Estetika agama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3
 
(6 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Aesthetica.png|al=|jmpl|280x280px|Buku berjudul ''Aesthetica'' yang ditulis oleh Alexander Gottlieb Baumgarten.]]
'''Estetika agama''' adalah salahkonsep satu[[filsafat]] penandayang dalamdikemukakan oleh Fahruddin Faiz (dosen [[filsafatUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta|Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga]]). SelainKonsep tersebut dapat dilihat dalam buku berjudul ''Filsafat dan Cinta yang Menggebu'' yang ditulis oleh Darwin tahun 2015. Menurut Fahruddin, [[etika]], dan estetika juga terlingkup keterkandung dalam [[aksiologi]]. Kehidupan manusia sendiri tidak dapat dilepaskan dari estetika, bahkan bidang yang berkutat kepada [[keindahan]] ini dianggap sebagai puncak dari [[agama]]. Agama menjadi sempurna jika estetika termaktubterkandung di dalamnya. Tujuan agama adalah etika, sedangkan tujuan etika adalah rasa nyaman dan aman. RasaDomain rasa di sini domainnya adalah estetika. Dengan kata lain, penilaian indah atau tidaknya sesuatu itu pasti akan terus ada dalam diri manusia karena potensi yang dimiliki manusia itu sendiri, baik [[indra]], [[akal]], dan [[hati nurani]]. Estetika dalam ranah filsafat memunculkan beberapa tokoh, yaitu [[Immanuel Kant]], [[David Hume]], [[Auguste Comte]]. Adapun buku pertama yang menjelaskan mengenai estetika adalah karya [[Alexander Gottlieb Baumgarten]] berjudul ''Aesthetica'' yang ditulis pada [[1750]].
 
== Filsafat seni ==
<!--
 
{{cquote|''Puja dan puji bagi Allah sendiri. Penyempurna segala alam perwujudan/penuh kasih, penuh ampunan/raja hari keputusan/hanya kepada-Mu kami semua sembah menghadap/hanya kepada-Mu kami semua palingkan harap/bimbinglah kami ke lebuh lempang/menjejaki siapa telah Kau beri hati/bukan yang Kau dera dengan kemurkaan/bukan yang hilang jalan''
––––– [[Surah Al-Fatihah]] yang dipuiskan oleh [[Mohammad Diponegoro]] dalam ''Ulumul Qur’an No. 1, VII, 1996''|}}
-->
 
Estetika dalam ranah filsafat memunculkan beberapa tokoh, yaitu [[Immanuel Kant]], [[David Hume]], [[Auguste Comte]]. Adapun buku pertama yang menjelaskan mengenai estetika adalah karya [[Alexander Gottlieb Baumgarten]] berjudul ''Aesthetica'' yang ditulis pada [[1750]]. Estetika sering disebut juga dengan [[filsafat seni]]. [[Seni]] sendiri adalah hasil oleh rasa seorang [[seniman]]. Logika modern memilah seni dengan reduktif. Seni dikerucutkan menjadi [[seni rupa]] ([[seni lukis]] dan [[seni pahat]]), [[seni pertunjukan]] ([[Musik|seni musik]] dan [[seni film]]), [[Tari|seni tari]], dan [[Sastra|seni sastra]]. Tentu banyak varian lain dari seni, seperti yang dapat dijumpai di daerah-daerah seluruh [[Nusantara]]. Seni di pelosok negeri sangat beragam, misalnya [[Anyaman|seni anyam]] yang ditemukan bisa berasal dari [[pandan]], [[rotan]], [[pohon teratai]], dan lainnya.{{sfnp|Darwin|2015||p=31|ps=}}
 
[[Berkas:Lucio Salvatore, Lineage (2008-2019).jpg|al=|jmpl|280x280px|Esetetika.]]
Saat ini, para penikmat seni terhibur dengan hasil olah sastra [[Pramoedya Ananta Toer]], [[Sapardi Djoko Damono]], [[Dewi Lestari]], atau [[Tere Liye (penulis)|Tere Liye]]., Adapunsedangkan dalam seni lukis disuguhkan karya [[Affandi]], [[S. Sudjojono]], ataudan [[Djoko Pekik]]. Begitu juga dengan keseharian seseorang dari pagi hingga menjelang tidur, tidak dapat terlepas dari musik. Seni juga tidak bisa dilepaskan dari keindahan.{{sfnp|Sujarwa|2001||p=54–55|ps=}} Aristoteles mengatakan keindahan adalah sesuatu yang baik dan menyenangkan, sedangkan [[Sofis|Kaum Sofis]] mengatakan keindahan adalah apa pun yang membuat senang. Sementara itu, [[Georg Wilhelm Friedrich Hegel]] menyatakan keindahan adalah identitas yang sempurna dari yang ideal dan nyata.{{sfnp|Darwin|2015||p=32|ps=}}
 
Paramater keindahan meliputi ''unity'' (kesatuan atau keutuhan), ''harmony'' (keselarasan), ''symmetry'' (terpadu), ''balance'' (seimbang), dan ''contrast'' (berbeda, tetapi saling mendukung).{{sfnp|Sujarwa|2001||p=53–55|ps=}} Selain parameter, ada pula nilai dari sebuah keindahan, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Nilai intrinsik adalah nilai yang ada dalam bendanya, sedangkan nilai ekstrinsik ada dalam aspek luarnya, misalnya seseorang menyukai sebuah buku karena berkaitan dengan seseorang pada masa lalunya. Nilai keindahan yang lain juga disebut dengan nilai intelektual. Nilai ini berkaitan dengan teori objek yang diserap, misalnya sebuah patung dikatakan indah karena berkaitan dengan ulasan di buku tentang patung tersebut. Selain itu, ada juga nilai katarsis yang berkaitan dengan psikis seseorang dan nilai ekspresi yang berkaitan dengan kepuasan pembuat karya.{{sfnp|Darwin|2015||p=32–33|ps=}}
Baris 35:
Terkait implikasi estetika, ia disebut juga ''tahsiny.'' Implikasi ini adalah sebagai komplementer atau pelengkap. Dalam Islam, seperti dikatakan dosen yang mukim di Yogyakarta ini, disebut ''ihsan''. Contohnya kata dosen humoris ini, ketika kita salat, salat bagi laki-laki sah asal menutup aurat dari lutut hingga pusar, walaupun tidak memakai baju. Tapi hal ini tentu saja tidaklah estetis. Ia menjadi indah jika disempurnakan dengan baju atau jubah. Di sini letak ihsan tersebut.
 
Tokoh lain yang membincangkan estetika seni (Islam) adalah intelektual dari Iran Syyid Husein Nasr (1933). Ia adalah pemikir yang membagi atau mengklasifikasikan seni dalam Islam. Nasr membagi seni Islam menjadi: seni suci. Lawannya adalah seni profan, di seberang lain ada juga seni tradisional, anti-tesisnya adalah anti-tradisional. Dan ketiga adalah seni relijius. Menurut penjelasan Fahuruddin, seni suci adalah seni nan sakral yang itu berhubungan dengan agama. Lawannya adalah seni profan. Seni yang tidak berkaitan dengan agama sama sekali. Sementara seni tradisonal adalah seni yang hakikatnya profan, tetapi mengispirasi penikmatnya untuk menghayati Sang Pencipta. Contoh: pedang yang dibuat pada abad pertengahan dalam agama Kristen dan Islam tidak pernah digunakan untuk ritual-riotual keagamaan. Sementara pedang Shinto di kuil I Se Jepang dijadikan media ritual dalam agama Shinto. Pedang Islam atau Kristen inilah yang disebut seni tradisional, sementara pedang Shinto itu adalah seni suci/sakral. Adapun seni relijius adalah seni yang obyekobjek atau fungsinya bertemu keagamaan, tetapi bentuk dan cara pelaksanaannya tidak bersifat tradisional. Contohnya adalah lukisan-lukisan relijius abad pertengahan.
 
Filsuf yang tak ketinggalan bicara estetika adalah ahli hikmah yang juga sufi terbesar Islam, Al-Ghazali (1058-1111). Ia membagi keindahannya, seperti dijelaskan Fahruddin, ke dalam hierarki atau tingkatan. Yang pertama adalah level keindahan indrawi. Sifatnya luar atau fisik semata. Kemudian ada level emotif. Level yang berhubungan dengan emosi, atau imajinasi. Ia berkait dengan rasa yang ada dalam diri manusia.
Baris 64:
== Pranala luar ==
{{commons category|Aesthetics}}
* [https://philosophy.fib.ui.ac.id/mata-kuliah/estetika Estetika di Situs Departemen Filsafat Universitas Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210710092749/https://philosophy.fib.ui.ac.id/mata-kuliah/estetika |date=2021-07-10 }}
* [https://www.martinsuryajaya.com/estetika Estetika di Situs Martin Suryajaya]
* [https://www.iaid.ac.id/post/read/287/pembacaan-atas-pandangan-jauss-dan-adorno-tentang-estetika-negatif-.html Pembacaan Atas Pandangan Jauss dan Adorno tentang Estetika Negatif]