Kerajaan Blambangan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(75 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 6:
| image_map = Mataram Sultanate in Sultan Agung Reign id.svg
| image_map_alt =
| image_map_caption = Blambangan di ujung timur Pulau Jawa (
| country =
| religion = [[Hindu]]
| image_flag = <!--Bendera Blambangan.GIF-->
| image_coat = <!--Lambang Kerajaan Blambangan.jpg-->
Baris 16:
| flag_p1 =
| flag_s1 =
| year_start =
| year_end = 1768 (dejure) / 1777 (defacto)
| event_start =
| event_end = menjadi wilayah kekuasaan [[Hindia Belanda]]
| event1 =
| date_event1 =
| event2 = Batara Wijaya Girindrawardhana Ranawijaya mengungsi ke Panarukan (wilayah Blambangan) setelah Daha dikuasai oleh Demak
| date_event2 =
| event3 =
| date_event3 =
| event4 =
| date_event4 =
| event5 =
| date_event5 =
| capital = *[[
*[[Lumajang]] (masa 'Bima Koncar')
*[[
*[[Macanputih, Kabat, Banyuwangi|Macanputih, Banyuwangi]] (masa 'Tawang Alun II')
*[[Balambangan, Muncar, Banyuwangi]] (masa 'Prabu Danurejo s/d Pangeran Agung Wilis')
*[[Lateng, Rogojampi, Banyuwangi]] (masa 'IGNK Dewa Kabakaba')
| common_languages = [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]], [[Bahasa Osing|Osing]]
| government_type = [[Monarki]]
| title_leader = Menak/Gusti/Susuhunan/Prabu
| leader1 =
| year_leader1 =
| leader2 =
| year_leader2 =
| leader3 =
| year_leader3 =
| leader4 =
| year_leader4 =
| leader5 =
| year_leader5 =
| leader6 =
| year_leader6 =
| leader7 =
| year_leader7 =
| demonym =
| area_km2 = 5000
| area_rank =
| GDP_PPP =
Baris 61 ⟶ 63:
}}
{{Sejarah Indonesia}}
'''Kerajaan Blambangan''' atau '''Balambangan''' atau '''Belambangan''' adalah sebuah [[kerajaan]] yang berada di
Blambangan dulunya pernah menjadi bagian dari wilayah Lamajang Tigangjuru yang dipimpin oleh [[Arya Wiraraja]] dan Pu Nambi tahun 1293-1316. Lamajang Tigangjuru beribukota di Lamajang ([[Lumajang]]). Selain Blambangan, dua Juru (kadipaten) lainnya adalah Sadeng (di [[Puger, Jember]]), dan Keta (di [[Besuki, Situbondo]]).
Namun karena tidak terlibat dalam Perang Nambi (1316) dan Perang Sadeng-Keta (1318), maka oleh Prabu Jayanagara, raja kedua Majapahit, daerah ini dianugerahi status sebagai ''Perdikan [[Sima]]''.
Tahun 1352 Balambangan bersama Pasuruan, Sumbawa, dan Bali mendapat Adipati baru dari trah Kepakisan Kediri. Adipati Blambangan pertama itu bernama '''Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan''' (1352-1406).
Ketika Kerajaan Patron-nya, [[Majapahit]], runtuh akibat pemberontakan [[Sang Muggwing Jinggan]] dan saudara-saudaranya tahun [[1478]] dan raja Singhawikramawardhana Dyah [[Suraprabhawa]] (1466-1478) gugur di istana, lalu Pada tahun 1478 pemerintahan dilanjutkan Oleh Prabu Brawijaya Bhre Kertabhumi kemudian Bhre Daha / Girindrawardana Ranawijaya melakukan pemberontakan lalu Ibukota Kerajaan Majapahit dipindahkan Ke Kediri / Dahanapura ,maka kerajaan-kerajaan vasal Majapahit seperti [[Kesultanan Demak]], [[Kerajaan Bali]], [[Kadipaten Surabaya]], [[Kesunanan Giri]], [[Kesultanan Cirebon]], [[Kerajaan Blambangan]], dll memilih menjalankan pemerintahan sendiri-sendiri dan tidak mau mengakui kekuasaan para pemberontak yang mendirikan kerajaan baru di [[Keling]] [[Kediri]] ([[Kerajaan Daha]]).
Pada tahun [[1527]], raja Majapahit-Daha [[Dyah Raṇawijaya|Girindrawardhana Dyah Ranawijaya]], yang tersingkir karena diserang oleh [[Sultan Trenggana]] dari [[Kesultanan Demak]] melarikan diri ke [[Panarukan, Situbondo]] di wilayah utara Kerajaan Blambangan.Pada Era Kasultanan Demak , Daerah Blambangan Dan Madura diambil Alih Oleh Ratu Pambayun Atau Dewi Maskumambang yang meupakan Putri sulung dari Brawijaya Bhre Kerthabumi <ref>{{Cite web|last=Madura|first=Lontar|date=2022-09-14|title=Kisah Cinta; Penyebab Gugurnya Pangeran Siding Puri|url=https://www.lontarmadura.com/kisah-cinta-penyebab-gugurnya-pangeran-siding-puri/|website=Lontar Madura|language=en-US|access-date=2024-08-27}}</ref> sampai dengan tahun 1559, setelah itu Kerajaan kerajaan Vasal Bekas Kerajaan Majapahit yaitu Blambangan memilih untuk mendirikan pemerintahan masing masing.
== Sejarah Blambangan ==
Menurut Babad Sembar, penguasa pertama Blambangan adalah '''Mas Sembar''' dengan ibukota daerah [[Semboro, Jember|Semboro]] (di Jember), suatu daerah di sebelah timur wilayah ayahnya, '''Lembu Miruda''', ([[Lumajang]]).
Menjelang awal abad ke-15, pada tahun 1489, putra Mas Sembar yang bernama '''Bima Koncar''' telah meneguhkan dirinya sebagai penguasa [[Semenanjung Blambangan|Blambangan]] kedua yang memerintah hingga tahun 1501.
Dari laporan [[Tome Pires]], Bima Koncar memiliki putra bernama '''Pate Pimtor (Menak Pentor)''', memerintah antara 1501-1531, yang berhasil memperluas wilayah Blambangan. Di bawah kekuasaan ''Menak Pentor'', Blambangan menjadi kerajaan yang kuat, kaya, dan makmur. Wilayahnya meliputi Canjtam (Keniten/[[Pasuruan]] Timur) dan [[Lumajang]] di bagian barat hingga ke Supitan Blambangan (sekarang [[Selat Bali]]) di ujung timur [[Pulau Jawa]]. Letaknya pun cukup strategis, karena dikelilingi oleh lautan di ketiga sisinya, sehingga banyak memiliki pelabuhan. Di antara pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Blambangan yang paling terkenal adalah [[Panarukan]] (di [[Situbondo]]) di pesisir utara , Ulu [[Lopampang|Pangpang]], (di [[Muncar, Banyuwangi|Muncar]]) di pesisir timur, dan [[Puger, Jember|Puger]] (di [[Kabupaten Jember|Jember]]) di pesisir [[Pantai Selatan]].
Pada saat [[Trenggana|Sultan Trenggana]] raja ke-3 [[Kesultanan Demak]] pada 1546, memperluas wilayah kekuasaannya ke timur, sebagian wilayah [[Jawa Timur]] berhasil dikuasainya, termasuk merebut [[Pasuruan]] dan [[Pajarakan, Probolinggo|Pajarakan]] (di [[Kabupaten Probolinggo|Probolinggo]]) dari tangan Blambangan pada tahun 1545 dan sejak saat itu Pasuruan menjadi kekuatan Islam yang penting di ujung timur Jawa.
Akan tetapi, usaha Demak menaklukkan Panarukan mengalami kendala karena kerajaan ini mampu bertahan walaupun telah dikepung selama seratus hari. Bahkan, pada 1546, Sultan Trenggana sendiri terbunuh di dekat Panarukan, setelah selama tiga bulan tidak mampu menembus kota Panarukan. Pemimpin Panarukan yang terkenal kala itu bernama '''Sontoguno.'''
Setelah Demak mundur, giliran [[Kerajaan Gelgel]] dari [[Bali]] yang menyerang dan berusaha merebut Blambangan dari tangan '''Menak Pangseng''' putra '''Menak Pentor'''.
Pada tahun 1597, giliran Blambangan diserang oleh pasukan [[Pasuruan]] namun Blambangan dapat mengatasinya. Setelah mengalahkan Pasuruan, terjadi huru-hara di internal Blambangan dan tampillah '''Menak Pati''' atau Sang Dipati Lampor dan putranya Menak Lumpat.
Selanjutnya Menak Lumpat digantikan oleh putranya yang bernama ''Pangeran Singosari'' atau Menak Seruyu bergelar '''Prabu Tawang Alun I'''.
Kemudian pada tahun 1638-1639, giliran [[Kesultanan Mataram]] menyerang Blambangan, hingga membuat ''Tawang Alun I'' terpaksa melarikan diri ke timur gunung (wilayah Banyuwangi saat ini di daerah Kedawung [[Sraten, Cluring, Banyuwangi]]), sedangkan putra mahkotanya, ''Mas Kembar'', menjadi tawanan dan diboyong ke Mataram.
Blambangan dapat bertahan di sebelah timur gunung dan usaha-usaha Mataram melebarkan kekuasaan ke daerah ini tidak pernah berhasil. Hal ini mengakibatkan kawasan Blambangan Timur (Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk ke dalam budaya [[Jawa Tengah]]. Maka dari itu, sampai sekarang kawasan Banyuwangi memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku.
Selanjutnya, di bawah kekuasaan [[Kesultanan Mataram]], pada tahun 1649, ''Mas Kembar'' naik tahta dengan gelar '''Pangeran Tawang Alun II [[Prabu Tawangalun II]].'''
Sepeninggal [[Sultan Agung dari Mataram]], ketika Mataram dipimpin oleh Sunan Amangkurat Agung ([[Amangkurat I]]), ketika menghadiri [[Pisowanan]] (tahun 1652) di istana Mataram, Tawang Alun II mendeklarasikan diri di hadapan sang Sunan, bahwa mulai sejak saat itu Blambangan adalah wilayah yang merdeka. Sepulangnya ke Balambangan dia menyandang gelar sebagai '''Susuhunan Macanputih''' untuk menunjukkan bahwa tahtanya sederajat dengan tahta Mataram.
Selanjutnya Kangjeng Suhunan Tawang Alun II membantu [[Raden Trunajaya]] dan [[Karaeng Galesong]] melawan Mangkurat Agung ([[Amangkurat I]]) dalam Perang Trunajaya sehingga Blambangan dapat merebut daerah-daerah kekuasaannya kembali dari tangan Mataram. Di bawah pemerintahan Kangjeng Suhunan Tawang Alun II, kerajaan Blambangan maju dengan pesat di mana kekuasaannya menyatu dari [[Banyuwangi]], hingga ke [[Kediri]].
== Keruntuhan Blambangan ==
=== Perang Saudara keturunan Tawang Alun II ===
Ketika ''Kangjeng Sunan Tawang Alun II'' wafat tahun 1691, '''Pangeran Senapati Sasranagara''' tampil menjadi raja tanpa bermusyawarah dengan adik-adiknya. Karena itu kemudian terjadi huru-hara perang saudara sehingga Sunan Macanputih kedua itu gugur dan tampillah adiknya yang bernama '''Pangeran Mas Macanapura''' bergelar Pangeran Pati I.
Setelah berkuasa selama tujuh tahun, Pangeran Pati I dikalahkan oleh putra Pangeran Senapati Sasranagara yang bernama Pangeran Mas Purba. Setelah berhasil merebut tahta, dia bergelar '''Prabu Danureja'''. Perang saudara setelah meninggalnya Kangjeng Sunan Tawang Alun II, membuat kedaton Macan Putih menjadi rusak.
Pangeran Prabu Danureja (Pangeran Mas Purba) memiliki permasuri:
*Mas Ayu Gadhing (putri [[Untung Suropati]] dari [[Pasuruan]]) dari perkawinan tersebut memiliki Putra:
** Pangeran Mas Noyang (Pangeran Prabu Danuningrat)
*Dari selir (kakak Ipar Gusti Agung Mengwi/Raja [[Kerajaan Mengwi]]) dia berputra:
**Pangeran Putra II/[[Wong Agung Wilis]].
Sepeninggal Pangeran Prabu Danureja, Pangeran Mas Noyang diangkat sebagai raja yang baru bergelar '''Pangeran Prabu Danuningrat''' memerintah Blambangan pada tahun 1736-1763, sementara adiknya yang bernama Pangeran Putra II diangkat sebagai patih bergelar Pangeran Patih [[Wong Agung Wilis|Agung Wilis]].
=== Perang melawan VOC ===
Di akhir abad ke-17, setelah meninggalnya '''Prabu''' '''Danuningrat''' pada tahun 1763, [[VOC]] secara sepihak menyatakan bahwa Blambangan adalah wilayah kekuasaannya (berdasarkan Perjanjian Ponorogo tahun [[1743]]), maka pada pada tahun [[1767]]
VOC membelah wilayah Kerajaan Blambangan menjadi dua bagian, Blambangan Barat atau Kanoman dipimpin oleh bupati boneka bernama Mas Weka dan beribukota di Puger (di Jember selatan). Sedangkan Blambangan Timur atau Kasepuhan juga dipimpin oleh bupati boneka bernama Mas Aneng/Mas Uno dengan ibukota di [[Teluk Pangpang]] (di Muncar, Banyuwangi).
Setelah '''Pangeran Agung Wilis''' dikalahkan, kemudian meletuslah [[Perang Bayu]] pada tahun [[1771]]-[[1772]], dan menjadi perang habis-habisan rakyat Blambangan yang dipimpin oleh [[Jagapati|Pangeran Jagapati]] melawan pasukan [[VOC]].
Setelah '''Mas Rempeg Jagapati''' kalah dan terbunuh, VOC mengisi kekosongan pemerintahan dan menggabungkan Blambangan ke dalam karesidenan Besuki, dengan mengangkat '''Mas Alit''' sebagai Bupati Kelima Kasepuhan bergelar KRT Wiroguno. Dialah Bupati pertama yang tinggal di Kota Banyuwangi, dekat markas dan benteng VOC di Benteng Utrecht.
Runtuhnya Kerajaan Blambangan, bagi kerajaan-kerajaan di [[Bali]] merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti dari segi kebudayaan. Para raja Bali percaya bahwa nenek-moyang mereka berasal dari Jawa [[Majapahit]]. Dengan masuknya Blambangan ke dalam kekuasaan VOC, Bali menjadi lepas dari Jawa.
== Silsilah Kerajaan Blambangan ==
===Keturunan Lembu Miruda===
*
*
**'''Minak Pentor''' (memerintah di Babadan, [[Lumajang]] tahun 1500-1546)
***Minak Pangseng, Menurunkan:
****Menak Jebolang di Panarukan
**Minak Cucu (memerintah di [[Panarukan]], Candi Bang ([[Baluran|Kedathon Baluran]]))
**Minak Gadru (memerintah di Prasada, [[Lumajang]]), menurunkan:
***Minak Pati/Sang Dipati Lampor yang memerintah di ([[Lumajang|Werdati, Teposono, Lumajang]]), Menurunkan:
****Minak Lumpat
*****Minak Seruyu/Pangeran Singosari ('''Tawang Alun I''')
****Minak Luput (Sebagai Senopati)
****Minak Sumendhe (sebagai Karemon
=== Silsilah Tawang Alun I ===
'''Minak Lumpat''' mempunyai putra yaitu '''Minak Seruyu''' disebut juga
*Mas Senepo Handoyokusumo (Pangeran '''Tawang Alun II''')
*Mas Lego (Pangeran '''Wilabrata''')
=== Silsilah Tawang Alun II ===
Putra '''Tawang Alun I''
Kangjeng Susuhunan
*''Dewi Sumekar/Mas Ayu Rangdiyah'' (Ratu Kulon, dari Mataram), berputra:
** '''Pangeran Adipati Mas Macanapura'''/Pangeran Pati I
*''Sekardewi Irawuni'' (Ratu Wetan, dari Blater-Blambangan) menurunkan:
*** Pangeran Mas Purba ('''Prabu Danureja''')
**** Pangeran Mas Noyang ('''Prabu Danuningrat''')
**** Pangeran Putra II ('''[[Wong Agung Wilis]]''')
** Pangeran
** Pangeran Kertanegara
** Pangeran Gajah Binarong
*Dari para selir menurunkan:
** Mas Dalem Jurang mangun
** Mas Dalem Puger, Ki Janingrat
** Mas Dalem Wiroguno, menurunkan:
***Mas Bagus Puri, menurunkan:<ref>Babad Tawang Alun (ditulis pada tahun 1826) dalam Winarsih PA, Babad Blambangan, Bentang, Yogyakarta, 1995.</ref>
**** Mas Rempeg ([[Jagapati|Pangeran Jagapati]])
**** Mas Suratman
**** Mas Ayu Nawangsari
**** Mas Ayu Rahinten
**** Mas Ayu Patih.
**** Mas Alit (Temenggung Wiraguna I, [[Daftar Bupati Banyuwangi|Bupati Banyuwangi]] pertama)
**** Mas Talib (Temenggung Wiraguna II, [[Daftar Bupati Banyuwangi|Bupati Banyuwangi]] kedua)
** Mas Dalem Wiroluko
** Mas Dalem Wiroludro
Baris 188 ⟶ 183:
== Arkeologi ==
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan
'''Tembok Rejo''', berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari masjid pasar Muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo.
'''Siti Hinggil''' atau oleh masyarakat lebih di kenal dengan sebutan Setinggil (Stinggil) yang artinya Siti adalah tanah, Hinggil/inggil adalah tinggi. Objek Setinggil ini berada di sebelah timur pertigaan pasar muncar (lebih kurang 400 meter arah utara TPI/Tempat Pelelangan ikan).
Disebut Setinggil namun tidak dalam arti sama dengan Setinggil pada kraton umumnya sebagai tempat tahta raja. Setinggil di sini hanya tanah tinggi di tepi pantai yang konon dahulu merupakan pos pengawasan pelabuhan/syah bandar yang berkuasa pada masa kerajaan Blambangan. Di bagian puncaknya terdapat batu-batu cukup besar untuk mengawasi keadaan di sekitar ''teluk Pang Pang'' dan [[Semenanjung Blambangan]].
Beberapa benda peninggalan sejarah Blambangan yang kini tersimpan di Museum Blambangan di kantor [[Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi]] berupa Bata, Gerabah, Guci, dan Asesoris gelang lengan, dan sebagainya. Sedangkan kolam dan Sumur kuno yang ditemukan masih berada di sekitar ''Pura Agung Blambangan'' yaitu di Desa Tembok Rejo kecamatan [[Muncar]] Kabupaten [[Banyuwangi]].
Di samping itu pada lokasi '''Keraton Macan Putih''' di daerah [[Kabat, Banyuwangi]] di dapati relief arkeologi dan benda benda yang terkubur saat ini dilokasi seluas 44 [[Hektar]] yang telah menjadi persawahan dan kebun sering didapati benda arkeologi era kerajaan, beberapa puing tembok batas kerajaan pun terkubur rusak dan hancur, masyarakat setempat sering memindahkan dan atau menyimpan puing-puing tersebut. Ditemui juga beberapa koleksi di beberapa museum di [[Belanda]] yang berisi gambar, foto maupun artefak Keraton Macan Putih.
Setelah Kerajaan Blambangan hancur penerus Raja Blambangan yaitu Mas Rempeg ([[Jagapati|Pangeran Jagapati]]) mendirikan Kerajaan Bayu yang berada di sekitar '''Rawa Bayu''' ([[Bayu, Songgon, Banyuwangi]]), kerajaan ini tidak bertahan lama hanya beberapa bulan saja, karena terjadi perang [[Perang Bayu]] 1771-1772. Disini dapat ditemukan beberapa sisa artefak dan bekas peperangan dengan [[VOC]].
Hingga kini meskipun Kerajaan sudah hancur para kerabat Kerajaan secara turun temurun tetap menjaga beberapa pusaka penting peninggalan Kerajaan.
== Lihat pula ==
* [[Prabu Tawangalun II]]
* [[Babad Blambangan]]
* [[Bahasa Osing]]
* [[Gandrung Banyuwangi]]
* [[Wong Agung Wilis]]
* [[Pangeran Jagapati]]
* [[Perang Bayu]]
== Sumber ==
* Hasan Basri (Ed), ''Pangeran Jagapati, Wong Agung Wilis dan Sayu Wiwit. 3 Pejuang Dari Blambangan,'' 2006, Banyuwangi: Penerbit Pemda Kabupaten Banyuwangi.
* [[I Made Sudjana]], ''Nagari tawon madu: sejarah politik Blambangan abad XVIII [http://books.google.co.id/books?id=KNtwAAAAMAAJ&dq=babad blambangan&hl=id&source=gbs similarbooks]'', Larasan-Sejarah, [[2001]], ISBN 978-979-96250-0-7
* M. Hidayat Aji Ramawidi, ''Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi'', 2022, ISBN 978-623-978-422-5
* [[Purwasastra, Muji Rahayu, Sriyanto]], ''Cariyosipun tanah Balambangan jamanipun wong Agung Wilis'', Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Michigan 1996, ISBN 978-979-459-609-8
* [[Purwasastra]], ''Babad Wilis'',[http://books.google.co.id/books/about/Babad Wilis.html?id=3LotAAAAMAAJ&redir esc=y] Naskah dan Dokumen Nusantara: Textes et Documents Nousantariens, I.pp. lxxxviii, 393, 9 pl., map. Jakarta, Bandung, Lembaga Penelitian Prancis untuk Timur Jauh: École Française d'Extrême-Orient, [[1980]].
* [[M. C. Ricklefs|Ricklefs, M. C.]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
* Samsubur, ''Sejarah Kerajaan Blambangan,'' 2011, ISBN 979-722-356-6
* Siwi Sang, ''Girindra, Pararaja Tumapel Majapahit,'' 2013, ISBN 978-602-98200-6-5
* [[Sri Margana]], ''Java's last Frontier'', [[Universiteit Leiden]]
* [[Winarsih Arifin]], ''Babad Sembar: chroniques de l'est javanais'', Presses de l'École française d'Extrême-Orient, [[1995]], ISBN 978-2-85539-777-1
* Winarsih Arifin, ''Babad Blambangan,'' 1995, ISBN 979-8793-11-1
* https://balambangan.id/prabu-tawangalun/ (Prabu Tawangalun)
* https://balambangan.id/mengenal-kerajaan-blambangan/ (Mengenal Kerajaan Blambangan)
==Referensi==
{{reflist}}
{{Topik Banyuwangi}}
{{Kerajaan di Jawa}}
[[Kategori:Kerajaan Blambangan| ]]
|