Afridany adalah seorang penulis dan penikmat sastra, Afridany dilahirkan di sebuah desa terpencil yang jauh dari tatanan kota. Karya-karya banyak dimuat di media online dan media cerak, bukunya puisinya yang pertama berjudul Lantunan Taubat, dan novelnya yang sudah terbit berjudul Jihar. Afridany anak pertama dari orang tuanya yang bekerja sebagai petani, Ayahnya bernama Ramli dan Ibunya Aisnyah Desa itu bernama Bungie Liliep pada tgl 2 April 1987.
Hai Sjedara lon Kenalkan nama saya Afridany.
Saya dilahirkan di sebuah desa yang jauh dari tatanan kota. Desa itutempat bernamadia Bungie Liliep pada tagl 2 April 1987.dilahirkan Terletakterletak diantara hamparan sawah yang terbentang luas. Bungie tercatat sebagai sebuah kemukiman dalam wilayah kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh daerah paling barat kepulaan Indonesia. '''Bungie''' juga terkenal dengan penduduknya yang keras. Seperti pada umumnya petani-petani lain. Selain para pedagang, ada juga yang bekerja di pabrik-pabrik padi. Penduduk Bungie juga suka peternakan.[https://www.google.co.id/search?q=Bungie&oq=bu&aqs=chrome.0.69i59j69i60l2j69i59l2j69i60.1104j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8]
Afridany menamatkan sekolah dasar di SD Neg Bungie. Dia mulai menekuni dunia literasi semenjak tahun 2013, dari menulis puisi, esai, dan narasi. Sehingga minatnya menulis cerpen dan novel menjadi bagian yang tak terlepaskan dari hidupnya
Dahulu pada Tahun 1990 rumah-rumah panggung berjejer sepanjang jalan lintas menuju pasar Beureunun sampai Lampoih saka. Meskipun secara geografis rayon wilayah Kecamatan Simpang Tiga, anak-anak Bungie banyak yang sekolah ke Lampoih saka, alasan tersebut diperkuat jarak tempuh yang dekat jika dibandingkan dengan garis kecamatan. Seiring perkembangan kemajuan dan tatanan pembangunan yang semakin meningkat Bungie lebih indah dari semula. Sebagai catatan di Tahun 2017, infrasturtur sudah tertata rapi daripada sebelumnya. Kini, Bungie disebut sebagai Kota Kecil City '''(BKKC)'''. Singkatnya selama periode baru Bungie sudah lebih bagus dari sebelumnya. Jalan aspal, toilet umu, dan lapangan olahraga pun termasuk dalam perubahan besar.
.
Di usia yang masih terbilang kecil. Kami bersekolah di Sekolah Dasar Negeri Bungie. Saat itu belum ada sekolah Taman Kanak-Kanak. Alasan pembaharuan setelah konflik berkecamuk. (Baca Konflik Aceh) dan bisa dikatakan kami adalah generasi yang hidup dalam konflik panjang. Perang yang meletus telah membentuk karakter dan jiwa yang berbeda. Maklum mereka lebih mencintai perang daripada mencintai kami. Sepanjang sejarah itulah kami melewati masa-masa indah enam tahun di sekolah tua kami yang sempat terbakar.
Tahun 1997 kira-kira saat itu aku menasbihkan diri disebuah pondok pesantren. Ayah menerapkanku untuk memiliki ilmu agama. Berjalan beberapa tahun kemudian sambil mondok dan sekolah di Mtsn Beureunun. Keadaan Bungie masih serupa, belum ada perubahan sampai saya menamat sekolah SMA Negeri 1 Peukan Baro selama tiga tahun kemudian.
Tahun pertama saya menjadi kuliah di LP3KI Banda Aceh Tsunami melanda. Kampus menjadi puing-puing. Bukan sebuah kenangan namun begitulah sepanjang kehidupan saya memutar balik keadaan melawan arus kehidupan yang menerpa Bungie. Tidak hanya sejarah pelik namun sisi lain yang indah lebih banyak. Seperti kami bermain layang-layang, mandi di sungai, dan menangkap burung pipit di sawah. Namun potret kehidupan negeri yang dilanda perang, mustahil masa mengikuti kesenangan dan kegembiraan, yang banyak adalah terlepas dari semua ikatan cinta dan kebahagiaan.
Sekarang, selain bekerja sebagai karyawan swasta. Saya lebih suka memilih hidup dengan menulis, menikmati keindahan laut dan pegunungan yang indah. Menulis cerita-cerita di sekeliling kehidupan saya, baik dalam bentuk puisi, cerpen maupun novel. Semua itu bertujuan supaya teman-teman se---desa saya dapat mendiskripsikan kembali sejarah dalam relung-relung kehidupannya di desa kami. BUNGIE. Bahkan tidak hanya itu, banyak sekali kisah maupun tulisan saya melukiskan tentang kehidupan masyarakat Bungie. Semoga.
|