Moewardi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(18 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
{{wikify}}
{{Infobox officeholder
|honorific-prefix =
Baris 7 ⟶ 9:
|caption =
|birth_date = {{birth date|1907|1|30}}
|birth_place = {{negara|Belanda}} Randukuning, [[Pati Lor,Kabupaten Pati|Pati]], Pati[[Keresidenan Semarang]], [[JawaHindia TengahBelanda]]
|death_date = {{death date and age|1948|10|13|1907|1|30}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Kota Surakarta|Surakarta]], [[Jawa Tengah]], Indonesia
|awards =
|party =
|father = Mas Sastrowardojo<ref name=BIOM/>
|mother = Roepeni<ref name=BIOM/>
|spouse = {{marriage|Suprapti|1932|1935|end=divd}}<br>{{marriage|Susilowati|1939|1948|end=div}}<ref name=BIOM>{{cite web|url=https://tokoh.id/tokoh/pahlawan/dr-moewardi/|title=Dr. Moewardi [Dokter Pembela NKRI]|date=10 Februari 2016|access-date=6 Januari 2022|website=tokoh.id|first=Tokoh|last=Indonesia}}</ref>
|children = Sri Sejati,<br>Adi Sudarsoyo,<br>Ataswarin Kamarijah,<br>Kusumarita,<br>Cipto Juwono,<br>Banteng Witjaksono,<br>Happy Anandarin Wahyuningsih7<ref name=BIOM/>
|residence =
|alma_mater =
Baris 21 ⟶ 23:
}}
 
Dr[[Dokter|dr.]] '''Moewardi''' ({{lahirmati|Randukuning, Pati Lor, [[Pati Lor,Kabupaten Pati, |Pati]], [[JawaKeresidenan TengahSemarang]]|30|1|1907|[[Surakarta]], [[Jawa Tengah]]|13|10|1948}}) adalah seorang [[Pahlawanpahlawan Nasionalnasional Indonesia|pahlawan]]. nasionalNamanya pernah diabadikan menjadi sebuah rumah sakit di [[Surakarta]], yaitu [[IndonesiaRumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi]].
 
== Riwayat Hidup ==
Moewardi adalah seorang [[dokter]] lulusan [[STOVIA]]. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan Spesialisasi Telinga Hidung Tenggorokan ([[THT]]). Selain itu ia adalah ketua [[Barisan Pelopor]] tahun 1945 di [[Kota Surakarta|Surakarta]], dan terlibat dalam peristiwa [[proklamasi]] [[17 Agustus]] [[1945]]. Dalam acara tersebut, ia juga turut memberikan sambutan setelah [[Suwiryo|Soewirjo]], wakil wali kota [[Jakarta]] saat itu.
 
Di [[SoloSurakarta]], dr. Muwardi mendirikan sekolah kedokteran dan membentuk gerakan rakyat untuk melawan aksi-aksi [[PKI]]. Pada [[peristiwa Madiun]], dia adalah salah satu tokoh yang dikabarkan hilang dan diduga dibunuh oleh pemberontak selain Gubernur [[Soeryo]].
 
13 September 1930 adalah hari yang patut dikenang karena di daerah [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]] ada seorang lelaki bernama Muwardi, yang terkenal sebagai Dokter Muwardi atau biasa disebut Dokter Gembel. Karena dokter itu senang bergaul dengan gembel daripada golongan atas. Golongan masyarakat yang kebanyakan sangat miskin sekaligus orang-orang yang sangat membutuhkan pertolongan. Pernah karena diminta pertolongan untuk mengobati seorang gembel yang tinggal jauh dalam kampung dengan gang becek dan berlumpur yang hanya kering saat hujan reda.Meskipun hanya gembel, namun gembel tersebut adalah orang yang mempunyai rasa perikemanusiaan yang luhur.
 
Dia memandangi pakaian Muwardi yang masih bersih tak bernoda sedikit pun, “baru ganti itu !”, pikirnya. Sayang kalau ia harus jalan di lumpur. Air kotor dan lumpurnya tentu akan segera melekat pada sepatu dan celananya. “Tidak !, jangan ! Pak dokter harus tetap bersih, agar dapat segera mengunjungi orang sakit lainnya,” Akhirnya mau tidak mau, Muwardi digendong oleh si gembel. Sehingga Muwardi digendong di punggung si gembel dari jalan besar hingga ke rumah si sakit.
 
== Kepanduan ==
Demikian pula pulangnya kembali ke mobil. Begitulah kecintaan rakyat gembel kepadanya. Setiap kalender menunjuk tanggal 13 September, itu adalah tanggal yang patut dikenang oleh seluruh masyarakat Indonesia, sebab pada tanggal 13 September 1930 oleh prakarsa seorang pemuda Muwardi lahirlah kepanduan baru di Jakarta, sebagai penjelmaan dari bersatunya tiga organisasi kepanduan di Indonesia yaitu Pandu Kebangsaan, Pandu Pemuda Sumatra dan Indonesische Nationaal Padvinders Organisatie.
 
Organisai kepanduan yang menjadi cikal bakal [[Pramuka]] itu bernama: [[Kepanduan Bangsa Indonesia]]. Delapan belas tahun sesudahnya tepat pada tanggal yang sama yaitu pada tanggal 13 September 1948. Dokter Muwardi berangkat ke rumah sakit Jebres dengan menggunakan kendaraan andong untuk melakukan operasi terhadap seorang pasien, seorang anak yang menderita sakit parah. Walaupun dilarang oleh anggota staf Barisan Banteng, Dokter Muwardi tetap berangkat. “Wis Yo Jeng!” (sudah ya Dik !). “Dag Pap !”, jawab istrinya, Soesilowati. Baru sampai di pintu depan ia kembali karena ada sesuatu yang ketinggalan, lalu berangkat lagi sambil berpamitan sekali lagi Wis yo Jeng !”. Istrinya heran dan sambil tertawa menjawab “Ah Pap, kok seperti penganten baru !”.
 
Soesilowati tentu tidak akan mengira bahwa kata-kata pamitan Muwardi yang dirasa lucu tersebut merupakan kata-kata terakhir dari suami tercinta. Sebab setelah itu, dokter yang penuh dedikasi itu tidak pulang lagi selama-lamanya, hilang tak tentu di mana. Sekarang orang, pengikut dan kawan seperjuangan Muwardi di seluruh Indonesia dalam berbagai organisasi organisasi dan partai.
 
Hampir seluruhnya sudah meninggal. Namun, jika kepada mereka ditanya pendapat mereka tentang Muwardi, semua tentu akan menyatakan bahwa Dr. Muwardi adalah salah seorang pemimpin Indonesia yang telah hidup sederhana, berjuang secara konsekuen dan mati menyedihkan untuk rakyatnya !. Rasa kemanusiaan Muwardi yang besar pada masa itu kepada sesama patut menjadi cerminan dokter masa kini di Solo, agar tidak melakukan tindakan diskrimisasi terhadap manusia.
 
== Putera Seorang Guru dari Jakenan ==
Muwardi dilahirkan di Desa Randukuning, Pati, Jawa Tengah, Rebo Pahing 30 Januari 1907 jam 10.15 malam 15 Besar tahun Jawa 1836. Sebagai putera ke-7 dari Mas Sastrowardojo dan Roepeni, seorang mantri guru. Sebuah kedudukan yang sangat berwibawa pada zaman itu. Muwardi adalah ber-13-saudara, laki-laki dan perempuan. Dari keturunan Sastrowardojo yang hidup ada yang menjadi pegawai Pamong Praja, ada juga tetap menjadi wiraswasta saja. Diantaranya menjadi seorang analis kesehatan yaitu Supardi, Pemimpin Laboratorium Kesehatan Daerah Jogjakarta sekitar tahun 1940-1950 yang merupakan kakak dari Muwardi. Analis kesehatan yang lainnya adalah adik Muwardi yaitu Darsono.
 
Menurut silsilah, dari pihak ayah Muwardi masih keturunan langsung dari [[Syech Jangkung|"Panembahan Landhoh" Raden Saridin Sunan Landoh atau [[Syech Jangkung]] sedangkan dari pihak Ibu Muwardi masih keturunan [[Arya Damar|Ario Damar (Bupati Palembang)]]. Namun dari ke tiga belas bersaudara ini ada tiga yang meninggal saat masih kecil yaitu: Soenardi, Tarnadi dan Soedewi. Karena sebab itulah Muwardi lebih sering bermain dan dengan kedua kakaknya yaitu Soepadi dan Soenarto (Kepala DPU Jateng era 1970-an) seperti pada umumnya kakak beradik mereka bertiga ini sering sekali berbuat kenakalan dan berantem di antara mereka sendiri. Muwardi sangat beruntung lahir dari golongan ningrat sehingga tak heran, Muwardi dan kakak adiknya dapat menikmati berbagai fasilitas yang tidak semua masyarakat Indonesia pada saaat itu (bahkan hingga saat ini), salah satunya adalah pendidikan yang layak dan bermutu.
 
Pada tahun 1913 Bapak Sastrowardojo pindah ke Desa Jakenan untuk mengajar di Sekolah Rakyat Bumi Putera, karena kepintarannya Muwardi dipindahkan ke HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Kudus yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Sebagai seorang pendidik, Sastrowardojo ingin agar putra-putrinya menjadi orang yang lebih pandai dan memiliki kedudukan lebih tinggi daripada dirinya. Melihat kepandaian Muwardi dan rasa sayang jika anaknya sekolah terlalu jauh dari rumah Sastrowardojo memindahkan Moewardi ke Europesche Lagere School di Pati.
Baris 51 ⟶ 40:
Setamat dari ELS tahun 1921 ayahnya meminta Dr. Umar di Cilacap (Ayah angkat dari Mayjen [[Ernest Julius Magenda]], Direktur Intelejen ABRI era 1960-an) memberi rekomendasi agar Moewardi dapat masuk ke STOVIA (School Tot Opleiding Voor Inlandshe Aartsen) atau Sekolah Dokyang dapat mengantarkan seseorang untuk menikmati pendidikan namun diperlukan juga rekomendasi dari seseorang yang terpandang. Hampir 12 tahun waktu yang diperlukan oleh Muwardi untuk dapat mendapatkan ijazah dokternya, bukan karena bodoh.
 
Keaktifannya di dunia mahasiswa dan kepanduanlah yang menyebabkan Muwardi harus menunda-nunda kelulusannya. Meski dirasa berat dan membutuhkan waktu yang cukup lama (baru lulus 1 Desember 1933), namun seharusnya ijazah tersebut sudah dua tahun terdahulu (1931) diberikan kepada Muwardi. Kecerdasan Moewardi masih diingat oleh para gurunya di STOVIA. Seorang gurunya bahkan menawarkan jabatan sebagai Beroeps-Assistant atau Asisten ProffesorProfesor pada Geneeskundige Hoge School (Sekolah Tinggi Kedokteran bagian Hidung, Kerongkongan dan Telinga).
 
=== Sebagai dokter ===
Muwardi menjadi asisten dari Dr. Hendarmin hingga saat ia meninggalkan kota Jakarta. Muwardi akhirnya mendapat brevet yang mengakui keahliannya. Selama lima tahun Muwardi bekerja sebagai dokter swasta. Muwardi pernah tinggal di KebonsirihKebon Sirih, di mana istrinya yang pertama (Soeprapti) meninggal dunia. Dengan meninggalkan seorang puteri (Tjitjik) dan seorang putera (Adi) yang masih bayi. Muwardi juga pernah berdiam di Tanahabang, dekat jalan Kebayoran atau Palmerah.
 
Ditengah-tengah masyarakat gembel, yang menyebabkan dia mendapat julukan Dokter Gembel dari kawan-kawan seprofesi nya, julukan ini terdengar merendahkan namun sebenarnya menyiratkan kekaguman. Karena tak semua orang berani dan rela melakukannya, bukan ?!. Merintis kepanduan Indonesia Pada masa belajar di STOVIA, Muwardi, menunjukkan minat yang besar terhadap pergerakan pemuda. Ia masuk Jong Java dan giat dalam kegiatan kepanduan. Pada masa-masa awal belajar di STOVIA Muwardi pernah menjadi anggota Nederlansch Indiche Padvinder Vereneging (NIPV).
 
=== Kepanduan ===
Organisasi pandu yang dimulai oleh adanya cabang Nederlandse sPadvindersPadvinders Organisatie (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar tersendiri kemudian berganti nama menjadiNederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) pada tahun 1916. Keanggotaan NIPV terdiri dari anak-anak Belanda dan Bumi Putera. Dalam organisasi tersebut juga terdapat NIPC (Nederlands Indische Padvinders Club) organisasi kepanduan untuk usia anak-anak, tercatat Sri Sultan Hamengkubuwana IX pada saat kelas 3 Eerste Europese Lagere Schoolpernah bergabung dengan organisasi ini.
 
Muwardi adalah seorang pandu yang aktif dan disiplin. Karena kecakapannya, Muwardi sampai dipilih menjadi Assistant Troep atau Ploeg-leider atau Kepala Pasukan Pandu. Tingkat tersebut pada NIPV adalah tingkatan Pandu kelas I. Padahal tingkatan tersebut adalah tingkatan yang jarang dicapai oleh seorang pandu bumi putera yang bernaung di bawah panji-panji NIPV. Namun, Muwardi tak lama menjadi anggota NIPV, rasa nasionalisme lah yang membuat Muwardi memilih untuk pergi meninggalkan NIPV untuk selama-lamanya.
Baris 65 ⟶ 54:
Pada waktu dia hendak diangkat menjadi kepala pasukan kepanduan dia menolak mengucapkan sumpah setia terhadap Raja Belanda. Peristiwa keluar dari NIPV itu terjadi tahun 1925. Selain aktif di gerakan kepanduan Muwardi juga aktif dalam Jong Java, karena kecerdasannya dan kecintaanya pada dunia jurnalistik pada tahun 1922 Muwardi mendapat kepercayaan untuk memimpin Redaksi Majalah Jong-Java bersama adiknya, yaitu Sutojo. Kemudian tahun 1925 Muwardi dipercaya sebagai Ketua Jong-Java Cabang Jakarta. Dan terpilih sebagai salah satu utusan Jong Java pada Kongres Pemuda Nasional di Jakarta. Muwardi termasuk yang ikut mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
 
Karena sumpah itu maka Jong Java dalam kongresnya pada bulan Desember 1928 dapat menerima fusi atau peleburan dengan organisasi kepemudaan lainnya. Peleburan Jong Java bersama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda lain di Indonesia, seperti Jong Sumatra, [[Jong Ambon]], Jong Minahasa, Sekar Rukun (Sunda), Sangkoro Mudo (Jawa) menjadi Indonesia Muda (I.M) yang berdasarkan kebangsaan.
 
[[Jong Java]] mempunyai organisasi kepanduan yang bernama Jong Java Padvinderij (JJP), Muwardi adalah pemimpin dari JJP dan memimpin Redaksi Majalah Pandu, hingga akhirnya pada tahun 1925 Muwardi berinisiatif untuk mengubah nama Jong Java Padvinderij menjadi Pandu Kebangsaan. Yang sangat membuat kagum adalah inisiatif pribadi Muwardi untuk mengubah nama Padvinderij menjadi Kepanduan adalah jauh sebelum Bapak Haji Agus Salim menganjurkan pemakaian istilah “Pandu” dan “Kepanduan” untuk menggantikan kata “Padvinder” dan “Padvinderij”, sebab istilah tersebut dilarang oleh N.I.P.V. yang merasa sebagai organisasi resmi kepanduan pada masa itu. Pada tahun 1926
 
Muwardi menjabat sebagai Komisaris Besar, memimpin Kwartir Besar Kepanduan-kepanduan Jong Java Padvinderij. Didorong oleh semangat persatuan yang memuncak di kalangan pemuda waktu itu, maka pada 23 Mei 1928 dilangsungkan pertemuan antara wakil kepanduan se-Indonesia di Jakarta, yang dihadiri oleh Pandu Kebangsaan, NATIPIJ (Nationale Islamietishe Padvinderij) dari Jong Islamieten Bond, INPO (Indonesische Nationaal Padvinders Organisatie) dari Pemuda Indonesia, sedangkan S.I.A.P. (Syarikat Islam Afdeling Padvinderij) dari Syarikat Islam, dan “Padvinder Muhammadiyah” yang pada 1920 berganti nama menjadi H.W (Hizbullah Wathon) dari Muhammadiah yang tidak hadir karena berhalangan. Pertemuan itu menghasilkan terbentuknya PAPI (Persatuan Antara Pandu Indonesia).
Baris 122 ⟶ 111:
Berita tentang kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik akhirnya tersebar luas. Salah satu rencana yang santer di kalangan para pemuda dan pemimpin-pemimpin pergerakan adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, para pemuda membentuk Barisan Pelopor untuk mengamankan para pemimpin perjuangan, seperti Soekarno dan Hatta. Muwardi diserahi tugas untuk memimpin Barisan Pelopor di daerah Jakarta.
 
Sebagai markas Barisan Pelopor Jakarta adalah rumah milik pribadi Muwardi di jalan Cik Di Tiro No 79. Di rumah berkamar 11 buah tersebut, setiap hari rapat digelar untuk mempersiapkan strategi bagi kemerdekaan Indonesia. Di situ selalu hadir Chaerul Saleh, Sudiro, Suwiryo, Dr. Suharto dan Muwardi. Sering kali Muwardi menjual beberapa barang miliknya untuk membeli makanan untuk para pemuda itu. Dalam rapat akbar di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Banteng) sehari sebelum proklamasi, Barisan Pelopor bertugas untuk mengamankan lapangan itu dari kerusuhan dan ancaman balatentara Jepang.
 
Lapangan Ikada dijaga ketat oleh serdadu Jepang. Setiap serdadu Jepang yang berdekatan dengan rombongan Soekarno-Hatta diawasi oleh tiga orang pemuda. Para pemuda yang mengelilingi dan mengawasi gerak-gerik serdadu-serdadu Jepang itu adalah anak buah Muwardi, pada saat itu komandan lapangan Barisan Pelopor adalah Moeffreini Moe’min seorang bekasSyodancho dari Daidan I Jakarta.
Baris 140 ⟶ 129:
 
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Dokter Indonesia]]
[[Kategori:TokohOrang yanghilang dibunuhdi Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Pati]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh dari Pati]]
[[Kategori:Peristiwa Madiun]]