Sejarah Dinasti Han: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan pranala dalam |
|||
(4 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Han Civilisation.png|jmpl|300px|[[Dinasti Han]] pada tahun 2 Masehi (coklat), dengan garnisun-garnisun militer (titik kuning), negara-negara dependen (titik hijau), dan negara-negara pembayar upeti (titik jingga) hingga [[Cekungan Tarim]] di bagian [[Kawasan Barat|barat]] [[Asia Tengah]]]]
{{chinesetext}}
'''Sejarah Dinasti Han''' (206 SM – 220 M) dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu [[Han Barat]] (206 SM – 9 M) dan Han Timur (25–220 M). Penyebutan ini didasarkan pada letak ibu kota di kedua periode tersebut, yaitu [[Chang'an]] pada periode Han Barat dan [[Luoyang]] pada periode [[Han Timur]]. Ibu kota ketiga dan terakhir Dinasti Han adalah [[Xuchang]]. Pusat pemerintahan dipindah ke kota tersebut pada tahun 196 Masehi di tengah gejolak politik dan [[perang saudara]]. Periode Han Barat dan Timur diselangi oleh [[Dinasti Xin]] (9–23 M) yang dibentuk oleh [[Wang Mang]].
[[Dinasti Han]] merupakan dinasti kekaisaran Tiongkok yang kedua. Dinasti ini didirikan oleh seorang pemimpin pemberontakan petani yang bernama [[Kaisar Gaozu dari Han|Liu Bang]] (secara anumerta dikenal dengan sebutan [[Kaisar Gaozu dari Han|Kaisar Gaozu]]).{{efn|Dari [[Dinasti Shang]] hingga [[Dinasti Sui|Sui]], para penguasa Tiongkok disebut dalam catatan-catatan yang dibuat setelah masa kekuasaan mereka dengan [[nama anumerta]], sementara kaisar-kaisar [[Dinasti Tang]] sampai [[dinasti Yuan|Yuan]] disebut dengan [[nama kuil]] mereka, dan kaisar-kaisar [[dinasti Ming|Ming]] dan [[dinasti Qing|Qing]] disebut dengan [[nama era Tiongkok|nama era]] pemerintahan mereka. Lihat {{harvnb|Wilkinson|1998|pp=106–107}}.}} Dinasti Han menggantikan [[dinasti Qin|Qin]] (221–206 SM), yang sebelumnya telah mengalahkan dan menyatukan [[Periode Negara Perang|Negara-negara Perang]] di [[Tiongkok]]. Pada masa Han, Tiongkok mengalami [[masyarakat dan budaya dinasti Han|konsolidasi kebudayaan]], [[pemerintahan dinasti Han|uji coba politik]], [[ekonomi dinasti Han|kesejahteraan ekonomi]], dan [[ilmu pengetahuan dan teknologi dinasti Han|kemajuan teknologi]]. Wilayah Tiongkok juga meluas ke tempat yang belum pernah dijangkau oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, dan hal ini dimulai dari konflik dengan suku-suku asing, terutama suku nomaden [[Xiongnu]] dari [[Stepa Eurasia]]. Kaisar Han awalnya terpaksa mengakui para [[Chanyu]] (penguasa) Xiongnu sebagai penguasa yang setara, walaupun kenyataannya Han membayar upeti kepada mereka dan juga telah menikahkan putri Han dengan chanyu (hubungan pernikahan ini disebut ''[[heqin]]''). Hubungan ini berakhir setelah [[Kaisar Wu dari Han|Kaisar Wu]] (berkuasa 141–87 SM) [[Perang Han–Xiongnu|mengobarkan perang melawan Xiongnu]] yang akhirnya berhasil mengakibatkan perpecahan di pihak lawan dan memperluas batas wilayah Tiongkok. Jangkauan Han meluas hingga ke [[Koridor Hexi]] di Provinsi [[Gansu]], [[Cekungan Tarim]] di [[Xinjiang]], serta wilayah [[Yunnan]], [[Hainan]], [[Vietnam Utara]], [[Korea Utara]], dan [[Mongolia Luar]] bagian selatan. Pemerintah Han juga membina hubungan dagang dengan negara-negara lain dan menerima upeti dari mereka. Seorang utusan dari Han bahkan pernah dikirim hingga ke wilayah [[Kekaisaran Parthia]]. Sementara itu, [[Buddhisme|agama Buddha]] pertama kali masuk ke Tiongkok pada masa Han. Agama ini disebarkan oleh biksu dari [[Parthia]] dan [[Kekaisaran Kushan]].
Sedari awal kekuasaan kaisar di Han terancam oleh pemberontakan dari kerajaan-kerajaan yang ada di bawahnya. Pada akhirnya penguasa kerajaan-kerajaan ini digantikan oleh anggota keluarga [[Liu]] yang setia. Pada mulanya, bagian timur kekaisaran diperintah secara tidak langsung oleh kerajaan-kerajaan semiotonom semacam ini yang memberikan sebagian dari pendapatan pajaknya kepada kaisar. Sementara itu, kaisar berkuasa secara langsung di wilayah barat. Secara perlahan pemerintahan pusat mengurangi luas dan kekuatan kerajaan-kerajaan ini, hingga akhirnya program reformasi pada pertengahan abad ke-2 SM menghapuskan kekuasaan semiotonom dan mengisi istana raja-raja dengan pejabat-pejabat pemerintahan pusat. Namun, hal yang lebih berdampak terhadap keberlangsungan Dinasti Han adalah konflik perebutan kekuasaan antara keluarga maharani atau ibu suri dengan para [[kasim]] di istana. Pada tahun 92 M, para kasim untuk pertama kalinya ikut campur dalam menentukan penerus kaisar dan [[Musibah Pelarangan Dangren|memicu krisis politik]] yang berujung pada kejatuhan dan pembantaian para kasim di Luoyang pada tahun 189 M. Selain itu, [[Pemberontakan Serban Kuning]] juga meletus pada tahun 184 M, dan para panglima perang yang membantu pemerintah pusat selama konflik ini menjadi sangat kuat di daerahnya masing-masing. Akhirnya, pada tahun 220 M, [[Cao Pi]] (putra Kanselir [[Cao Cao]]) memaksa [[Kaisar Xian dari Han|Kaisar Xian]] untuk turun takhta. Menurutnya, sang kaisar sudah tidak lagi mendapatkan [[Mandat Surgawi]]. Setelah itu Tiongkok pun terpecah menjadi tiga negara: [[Cao Wei]], [[Shu Han]], dan [[Dong Wu]]. Ketiga negara ini akhirnya disatukan oleh [[Dinasti Jin (265–420)|Dinasti Jin]] (265–420 M).
Baris 42:
Pemerintah Han takut diserang Xiongnu dan juga merasa khawatir bahwa senjata-senjata besi buatan Han akan jatuh ke tangan Xiongnu. Oleh sebab itu, Kaisar Gaozu memberlakukan embargo perdagangan terhadap Xiongnu. Untuk mengganti rugi para pedagang di Kerajaan Dai dan Yan di utara, ia mengangkat mereka sebagai pejabat pemerintahan dengan upah yang tinggi.{{sfn|Torday|1997|pp=75–77}} Namun, Modu Chanyu dibuat murka oleh embargo ini, sehingga ia merencanakan serangan ke wilayah Han. Xiongnu lalu menyerang [[Taiyuan]] pada tahun 200 SM dan dibantu oleh [[Raja Xin dari Hán]] yang membelot.{{efn|韓/韩, tidak sama dengan Dinasti Hàn 漢 ataupun panglima [[Han Xin]].}} Kaisar Gaozu memimpin pasukannya secara langsung melewati dataran bersalju menuju Pingcheng (dekat [[Datong]], [[Shanxi]], pada masa modern).{{sfn|Di Cosmo|2002|pp=190–192}}{{sfn|Torday|1997|pp=75–76}} Dalam [[Pertempuran Baideng]], pasukan Gaozu dikepung selama tujuh hari. Akibat menipisnya persediaan, ia terpaksa mundur.{{sfn|Di Cosmo|2002|p=192}}{{sfn|Torday|1997|pp=75–76}}
Setelah itu, penasihat istana Liu Jing (劉敬, awalnya bernama Lou Jing [婁敬]) menasihati Gaozu untuk berdamai dan membentuk persekutuan pernikahan dengan Chanyu Xiongnu yang disebut perjanjian ''[[heqin]]''.{{sfn|Di Cosmo|2002|pp=192–193}}{{sfn|Yü||1967|pp=9–10}}{{sfn|Morton & Lewis|2005|p=52}} Dengan ditetapkannya ''heqin'' pada tahun 198 SM, pemerintah Han harus membayar upeti berupa [[sutra]], minuman anggur, makanan, atau barang mewah lainnya, dan Gaozu rencananya akan menikahkan putri semata wayangnya dengan chanyu. Namun, melalui perjanjian ini, pemerintah Han sebenarnya bermaksud mengubah gaya hidup nomaden Xiongnu dengan barang-barang mewah dan juga menghasilkan keturunan setengah Tionghoa di keluarga Modu yang kemudian akan berada pada posisi tunduk kepada Tiongkok.{{sfn|Di Cosmo|2002|p=193}}{{sfn|Morton & Lewis|2005|p=52}} Jumlah upeti tahunan yang dijanjikan Gaozu kepada Xiongnu sendiri tidak diketahui. Namun, pada tahun 89 SM, Hulugu Chanyu (狐鹿姑, berkuasa 95–85 SM) meminta agar perjanjian ''heqin'' diperbaharui dengan pembayaran upeti yang dinaikkan menjadi 400.000
Walaupun perjanjian ini mengakui ''huangdi'' dan chanyu sebagai dua pihak yang berkedudukan setara, kenyataannya Han menjadi pihak yang berkedudukan lebih rendah, karena mereka harus membayar upeti untuk memuaskan Xiongnu yang lebih kuat.{{sfn|Di Cosmo|2002|pp=193–195}} Walaupu Gaozu siap menikahkan putrinya dengan Modu Chanyu, akibat penolakan dari Maharani Lü, Kaisar Gaozu malah mengirim putri kerabatnya untuk dinikahkan. Akan tetapi, pemberian upeti dan pernikahan putri-putri Han dengan chanyu masih belum memuaskan Xiongnu, karena mereka sering menyerang batas utara Han dan melanggar perjanjian tahun 162 SM yang menetapkan [[Tembok Besar Tiongkok]] sebagai batas antara Han dan Xiongnu.{{sfn|Di Cosmo|2002|pp=195–196}}{{sfn|Torday|1997|p=77}}{{sfn|Yü|1967|pp=10–11}}
Baris 59:
Han pada masa Lü Zhi gagal menghentikan serangan Xiongnu ke ''[[Jun (subdivisi negara)|jun]]'' Longxi (di wilayah [[Gansu]] modern). Akibat serangan tersebut, 2.000 orang Han ditawan. Pada saat yang sama, Han juga memicu konflik dengan Raja Nanyue [[Zhao Tuo]] karena telah melarang ekspor besi dan barang-barang dagang lainnya. Zhao Tuo menyatakan dirinya sebagai Kaisar Wu dari Nanyue (南越武帝) pada tahun 183 SM, dan ia kemudian menyerang Kerajaan Changsha pada tahun 181 SM.{{sfn|Loewe|1986|p=136}}
Setelah kematian Lü Zhi pada tahun 180 SM, klan Lü dituduh hendak menjatuhkan keluarga Liu.{{sfn|Torday|1997|p=78}} [[Kerajaan Qi (Dinasti Han)|Raja Qi]] [[Liu Xiang, Pangeran Qi|Liu Xiang]] (cucu Kaisar Gaozu) lalu bangkit melawan keluarga Lü.{{sfn|Loewe|1986|p=136}} Pada akhirnya pertempuran tidak pernah terjadi di antara pasukan pemerintah dengan Qi karena klan Lü dikudeta oleh pejabat-pejabat yang dipimpin oleh [[Chen Ping (Dinasti Han)|Chen Ping]] dan [[Zhou Bo]].{{sfn|Loewe|1986|p=136}}{{sfn|Torday|1997|p=78}}{{sfn|Morton|Lewis|2005|p=51-52}} Walaupun Liu Xiang berani menentang klan Lü, ia tidak diangkat menjadi kaisar karena ia telah mengerahkan pasukan tanpa seizin pemerintah pusat dan karena keluarga ibunya juga memiliki ambisi seperti klan Lü. [[Ibusuri Bo|Selir Bo]]
== Keterangan ==
|