Elpidius van Duijnhoven: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah Kategori:Misionaris Katolik di Indonesia menggunakan HotCat Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 19:
| buried = [[Haranggaol, Haranggaol Horison, Simalungun|Sirpang Haranggaol]], [[Kabupaten Simalungun|Simalungun]], [[Sumatera Utara]]
}}
[[Reverendus Pater|R.P.]] '''Elpidius''' ('''Fransiscus''') '''van Duijnhoven''', [[Ordo Saudara Dina Kapusin|O.F.M.Cap.]] (7 Oktober 1906 - 14 Februari 1993) adalah seorang [[Pastor|imam]] [[Gereja Katolik Roma]] dan [[misionaris]] asal [[Belanda]] yang berkarya di [[
== Kehidupan Awal ==
Baris 28:
Elpidius masuk ke seminari menengah pada tanggal 7 September 1925 di umur 19 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan [[Filsafat|filasafat]] dan [[teologi]], dia ditahbiskan menjadi [[Pastor|Imam]] pada tanggal 11 Maret 1933 di umur 27 tahun.<ref>''Ibid''</ref>
== Misi di
Tujuh tahun setelah Pater Elpidius menerima tahbisan imam, Pemerintah [[Hindia Belanda]]<nowiki/> mencabut larangan masuknya misi Katolik di Tanah Batak. [[Mathias Leonardus Trudon Brans|Mgr. Mathias Leonardus Trudon Brans]] segera mencari imam muda asal Belanda yang akan diutus sebagai misionaris ke Hindia Belanda. Pater Elpidius mendaftarkan dirinya sebagai misionaris untuk Hindia Belanda bersama kedua rekannya, Pater Nicodemus dan Pater Jan De Wit. Pater Nicodemus dan Pater Jan De Wit ditugaskan ke pulau [[Kalimantan]], sedangkan Pater Elpidius ditugaskan ke pulau [[Sumatra]].
Baris 43:
Pater Elpidius memilih menetap di Simpang Haranggaol dan memindahkan pastoran ke [[Saribu Dolok, Silimakuta, Simalungun|Saribudolok]].
* '''Era Pendudukan Jepang'''
Masuknya tentara Jepang ke Indonesia berkat kemenangan dalam [[perang pasifik]], menimbulkan pergolakan di sejumlah wilayah Indonesia.
* '''Era Kemerdekaan'''
Kekalahan Jepang dalam perang dunia II, membuka jalan dan titik terang bagi rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Namun kemerdekaan itu tidak serta merta mebawa kenyaman dan kesejahteraan hidup masyarakat. Pergolakan-pergolakan kecil terjadi di sejumlah daerah dan pusat (Jakarta). Kemudian sebuah prahara nasional melanda negeri ini, yang kemudian kita kenal dengan istilah [[G-30- S-PKI]].<ref name="univpgri-palembang.ac.id"/> Gerakan anti PKI merebak dengan cepat ke seluruh pelosok negeri, diikuti tindakan-tindakan represif bahkan brutal. Penindasan dan pembunuhan marak terjadi dengan slogan “membersihkan antek-antek PKI”.
|