan PKI 1948]] merupakan pergerakan politik tetapi memiliki dampak penyerangan dan pembunuhan terhadap kaum [[santri]] ([[Masyumi]]) yang selanjutnya terjadi aksi balas dendam terhadap kaum [[abangan]] di Surakarta.<ref name=amos/><ref name=coup>{{cite book|title=Mental Maps in the Era of Détente and the End of the Cold War 1968–91|last=Wright|first=Jonathan|last2=Casey|first2=Steven|publisher=Springer|year=2015|location=|isbn=1137500964|page=124-125|quote=}}</ref><ref>{{cite book|title=Sejarah Indonesia Modern 1200–2008|author=M.C. Ricklefs|publisher=Penerbit Serambi|year=2008|location=|isbn=9790241151|page=480-482|quote=}}</ref>
| 1. Permusuhan [[masyumi]] terhadap [[PKI]]<ref>{{cite news|url=http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/15/10/02/nvl9bl334-masyumi-dan-sikap-antipki|authors=Firman Noor|title=Masyumi dan Sikap Anti-PKI|publisher=Republika|date=2-10-2015|accessdate=6-8-2016}}</ref><
|-
| 1952
Baris 65 ⟶ 66:
=== Orde Baru (1966–1998) ===
Selama Orde Baru, agama menjadi alat kontrol stabilitas politik. Jumlah tempat ibadah yang dibangun sangat banyak, tetapi jumlah kasus penutupan, pengrusakan, dan pembakaran rumah ibadah juga meningkat pesat. Pada tahun 1945-1964 tecatat 2 gereja mengalami pengrusakan, sementara periode tahun 1955-1999 meningkat menjadi 55 buah [[masjid]] dan 609 [[gereja]] (lebih dari 50% terjadi selama tahun 1995-1999).<ref name=daniel/> Berbagai penyelesaian konflik dilakukan secara tertutup dan diakhiri dengan kompromi tanpa proses hukum. Menurut Pdt. Weinata Sairin (2002), kasus pengrusakan gereja yang diselesaikan secara hukum terjadi pada kasus pembakaran GKJ [[Kabupaten Batang|Batang]] (1995).<ref name=visi/>
Pada periode ini, konflik antara Islam dan Kristen terus terjadi.<ref name=crouch/> Untuk menyelesaikan konflik, musyawarah antar-agama pertama kali diprakarsai oleh Menag [[Muhammad Dahlan]] di Jakarta pada tanggal 30 November 1967.<ref name=djohan>{{cite book|title=Merayakan kebebasan beragama: bunga rampai menyambut 70 tahun|author=Djohan Effendi|publisher=Penerbit Buku Kompas|year=2009|location=Jakarta|isbn=6029556606|page=|quote=}}</ref> Musyawarah ini gagal perwakilan Kristen memprotes masalah pembatasan [[dakwah]] sementara perwakilan Islam menolak dialog dengan perwakilan Kristen.<ref name=crouch/> Namun akhirnya, pada periode [[Mukti Ali]] sebagai Menag (1971-1978), dialog antar-agama berhasil dijembatani,<ref name=djohan/><ref>{{cite book|title=Sosiologi Agama|author=D. Hendropuspito|publisher=Kanisius|year=2006|location=|isbn=9794133787|page=|quote=}}</ref> meskipun masalah [[kristenisasi]] berulang kali diangkat kembali dalam berbagai aspek politik dan sosial.<ref name=crouch/>
Baris 80 ⟶ 81:
|1967
|[[Meulaboh]]
|[[Peristiwa Meulaboh (1967)]] terjadi pada bulan April, sebuah [[Gereja Metodis]] dirusak dengan alasan dibangun pada wilayah yang mayoritas penduduknya adalah muslim.<ref name=crouch/>
|1. Lokasi gereja dipindah.<ref name=crouch/><
|-
|
|[[Makassar]]
|[[Peristiwa Makassar (1967)]] pada tanggal 1 Oktober terjadi akibat seorang guru menghina [[Muhammad|Nabi Muhammad]] sehingga para pemuda muslim merusak 9 gereja [[Protestanisme|Protestan]], 4 gereja [[Katolik]], 1 [[biara]] [[biarawati|suster]], 1 Perguruan Teologika, 2 sekolah Katolik, 1 kantor [[Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia|PMKRI]], dan melukai beberapa orang.<ref name=jan/>
|1. Diadakan Musyawarah Antar Umat Beragama (30 November 1967).<ref name=jan/><
|-
|
Baris 183 ⟶ 184:
PASCA REFORMASI|last=Asshiddiqie|first=Jimly|last2=|first2=|last3=|first3=|year=2014|volume=|number=|publisher=Ormas Gerakan Masyarakat Penerus Bung Karno}}</ref> Semenjak Orde Baru berakhir, era kebebasan di Indonesia meluas, demikian pula dengan militansi agama. Pemerintah dinilai tidak menanggapi dengan tegas saat terjadi intoleransi keagamaan, seperti kekerasan, intimidasi, dan sebagainya. Bahkan, peristiwa pengeboman semakin marak semenjak Orde Baru berakhir.<ref name=hrw1>{{cite news|url=https://www.hrw.org/id/report/2013/02/28/256413|authors=Tim Penulis|title=Atas Nama Agama: Pelanggaran terhadap Minoritas Agama di Indonesia|publisher=Human Rights Watch|date=28-2-2013|accessdate=9-8-2016}}</ref>
Ketua [[Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia]] (IJABI), [[Jalaluddin Rakhmat]], mengatakan bahwa intoleransi keberagamaan disebabkan oleh keinginan kelompok mayoritas untuk dominan. Ia berkesimpulan bahwa paham Islam dan Kristen yang dominan selalu cenderung tidak toleran. Ia menyebutkan survei bahwa wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua dan Maluku adalah yang paling toleran sementara [[Jawa Barat]] yang paling tidak toleran.<ref name=pebi>{{cite news|url=http://www.suara.com/wawancara/2016/03/07/070000/jalaluddin-rakhmat-benih-radikalisme-dan-intoleransi-indonesia|authors=Pebriansyah Ariefana|title=Jalaluddin Rakhmat: Benih Radikalisme dan Intoleransi Indonesia|publisher=Suara|date=7-3-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref> Temuan peneliti LIPI menyebutkan penyebaran paham radikal meningkat di kalangan anak muda setelah reformasi.<ref>{{cite news|url=http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160222_indonesia_intoleransi|authors=Sri Lestari|title=Sikap intoleran 'kian meluas' di masyarakat Indonesia|publisher=BBC|date=22-2-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref>
====Peran pemerintah dan hukum====
Baris 191 ⟶ 192:
<ref>{{cite news|url=http://m.tempo.co/read/news/2012/08/28/058425931/Menteri-Agama-Konflik-Sampang-Masalah-Keluarga|authors=Fatkhurrohman Taufiq|title=Menteri Agama: Konflik Sampang Masalah Keluarga|publisher=Tempo|date=27-12-2012|accessdate=9-8-2016}}</ref>
Masalah ketimpangan hukum misalnya terjadi pada puluhan gereja yang memenuhi syarat hukum pembangunan rumah ibadah tetapi akhirnya dicabut izinnya setelah ditekan kelompok militan Islamis, sekalipun bertentangan dengan keputusan Mahkamah Agung yang memberikan izin.<ref name=hrw1/> Tindakan intoleransi tersebut dilaporkan dan menjadi topik dalam sidang [[PBB]] di [[Jenewa]] (Mei 2012), tetapi pelaporan tersebut disayangkan oleh beberapa pihak. KH [[Hasyim Muzadi]] menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara muslim yang paling toleran di dunia saat ini; selain menyebutkan bahwa [[Swiss]] melarang pembangunan menara masjid, [[
Pada tahun 2014, Indonesia kembali mendapat sorotan PBB dalam Sidang Dewan HAM PBB sesi ke-26 (10 Juni 2014) mengenai masalah "hak kebebasan berkumpul" kelompok agama atau mazhab minoritas, disamping lemahnya penegakan hukum yang melindungi. Muhamad Subhi dari the Wahid Institute menyebutkan bahwa terdapat pihak-pihak tertentu, bahkan dari pihak penyelenggara negara, yang mempertanyakan tindakan advokasi internasional karena dianggap mempermalukan Indonesia di mata internasional. Ia menyatakan bahwa, "Padahal, pelaporan ke dunia internasional terjadi karena ada kebuntuan di nasional, keengganan di tingkat nasional untuk sungguh-sungguh menyelesaikan ancaman intoleransi."<ref name=maria/>
Baris 198 ⟶ 199:
====Perber Menag-Mendagri No. 9/8 Tahun 2006====
SKB Menag-Mendagri No. 1/Ber/MDN-MAG/1969 diterbitkan setelah terjadi beberapa kerusuhan lintas agama. Namun, SKB tersebut tidak memiliki petunjuk pelaksanaan sehingga dalam praktiknya sering mempersulit pembangunan tempat ibadah non-masjid karena menjadi wewenang bupati atau walikota setempat untuk tidak atau memberikan izin. Setelah terjadi berbagai peristiwa intoleransi di tahun 2005 terkait penutupan tempat ibadah, antara Oktober 2005-Maret 2006 dilakukan musyawarah antar majelis-majelis agama ([[MUI]], [[PGI]], [[KWI]], [[PHDI]], dan [[Walubi]]) dan SKB tersebut disempurnakan menjadi [[Izin Mendirikan Bangunan#Perizinan khusus|Perber Menag-Mendagri No. 9/8 Tahun 2006]].<ref name=crouch/><ref name=sairin/><ref name=menag>{{cite web|url=http://www.kemendagri.go.id/news/2006/04/17/sambutan-menteri-agama-ri-pada-sosialisasi-peraturan-bersama-menteri-agama-dan-menteri-dalam-negeri-nomor-9-tahun-2006nomor-8-tahun-2006|authors=Muhammad M. Basyuni|title=SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA SOSIALISASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 TAHUN 2006/NOMOR 8 TAHUN 2006|year=|location=|publisher=Kemendagri|date=17 April 2006|accessdate=7-8-2016}}</ref>
Perber 2006 masih menuai protes karena dianggap tidak memberikan toleransi kepada umat agama yang minoritas, khususnya pasal 13 dan 14 (batasan 90 orang pengguna dan 60 orang dukungan masyarakat setempat).<ref>{{cite web|url=https://www.change.org/p/presiden-jokowi-cabut-peraturan-bersama-menag-dan-mendagri-no-9-dan-no-8-tahun-2006-ttg-pendirian-rumah-ibadah|authors=Yanto Huang|title=Cabut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 ttg Pendirian Rumah Ibadah|year=|location=|publisher=Change|date=|accessdate=7-8-2016}}</ref> Di samping itu, dikeluarkannya Perber 2006 tersebut memicu peningkatan penolakan tempat-tempat ibadah minoritas hingga pemukulan dan penusukan aktivis dan pendeta Gereja [[Huria Kristen Batak Protestan]] (HKBP) di Bekasi (12 September 2010),<ref name=benyamin>{{cite news|url=http://www.reformed-crs.org/ind/articles/perber_kontraproduktif.html|authors=Benyamin F. Intan|title=Peraturan Bersama Kontraproduktif|publisher=Reformed Center for Religion Society|date=21-9-2010|accessdate=7-8-2016}}</ref> meskipun dalam sambutannya, Menag [[Muhammad Muzammil Basyuni|M.M. Basyuni]] telah menegaskan bahwa tempat ibadah yang telah dipergunakan secara permanen atau memiliki nilai sejarah tetapi belum memiliki [[Izin Mendirikan Bangunan|IMB]] sebelum berlakunya Perber 2006, Bupati/Walikota wajib membantu memfasilitasi penerbitannya.<ref name=menag/> Perber ini juga meningkatkan ketegangan antar kelompok-kelompok minoritas dan mayoritas, yaitu bahwa ada usaha-usaha kelompok tertentu untuk mencegah pendirian tempat ibadah melalui penolakan atas nama penduduk setempat atau usaha pencegahan kuota 60 orang pendukung tidak terpenuhi.<ref name=benyamin/>
====Terorisme
{{lihat|Terorisme di Indonesia}}
Munculnya gerakan [[terorisme di Indonesia]] semenjak awal periode Reformasi, seperti kasus bom Mataram dan Poso serta [[bom malam Natal 2000]], [[Bom Bali 2002]], [[Bom Bali 2005]], [[Bom McDonald's Makassar 2002]], [[Bom Palu 2005]], [[Bom Solo 2011]], bom Vihara Ekayana di Jakarta (2013), dan sebagainya dikaitkan dengan [[Jamaah Islamiyah]]<ref>{{cite web|url=http://nasional.news.viva.co.id/news/read/218858-ba-asyir-provokasi-anggota-nii-untuk-keluar|authors=Eko Huda S, Suryanta Bakti Susila|title=Beda NII dan Jamaah Islamiyah|year=|location=|publisher=Viva|date=6-5-2011|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite news|url=http://www.tribunnews.com/nasional/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaah-islamiah|authors=Prawira Maulana|title=Mengintip Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiah|publisher=TribunNews|date=24-9-2010|accessdate=9-8-2016}}</ref> dan ormas-ormas Islam lain seperti [[Jamaah Ansharut Tauhid]] (JAT).<ref>{{cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/news/2012/09/08/078428223/jat-kekerasan-atas-nama-syariat-islam-halal|authors=Indra Wijaya|title=JAT: Kekerasan Atas Nama Syariat Islam, Halal|publisher=Tempo|date=8-9-2012|accessdate=9-8-2016}}</ref> Meskipun banyak pihak yang menolak kaitan antara Islam dan terorisme,<ref>{{cite news|url=http://news.okezone.com/read/2016/05/09/337/1383776/teroris-bukan-islam-islam-bukan-teroris|authors=Regina Fiardini|title="Teroris Bukan Islam, Islam Bukan Teroris!"|publisher=Okezone|date=9-5-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref> atau mencoba memberikan bukti terorisme yang dilakukan non-muslim,<ref>{{cite web|url=http://www.wajibbaca.com/2015/08/bukti-bahwa-muslim-bukanlah-teroris-ini.html|authors=|title=Bukti Bahwa Muslim Bukanlah Teroris, Ini Faktanya|year=|location=|publisher=Wajib Baca|date=|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.lampuislam.org/2013/08/bukti-bahwa-terorisme-sebagian-besar.html|authors=|title=Bukti Bahwa Terorisme Sebagian Besar Dilakukan Non-Muslim|year=|location=|publisher=Lampu Islam|date=|accessdate=9-8-2016}}</ref> hal tersebut tidak mencegah timbulnya [[Islamofobia]] di Indonesia.<ref>{{cite news|url=http://www.satuharapan.com/read-detail/read/cendekiawan-muslim-kritisi-amien-rais-tentang-islamofobia-di-ri|authors=Eben Ezer Siadari|title=Cendekiawan Muslim Kritisi Amien Rais tentang Islamofobia di RI|publisher=Satu Harapan|date=22-6-2015|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite news|url=http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/05/01/nnmsbg-islamophobia-bisa-muncul-di-indonesia|authors=Julkifli Marbun|title=Islamophobia Bisa Muncul di Indonesia|publisher=Republika|date=1-5-2015|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.kiblat.net/2015/12/26/jika-islam-agama-damai-mengapa-teroris-banyak-yang-muslim/|authors=|title=Jika Islam Agama Damai, Mengapa Teroris Banyak yang Muslim?|year=2016|location=|publisher=Kiblat|date=|accessdate=9-8-2016}}</ref> Misalnya di Bali, munculnya sentimen terhadap Islam paska Bom Bali menyebabkan terjadinya pengawasan ketat terhadap pendatang, penolakan [[RUU APP]], penolakan pembangunan mushola dan masjid, penolakan pendirian bank syariah, sertifikasi halal, dan penolakan pemakaian jilbab.<ref name=hmi>{{cite web|url=http://hminews.com/2014/08/opini/memahami-pelarangan-jilbab-di-bali/|authors=Fathurrahman|title=Memahami Pelarangan Jilbab di Bali|year=|location=|publisher=HMI News|date=18-8-2014|accessdate=9-8-2016}}</ref>
Menurut Prof. Didin Hafidhuddin, radikalisme dianggap sebagai pangkal dari terorisme meski tidak semua radikalis merupakan teroris. Ia menyatakan bahwa radikalisme diduga memiliki dua ciri, yaitu mudah memberikan cap kafir kepada kelompok lain dan memahami jihad secara sempit dalam arti perang semata.<ref name=didin>{{cite news|url=http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/16/01/24/o1gijr1-isu-terorisme-dan-dakwah-islam|authors=Didin Hafidhuddin|title=Isu Terorisme dan Dakwah Islam|publisher=Republika|date=24-1-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref> Hal ini senada dengan pernyataan mantan petinggi Jamaah Islamiah (JI) Abdul Rahman Ayub untuk berhati-hati membaca situs internet karena banyak yang berisi doktrin salah kaprah dan mudah mengafirkan seseorang. Menurutnya, jaringan para teroris saat ini melakukan perekrutan anggota melalui dunia maya.<ref>{{cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/29/063714064/eks-petinggi-ji-waspada-isi-internet-yang-mudah-mengkafirkan|authors=Muh. Syaifulah|title=Eks Petinggi JI: Waspada Isi Internet yang Mudah Mengkafirkan|publisher=Tempo|date=29-10-2015|accessdate=9-8-2016}}</ref> Namun, lanjut Prof. Didin Hafidhuddin, penggunaan istilah "terorisme berbasis agama" adalah kurang tepat karena dapat menimbulkan kesan pembenaran bahwa radikalisme yang merupakan akar terorisme diajarkan dalam agama.<ref name=didin/> Bahkan petinggi agama Katolik, [[Paus Fransiskus]], dan agama Buddha, [[Dalai Lama]], menolak pelabelan Islam sebagai teroris.<ref>{{cite news|url=http://news.detik.com/internasional/3265574/paus-fransiskus-tegaskan-islam-bukan-terorisme|authors=Novi Christiastuti|title=Paus Fransiskus Tegaskan Islam Bukan Terorisme|publisher=Detik|date=1-8-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite news|url=http://internasional.kompas.com/read/2016/06/14/09431841/dalai.lama.jangan.tuding.muslim.teroris.semua.agama.punya.orang.jahat|authors=Pascal S Bin Saju|title=Dalai Lama: Jangan Tuding Muslim Teroris, Semua Agama Punya Orang Jahat|publisher=Kompas|date=14-6-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref>
====
Semenjak kebebasan informasi selama Orde Reformasi, banyak tindakan dan sikap intoleran yang menyebabkan meruncingnya hubungan antar agama. Diantaranya adalah perdebatan haram atau tidaknya mengucapkan selamat Natal<ref>{{cite news|url=http://www.voaindonesia.com/a/larangan-ucapan-natal-dari-mui-picu-protes/1815700.html|authors= Juven Martua Sitompul|title=Larangan Ucapan Natal dari MUI Picu Protes|publisher=Merdeka|date=23-12-2013|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite web|url=https://muslim.or.id/11051-alasan-terlarangnya-mengucapkan-selamat-natal-bagi-muslim.html|authors=Wiwit Hadi Priyanto|title=Alasan Terlarangnya Mengucapkan Selamat Natal bagi Muslim|year=|location=|publisher=Muslim|date=12-12-2012|accessdate=9-8-2016}}</ref> dan masalah perayaan [[hari Valentine]] diantara kaum Muslim yang menyinggung umat Nasrani.<ref>{{cite web|url=https://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/merayakan-valentine-day-berarti-ikut-menuhankan-yesus.htm|authors=Magdalena|title=Merayakan Valentine Day, Berarti Ikut Menuhankan Yesus|year=|location=|publisher=EraMuslim|date=12-4-2015|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite news|url=https://m.tempo.co/read/news/2016/02/09/058743328/pemerintah-banda-aceh-haramkan-perayaan-hari-valentine|authors=Adi Warsidi|title=Pemerintah Banda Aceh Haramkan Perayaan Hari Valentine|publisher=Tempo|date=9-4-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref> Selain itu, tindakan pihak-pihak tertentu dalam menyebarkan berita kebohongan mengenai agama Islam (dikenal dengan sebutan "''hoax Islami''")<ref>{{cite web|url=http://www.boombastis.com/berita-hoax/26784|authors=Norman Duarte|title=5 Berita Hoax tentang Islam yang Sering Dishare (Dan Banyak yang Percaya)|year=|location=|publisher=Bombastis|date=21-6-2015|accessdate=9-8-2016}}</ref> kerap kali menyebabkan terjadi [[cyberbullying]] terhadap masyarakat non-muslim.<ref>{{cite web|url=http://candrawiguna.com/kumpulan-foto-hoax-pembantaian-muslim-di-burma-myanmar/|authors=Candra Wiguna|title=Kumpulan Foto Hoax Pembantaian Muslim di Burma (Myanmar)|year=|location=|publisher=|date=24-5-2015|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite news|url=http://www.muslimedianews.com/2015/07/biksu-kena-kanker-dan-korban-kekerasan.html|authors=Faldi P.|title=Biksu Kena Kanker dan Korban Kekerasan Dijadikan Hoax Rohingya|publisher=Muslim Media News|date=14-7-2015|accessdate=9-8-2016}}</ref>
Pada tahun 2014 terjadi pelarangan penggunaan jilbab pada sekolah-sekolah di Bali<ref>{{cite news|url=http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/02/21/n1c9xr-komnas-ham-pelarangan-jilbab-terjadi-hampir-di-seluruh-bali|authors=Ahmad Baraas|title=Komnas HAM: Pelarangan Jilbab Terjadi Hampir di Seluruh Bali|publisher=Republika|date=21-2-2014|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite news|url=http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/08/24/nat1xz-ini-kronologis-pelarangan-pemakaian-jilbab-di-bali|authors=Erik Purnama Putra|title=Ini Kronologis Pelarangan Pemakaian Jilbab di Bali|publisher=Republika|date=|accessdate=9-8-2016}}</ref> yang dianggap sebagai suatu tantangan terhadap umat Islam.<ref>{{cite web|url=https://www.nahimunkar.com/umat-islam-ditantang-ada-larangan-jilbab-di-4-kabupatenkota-di-bali/|authors=|title=Umat Islam Ditantang! Ada Larangan Jilbab di 4 Kabupaten/Kota di Bali|year=|location=|publisher=Nahimunkar|date=12-1-2014|accessdate=9-8-2016}}</ref> Selain itu, terdapat juga penolakan terhadap instruksi pemakaian jilbab dan atribut muslim lain menjelang [[Ramadhan]] 2014 karena adanya anggapan upaya [[islamisasi]] dan sama halnya jika karyawan muslim yang disuruh mengenakan pakaian sinterklas.<ref name=hmi/> Pelarangan penggunaan pakaian Sinterklas oleh karyawan muslim sudah ramai semenjak tahun 2013 sebelumnya.<ref>{{cite web|url=http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/12/18/28203/karyawan-muslim-haram-kenakan-kostum-sinterklas/|authors=Badrul Tamam|title=Karyawan Muslim Haram Kenakan Kostum Sinterklas|year=|location=|publisher=Voa Islam|date=18-12-2013|accessdate=9-8-2016}}</ref> Pada tahun 2016, Mendagri [[Tjahjo Kumolo]] meminta pemerintah daerah Aceh mengoreksi perda mengenai kewajiban jilbab bagi wanita di Aceh karena berpotensi melanggar HAM.<ref>{{cite news|url=http://islamedia.id/perda-jilbab-aceh-melanggar-ham-harus-dicabut/|authors=|title=Mendagri : Perda Jilbab Aceh Melanggar HAM, Harus Dicabut|publisher=Islamedia|date=24-2-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref>
Penyerangan dan pemaksaan agama juga terjadi di [[Yogyakarta]] yang sebelumnya dikenal sebagai Kota Toleran menjadi Kota Intoleran,<ref>{{cite news|url=http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/03/23/o4i33e336-lbh-nilai-yogya-jadi-kota-intoleran|authors=Yulianingsih|title=LBH Nilai Yogya Jadi Kota Intoleran|publisher=Republika|date=23-3-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref> misalnya penyerangan umat Katolik di Sleman (2014 dan 2016),<ref>{{cite news|url=https://m.tempo.co/read/news/2014/05/30/078581172/umat-katolik-di-sleman-diserang-kelompok-bergamis|authors=Suryo Wibowo|title=Umat Katolik di Sleman Diserang Kelompok Bergamis|publisher=Tempo|date=30 Mei 2014|accessdate=9-8-2016}}</ref><ref>{{cite news|url=http://www.ngokezone.com/2016/05/umat-katolik-diserang-fpi-karena-doa.html|authors=|title=Umat Katolik Diserang FPI Karena Doa Rosario|publisher=Ngokezone|date=8-5-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref> serta penutupan Lembaga Rausyan Fikr (2014) akibat MUI Yogyakarta mengeluarkan fatwa sesat atas permintaan Front Jihad Islam (FJI),<ref>{{cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/news/2014/01/05/058542366/lembaga-kajian-syiah-tutup-gara-gara-surat-mui-yogya|authors=Adi Mawahibun Idhom|title=Lembaga Kajian Syiah Tutup Gara-gara Surat MUI Yogya|publisher=Tempo|date=5-1-2014|accessdate=9-8-2016}}</ref> Hal tersebut menyebabkan mahasiswa [[Institut Seni Indonesia Yogyakarta]] menolak gerakan khilafah di kampus mereka.<ref>{{cite news|url=http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160616_indonesia_isi_yogya_khilafah|authors=|title=Mahasiswa ISI Yogya menentang gerakan khilafah di kampus|publisher=BBC|date=17-6-2016|accessdate=9-8-2016}}</ref>
== Catatan ==
Baris 241 ⟶ 224:
{{reflist|2}}
|