Gajah sumatra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Madeira Guci (bicara | kontrib)
 
(10 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 18:
| trinomial_authority = [[Temminck]], 1847
}}
'''Gajah sumatra''' ({{lang-la|Elephas maximus sumatranus}}) adalah [[subspesies]] dari [[gajah asia]] yang hanya berhabitat di [[Pulau Sumatra]].<ref>{{Cite web|date=2023-08-12|title=Hikayat Gajah Aceh: Dari Keagungan Sultan, Kini Konflik Satwa yang Tak Berkesudahan - Acehkini.ID|url=https://acehkini.id/hikayat-gajah-aceh-dari-keagungan-sultan-kini-konflik-satwa-yang-tak-berkesudahan/|language=id|access-date=2023-12-29}}</ref> Gajah sumatra berpostur lebih kecil daripada subspesies [[gajah india]]. Populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat terancam. Sekitar 2000 sampai 2700 ekor gajah sumatra yang tersisa di alam liar berdasarkan survei pada tahun 2000. Sebanyak 65% populasi gajah sumatra lenyap akibat dibunuh manusia, dan 30% kemungkinan dibunuh dengan cara diracuni oleh [[manusia]]. Sekitar 83% habitat gajah sumatra telah menjadi wilayah perkebunan akibat perambahan yang agresif.
 
Gajah sumatra merupakan [[mamalia]] terbesar di [[Indonesia]], beratnya mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi 3,5 meter pada bahu. Periode kehamilan untuk bayi gajah sumatra adalah 22 bulan dengan umur rata-rata sampai 70 tahun. [[Herbivora]] raksasa ini sangat cerdas dan memiliki [[otak]] yang lebih besar dibandingkan dengan mamalia darat lain. [[Telinga]] yang cukup besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh. Belalainya digunakan untuk mendapatkan [[makanan]] dan [[air]] dengan cara memegang atau menggenggam bagian ujungnya yang digunakan seperti jari untuk meraup. Cara untuk melindungi gajah adalah merawatnya di kebun binatang/taman konservasi oleh Pemerintah.
 
== Morfologi ==
Gajah Sumatera merupakan salah satu subspesies dari species Gajah Asia yang keberadaannya pun hampir punah. Gajah sumatera merupakan subspesies dari Gajah Asia sehingga diberi nama ''Elephas maximus'' dengan subspecies ''sumatranus''. Menurut Garsetiasih ''et al''. (2017), Gajah merupakan mamalia besar yang memiliki bobot 1000&nbsp;kg. Sedangkan Gajah Sumatera memiliki bobot 2000–3000&nbsp;kg yang berarti gajah sumatera memiliki bobot 2-3x lebih besar dari gajah pada umumnya. Gajah Sumatera memiliki morfologi yang tidak berbeda jauh dengan Gajah Asia. Menurut Zein dan Sulandari (2016), Gajah Asia memiliki morfologi berupa telinga yang lebih kecil dibanding Gajah afrika, berdahi rata, serta memiliki dua bonggol di kepala yang merupakan puncak tertinggi gajah dimana gajah afrika hanya memiliki satu bonggol. Gajah Asia memiliki satu bibir pada ujung belalainya sedangkan gajah afrika memiliki dua bibir di ujung belalainya. Ciri khas yang dimiliki Gajah Asia dimana hanya gajah jantan yang memiliki [[Gading|gading.]] Menurut Garsetiasih ''et al.'' (2017) Gajah Sumatera memiliki daya pakan hijauan dengan kisaran 200&nbsp;kg hingga 300&nbsp;kg per individu. Tumbuhan pakan yang disukai oleh Gajah Sumatera berasal dari suku Cyperaceae dan Poaceae disebabkan tekstur morfologinya yang lunak dan bentuknya seperti rerumputan.
JA suka IeFang
 
Gajah Sumatera merupakan salah satu satwa yang terancam punah. Gajah Sumatera memiliki manfaat yang sangat penting bagi lingkungan disekitarnya. Menurut Salsabila ''et al.'' (2017), gajah merupakan penjaga ekosistem di hutan [[Taman Nasional Way Kambas]]. Gajah juga memiliki peran sebagai penyebar benih tumbuh tanaman atau pepohonan di dalam hutan, sedangkan dalam fungsi ekonomi gajah dapat berperan sebagai objek wisata. Populasinya yang semakin sedikit dan lambatnya proses perkembang biakan gajah menyebabkan gajah memiliki berbagai ancaman yang serius. Menurut Zein dan Sulandari (2016), banyak populasi gajah yang berkurang karena terjebak dalam kantung-kantung kecil yang tidak cocok untuk mendukung kehidupan gajah. Hal ini memicu konflik antara manusia dan gajah yang mengancam punahnya Gajah Sumatera. Berkurangnya populasi Gajah Sumatera akibat perburuan sebab gadingnya sangat bernilai di dunia ekonomi.
 
== Habitat ==
Baris 109 ⟶ 111:
 
== Perilaku Sosial (Allelomimetik) ==
Gajah merupakan satwa yang hidup berkelompok pada habitat alaminya. Dalam satu kelompok, gajah dipimpin oleh gajah betina yang paling besar. Biasanya gajah yang sudah tua hidup soliter, karena sudah tidak bisa mengikuti pergerakan dari kelompoknya. Menurut Shoshani dan Eisenberg (1982) Gajah betina muda tetap berada pada kelompok sebagai pengasuh anak-anak gajah dalam kelompoknya, sedangkan gajah jantan muda atau gajah jantan dewasa dipaksa atau dengan sukarela untuk keluar dari kelompok dan mengikuti kelomokkelompok gajah jantan lainyalainnya. Pada dasarnya gajah sumatera memiliki perilaku sosial yang tinggi dalam kelompoknya. Menurut Putri (2019) interaksi sosial individu pada gajah sumatera seperti interaksi menggunakan belalai, menaiki badan, dan bersandar. Gajah Sumatera (''Elephas maximus sumatranus'') merupakan salah satu satwa yang sensitif dalam indera pendengaranya. Hal ini dikarenakan terdapat sensor tajam yang berada dalam telinga gajah sumatera sehingga dapat dengan mudah merespon keadan dala sekitar kelompoknya. Perilaku tersebut termasuk dalam mengawasi keadan sekitar untuk tetap waspada dan melindungi kelompoknya. Ciri-ciri gajah sumatera (''Elephas maximus sumatranus'') dalam mewaspadai adalah berdiam diri lalu telinga menegang, ekor yang biasanya dikibaskan diam dengan tatapan mewaspadai kondisi sekitarnya. Gangguan yang menyebabkan gajah sumatera mewaspadai keadaan sekitar kemungkinan disebabkan oleh pergerakan pada manusia atau pada satwa lain yang berada di sekitar kelompoknya.
 
Perilaku sosial gajah sumatera (''Elephas maximus sumatranus'') dapat terlihat pada aktivitas seperti bermain, menelisik (''grooming''), mengasuh anak dan bersuara. Setiap induk gajah sumatera akan melakukan pengasuhan dan perawatan terhadap anaknya selama 6 bulan. Perilaku induk gajah sumatera dalam mengasuh anaknya memiliki peran penting dalam pembentukan karakter pada anak gajah sumatera nantinya. Induk gajah sumatera akan mendampingi, melindungi dan membantu anaknya dalam keberlangsungan hidup anak gajah sumatera saat bertumbuh besar nantinya. Perilaku dalam induk gajah sumatera terhadap anak gajah sumatera memiliki maksud untuk membentuk karakter anak gajah sumatera dalam melakukan perilaku harian anak gajah sumatera nantinya.
 
== Konflik dengan Manusia ==
Hal yang melatarbelakangi konflik antara satwa liar dengan manusia yaitu dari perilaku manusia secara langsung yaitu merusak dan mencemari [[Sumber daya alam|sumberdaya alam]], merubah habitat satwa liar menjadi lahan pertanian, dan mencederai atau membunuh satwa liar (Reynolds 2005). Habitat yang berubah mengakibatkan satwa liar harus menggunakan wilayah dan sumberdaya yang sama dengan manusia, hal tersebut menimbulkan konflik antara satwa liar dan manusia karena perebutan sumberdaya yang mengakibatkan terbunuhnya satwa liar (FORINA 2014). Sejak tahun 2012 hingga tahun 2016, setidaknya ada 150 ekor gajah yang terbunuh akibat konflik dengan manusia (Wahyudi 2016). Berkurangnya populasi gajah sumatra (''Elephas maximus'') secara cepat sejak 50 tahun terakhir disebabkan oleh habitat yang berkurang, pencurian gading, dan pembunuhan ilegal yang disebabkan oleh konflik antara gajah dan manusia (Soehartono ''et al''. 2007). Gading gajah merupakan bagian yang paling dicari oleh pemburu (WWF dan Balai KSDA 2006).
 
Konflik antara gajah dengan manusia juga disebabkan oleh beberapa hal berikut, yaitu fragmentasi kawasan hutan, status lahan yang tidak jelas di daerah penyangga, pertumbuhan penduduk dan peningkatan warga pendatang, perambahan hutan dan penebangan liar, kesadaran masyarakat yang masih kurang, serta kurangnya peranan lembaga pendukung konservasi gajah di daerah tersebut (Kuswanda dan Barus 2018). Menurut Córdova Lepe ''et al''. (2018), [[fragmentasi habitat]] yang diakibatkan bertambahnya populasi manusia, pemukiman, serta pertanian menyebabkan hilangnya penghubung dari jalur jelajah satwa liar yang dapat menjadi ancaman serius dalam konservasi satwa liar. Gajah yang kehilangan jalur penghubung wilayahnya akan melintasi perkebunan sawit yang dapat meningkatkan konflik antara gajah dengan manusia (Kuswanda ''et al''. 2015).
 
Gajah merupakan satwa liar yang sangat bergantung pada hutan sebagai tempat tinggal dan berkembang biak, kerusakan hutan akibat fragmentasi dan konversi hutan dapat mengancam kehidupan satwa liar termasuk gajah sumatra (Rianti dan Garsetiasih 2017). Menurut Yoza (2003), perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri menjadi penyebab fragmentasi dan berkurangnya habitat. Bertambahnya populasi manusia menjadi penyebab konflik manusia dengan satwa liar baik secara langsung maupun tidak langsung (Kuswanda 2014). Konflik tersebut berdampak bagi kedua pihak. Dampak bagi manusia yaitu rusaknya tanaman yang rusak dan dirampas, sumber air dan infrastruktur yang rusak, kematian hewan ternak, korban luka dan meninggal (Berliani ''et al''. 2016). Dampak bagi gajah yaitu gajah dapat terluka hingga terbunuh oleh manusia (Nuryasin ''et al''. 2014). Meningkatnya konflik antara gajah dan manusia membuat masyarakat cenderung memusuhinya karena dianggap merugikan (Abdullah ''et al''. 2017). Garsetiasih (2015) menyampaikan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada persepsi manusia terhadap satwa liar, dimana pendidikan yang rendah mempersepsikan satwa liar secara negatif. Gajah juga dianggap sebagai hama oleh masyarakat yang bertani di sekitar kawasan hutan (Mustafa ''et al''. 2018; Pratiwi ''et al''. 2020).
 
== Status Kepunahan ==
Gajah sumatra mendapatkan predikat status terancam punah (kode: ''critical endageredendangered/ cr'') semenjak tahun 2002. Kala itu terjadi [[Penebangan liar|pembalakan liar]] dan pembukaan lahan hutan di wilayah Sumatra.<ref>{{Cite web|last=Dickinson|first=Nigel|title=Deforestation and Forest Degradation|url=https://www.worldwildlife.org/threats/deforestation-and-forest-degradation|website=World Wide Life Foundation|access-date=05 Juni 2021|archive-date=2019-03-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20190311141843/https://www.worldwildlife.org/threats/deforestation|dead-url=no}}</ref> Kejadian itu didukung dengan data yang dihimpun oleh bahwa isu lingkungan mempengaruhi habitat alami kehidupan alam. Hal itu berkorelasi dengan merosotnya kepeminatan investasi apabila satwa, termasuk gajah sumatra yang dianggap sebagai hama tanaman investasi seperti kelapa sawit.<ref>{{Cite journal|last=Atkins|first=Hathaway|date=2019|title=OECD Green Growth Policy Review of Indonesia 2019|url=https://www.oecd-ilibrary.org/sites/5679efba-en/index.html?itemId=/content/component/5679eftba-en|journal=OECD Environmental Performance Reviews|pages=47|doi=https://doi.org/10.1787/19900091}}</ref> Kebutuhan industri kelapa sawit yang menyebabkan pembalakan pada gajah sumatra itu yang mendorong status kegawatdaruratan populasi mamalia besar tersebut.
 
Perburuan gajah sumatra yang dinilai para pemburu memiliki nilai ekonomi <ref>{{Cite news|first=Rachmawati|date=13 November 2020|title=Cerita di Balik Penjualan Gading Gajah Seharga Rp 100 Juta, Gading Diisi Semen agar Lebih Berat|url=https://regional.kompas.com/read/2020/11/13/08010091/cerita-di-balik-penjualan-gading-gajah-seharga-rp-100-juta-gading-diisi?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=5 Juni 2021|editor-last=Rachmawati|archive-date=2022-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220911190620/https://regional.kompas.com/read/2020/11/13/08010091/cerita-di-balik-penjualan-gading-gajah-seharga-rp-100-juta-gading-diisi?page=all|dead-url=no}}</ref> tinggi pada gading dan kepalanya juga menjadi sumber pendorong menurunnya populasi hewan tersebut. Diyakini, gading gajah sumatra ini memiliki nilai jual tinggi oleh para kolektor. Sehingga terjadi perburuan yang mengabaikan kelangsungan hidup gajah ini.
 
== Status pada Rantai Makanan ==
Gajah secara fisiologis merupakan hewan penghuni ekosistem padang rumput atau sabana.<ref>{{Cite web|last=Atep|date=15 Desember 2019|title=Materi Rantai Makanan: Pengertian, Fungsi, dan Contohnya|url=https://www.gramedia.com/literasi/rantai-makanan/|website=Gramedia|access-date=5 Juni 2021|archive-date=2023-03-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20230329214710/https://www.gramedia.com/literasi/rantai-makanan/|dead-url=no}}</ref> Hewan bioma ini menduduki rantai mankananmakanan kelas herbivora. Secara alami, musuh gajah di alam terbuka adalah sekumpulan harimau atau singa. Di Sumatra sendiri, puncak rantai makanan, harimau, singa,macan tutul dan predator karnivora lainnya juga terancam punah. Berkorelasi analisis ahli tersebut, tinggi kemungkinan gajah sumatra mendapat predikat punah dikarenakan pembalakan liar yang sulit terungkap.<ref>{{Cite web|first=Sanjayan|date=30 Januari 2015|title=Living with Sumatran Elephants|url=https://www.nationalgeographic.org/media/living-sumatran-elephants/|website=National Geographic|access-date=5 Juni 2021|archive-date=2022-05-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20220519121942/https://www.nationalgeographic.org/media/living-sumatran-elephants/|dead-url=no}}</ref>
 
Gajah hidup berkelompok. Satu kelompok bisa terdapat tiga hingga empat keluarga yang masing-masing terdiri dari empat hingga lima gajah. Dalam ekosistem,<ref>{{Cite web|last=Aji|first=Seno|date=4 Mei 2018|title=Komponen Pembentuk Ekosistem|url=https://www.ruangguru.com/blog/komponen-pembentuk-ekosistem|website=Ruang Guru|access-date=5 Juni 2021|archive-date=2023-06-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20230606165412/https://www.ruangguru.com/blog/komponen-pembentuk-ekosistem|dead-url=no}}</ref> gajah secara alami memakan tanaman dan dapat bertanding melawan puncak rantai makanan. Gajah apabila mati, tubuhnya menjadi santapan hewan pengurai alami dan [[Hering|burung hering]] dari wilayah hutan tropis. Sesama hewan herbivora, gajah pada umumnya dan gajah sumatra membentuk kelompok hayati dan kawanan di wilayah padang rumput.
 
== Konservasi Gajah Sumatra ==
Pemerintah Republik Indonesia mulai mendisiplinkan pembalakan hutan dan perburuan hewan dilindungi termasuk gajah sumatra dengan berbekal Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hal itu terjadi karena pada masa pemerintahan Presiden [[Soeharto|Soeharto,]] pemburu gading dari luar negeri mulai meningkat secara ilegal di wilayah Sumatra bagian tengah. Undang-undang tersebut diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 ThaunTahun 1999 Tentang Pengawasan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
 
Meskipun dikukuhkan dengan peraturan, pembalakan dan perburuan liar di wilayah pulau Sumatra kerap terjadi.<ref>{{Cite web|last=Watts|first=Jonathan|date=24 Januari 2012|title=Sumatran elephant upgraded to critically endangered status|url=https://www.theguardian.com/environment/2012/jan/24/sumatran-elephant-upgraded-critically-endangered|website=The Guardian|access-date=5 Juni 2021|archive-date=2023-06-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20230608052259/http://www.theguardian.com/environment/2012/jan/24/sumatran-elephant-upgraded-critically-endangered|dead-url=no}}</ref> Hingga pada tahun 2002 Pemerintah Republik Indonesia menaikkan status hayati gajah sumatra menjadi terancam punah (kode: ''critical endagered/ cr''). Kegiatan represif digalakkan Pemerintah RI. Salah satunya dengan konservasi dan peningkatan status hutan nasional dan hutan lindung. Di dalam wilayah konservasi tersebut, termasuk flora dan fauna alami penghuni hutan dilindungi dan dilarang diburu atau dirusak.
 
Konservasi diselenggarakan di wilayah-wilayah hutan yang belum mengalami kerusakan. Lokasi tersebut seperti di wilayah [[Taman Nasional Gunung Leuser]] dan kawasan hutan [[Taman Nasional Ulu Masen]] di [[Aceh]], [[Taman Nasional Bukit Tiga Puluh]] dan [[Taman Nasional Tesso Nilo]] di [[Jambi]], [[Tamansuaka Nasionalmargasatwa Padang Sugihan]] di [[Sumatera Selatan]] dan [[Taman Nasional Way Kambas]] juga [[Taman Nasional Bukit Barisan Selatan|Taman Nasional Bukit Barisan]] di [[Lampung]].<ref>{{Cite news|last=Sucahyo|first=Nurhadi|date=28 Januari 2018|title=Konservasi Gajah Sumatera dan Keterbatasan Dokter Hewan|url=https://www.voaindonesia.com/a/konservasi-gajah-sumatera-dan-keterbatasan-dokter-hewan/4229545.html|work=Voice of Indonesia|access-date=5 Juni 2021|archive-date=2022-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220911190627/https://www.voaindonesia.com/a/konservasi-gajah-sumatera-dan-keterbatasan-dokter-hewan/4229545.html|dead-url=no}}</ref> Namun tantangan kembali terjadi, setelah lokasi konservasi terbentuk, tantangan selanjutnya adalah kurangnya tenaga medis dan dokter hewan yang siaga guna mengantisipasi keadaan hewan-hewan konservasi tersebut.
 
== Organisasi yang Bergerak di Bidang Konservasi Gajah Sumatra ==
Dalam usaha konservasi gajah, sudah banyak organisasi yang membantu dan memfasilitasi konservasi gajah di Indonesia. beberapa diantaranya adalah :
 
=== [[Dana Dunia untuk Alam|World Wide Fund for Nature]] (WWF) ===
WWF bekerja di tiga wilayah di Sumatera yang dinilai sangat penting bagi upaya konservasi gajah. Terobosan-terobosan besar telah berhasil dicapai dengan dideklarasikannya Taman Nasional Tesso Nilo di Riau (tahap I seluas 38,576 ha) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (dulunya Departemen Kehutanan) pada tahun 2004. Pada tahun 2006, Menteri Kehutanan menetapkan Provinsi Riau sebagai Pusat Konservasi Gajah Sumatera melalui Permenhut No. 5/2006. Hal ini merupakan langkah besar bagi penyelamatan habitat gajah di Sumatera (<nowiki>https://www.wwf.id/spesies/gajah</nowiki> [Diakses pada 31 Agustus 2021])